Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri menggelar rapat pemutakhiran data tindak lanjut hasil pemeriksaan inspektorat Provinsi Papua tahun 2017.

NABIRE (PB) – Sampai saat ini roda pengawasan di era otonomi diakui belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Untuk itu, Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri menganggap pemutakhiran data dirasa sangat penting.

Seperti yang dikatakan Inspektur I Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Dadang Sumantri, pemutakhiran data merupakan agenda rutin, strategis bidang pengawasan sebagai tindak lanjut peraturan pemerintah, dan telah mewajibkan kepala daerah untuk melakukan pemantauan dan pemutakhiran data tindak lanjut hasil pembinaan pengawasan.

“Penyelenggaraan Pemda dalam undang-undang pemda dilatarbelakangi semangat otonomi, yang mempercepat kesejahteraan rakyat dan meningkatkan daya saing melalui tiga bentuk pengawasan,” jelas Dadang kepada wartawan, di Nabire pekan ini.

Lanjutnya, tiga bentuk pengawasan yakni pengawasan umum, pengawasan teknis, dan pengawasan kepala daerah terhadap perangkat daerah, yang diharapkan kebijakan pemberian otonomi daerah yang seluas-luasnya kepada daerah dapat berjalan efektif.

Ia menekankan, secara sederhana pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah dapat berjalan efektif, apabila telah memenuhi empat pondasi ideal penyelenggaraan pemerintah daerah.

Pertama, terkait dengan perencanaan pembangunan dan pengarah penganggaran daerah yang disusun secara konsisten. Kedua, pengelolaan APBD tepat waktu, pro rakyat dan transparan. Ketiga, standar pelayanan minimal urusan pemerintahan terpenuhi, dan keempat laporan keuangan pemerintahan daerah mendapat opini WTP dari BPK. “Papua sudah mendapat opini ini berkat Pak Sekda, Inspektur dan jajaran,” akunya.

Masih menurut Dadang, keempat hal tersebut sampai saat ini menjadi persoalan fundamental secara umum, penyelenggaraan dari aspek pembangunan secara nasional baru 17,07 persen program yang terdapat didalam RPJMD tidak dijabarkan dalam RKPD. “Di samping itu terdapat inkonsistensi antara dokumen RPJMD dengan KUAPPS sebesar 25.03 persen,” tambahnya.

Dadang menambahkan, dari aspek pengelolaan APBD masih terdapat pemerintah daerah yang terlambat menetapkan. Dari segi kualitas belanja ternyata APBD tahun 2017 secara nasional menunjukkan banyaknya belanja tidak langsung masih lebih besar yakni 59.61 persen dibanding belanja langsung 40.39 persen.

“Hal ini tentu tidak sehat. Dapat diartikan dalam membangun sebuah rumah lebih besar biaya tukang dibanding rumah itu sendiri. Hal ini yang perlu mendapat penguatan pengawasan APIP yaitu meyakinkan penyajian pelaporan keuangan daerah mendapat opini WTP,” tandasnya. (YMF)

Facebook Comments Box