Tes

Tes

Christchurch : Ribuan dokter muda melakukan mogok kerja menuntut pengurangan jam kerja. Namun, Menteri Kesehatan Selandia Baru, John Coleman menyatakan pihaknya tidak ada bukti bahwa aturan jam kerja itu memberatkan para dokter muda.

Pada Rabu (19/10/2016), kurang lebih 2.500 dokter muda di Selandia Baru itu memulai aksi mogoknya pada jam 7 pagi. Rencananya, mogok kerja itu akan berlangsung hingga Kamis (20/10/2016) besok.

Karena aksi mogok tersebut, ribuan pasien di klinik dan rumah sakit mengalami perubahan jadwal operasi dan perawatan. Coleman mengatakan pihaknya telah meminta agar para dokter muda bernegosiasi secara damai.

Menurut Coleman, para dokter muda bekerja rata-rata selama 53 jam per minggu. Jika jam kerja dikurangi, maka itu artinya Selandia Baru harus merekrut 160 tenaga dokter muda lainnya. Nilai kerugian yang akan diderita kurang lebih 60 juta dolar AS.

Asosiasi Dokter Muda Selandia Baru mendesak pengurangan jam kerja itu meliputi juga pengurangan jam piket malam dari semua tujuh jam menjadi empat jam.

Pihak rumah sakit berharap agar para dokter muda segera menghentikan aksinya demi pasien-pasien yang menderita. Seluruh perawat diwajibkan bekerja lebih keras selama aksi mogok berlangsung.

Demikian pula pada dokter senior yang ada di rumah sakit agar menambah jam kerja untuk sementara waktu sampai para dokter muda menghentikan aksi mogoknya.

Warga yang menderita sakit juga diimbau untuk tetap pergi berobat ke rumah sakit atau klinik terdekat. “Kami tidak mau orang sakit dipaksa duduk dalam rumah sampai aksi mogok ini selesai. Rumah sakit akan tetap melayani mereka,” kata Anne Aitcheson dari pihak rumah sakit.

Sementara itu, negosiasi akan terus berlanjut antara asosiasi dokter muda, manajemen rumah sakit dan kementerian kesehatan. (*)

Facebook Comments Box