KARUBAGA (PB)—Maraknya berita atau informasi palsu dan ujaran kebencian (hate speech) yang beredar, baik di media sosial maupun di tengah masyarakat menjadi ancaman serius bagi bangsa Indonesia, tak terkecuali di Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua. Berita hoax itu kadang berupa isu SARA yang memecah belah persatuan dan berpotensi memicu konflik.
Menyikapi hal ini, Polres Tolikara beserta Pemerintah Kabupaten Tolikara, unsur Forkopimda Tolikara dan sejumlah elemen masyarakat, Kamis (15/03/2018) mendeklarasikan sikap dan komitmen Anti Hoax.
Kegiatan deklarasi dipimpin oleh Kapolres Tolikara AKBP Mada Indra dengan menggelar apel bersama dilanjutkan dengan membubuhi tandatangan di atas kain putih sepanjang seratus meter di halaman Polres Tolikara di Karubaga, ibukota Kabupaten Tolikara.
Menurut Kapolres Mada indra, hoax adalah kabar atau informasi atau berita palsu atau bohong yang bertujuan untuk membuat opini publik, menggiring atau membentuk persepsi yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
“Maka dari itu ada sanksi bagi pelaku penyebaran berita hoax yang diatur dalam Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang ITE. Bagi pelaku penyebaran hoax dan hate speech (ujaran kebencian—Red.) dijerat hukuman 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp. 100,000,000,” kata Mada Indra.
Oleh karena itu, lanjut Mada, seluruh masyarakat Tolikara bersama jajaran Pemerintah Daerah, TNI/Polri dan berbangai pemangku kepentingan lain di Tolikara perlu mengambil sikap tegas untuk menolak berita hoax di Tolikara .
“Kami masyarakat di Kabupaten Tolikara menolak dengan keras dan tegas segala bentuk penyebaran hoax yang berdampak menimbulkan konflik dan bertentangan dengan norma agama, bangsa,dan negara,” tegas Kapolres Mada indra.
Dalam upaya penegakan hukum terkait hoax, Kapolres Mada mengaku telah mengirimkan dua orang penyidik mengikuti pelatihan tindak pidana cyber di Polda Papua. Hal ini bertujuan meningkatkan kapasitas dan pemahaman penyidik untuk menangani kasus ujaran kebencian, penyebaran berita bohong atau hoax bila sesewaktu kasus kejahatan ini muncul di Tolikara dengan menggunakan UU ITE No. 11 tahun 2018.
Kapolres Mada juga menjelaskan, langkah awal yang diambil oleh Polres Tolikara adalah mengajak semua pemangku kepentingan, baik Pemda Tolikara, tokoh pemuda, tokoh adat, tokoh perempuan, tokoh agama, dan para siswa SMA untuk terlibat aktif menolak dengan keras dan tegas segala bentuk penyebaran berita bohong atau hoax.
“Jika ada oknum-oknum tertentu menyampaikan berita bohong, jangan langsung disebarkan. Mohon untuk dicek kembali kepada pihak-pihak yang terkait dalam berita itu agar jika terbukti tak benar, hoax bisa dihentikan,” kata Mada
Sementara itu Sekretaris Daerah Tolikara Drs. Panus Kogoya diwakili Staf Ahli Bidang Kesejahteraan Rakyat, Labansi mendukung penuh upaya Polres Tolikara dalam memerangi berita bohong/hoax atau ujaran kebencian. Menurutnya, belakangan ini berita hoax sangat kuta berpotensi memecah belah hubungan kekeluargaan dan keharmonisan sesama masyarakat pada umumnya.
“Karena itu Pemerintah bersama masyarakat Tolikara menolak dengan keras dan tegas berita hoax. Sebab kita selama ini hidup damai dalam masyarakat, jangan mudah percaya dengan hoax,” tegas Labansi.
Hal senada juga disampaikan salah seorang tokoh masyarakat Tolikara, Kitagen Yikwa, yang menolak dengan tegas segala bentuk penyebaran berita bohong atau hoax yang bisa berdampak konflik.
Menurut Kitagen, apabila ada oknum-oknum tertentu dengan sengaja menyebarkan berita bohong atau ujaran kebencian melalui berbagai media sosial hingga ke tengah masyarakat, maka ia meminta Polres Tolikara harus segera menangkap dan memproses pelaku sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Tak hanya itu, sejumlah orang yang masih menjual milo (minuman keras lokal—Red.) atau masih main togel dan adu ayam harus dihentikan. Karena semuanya itu bertentangan dengan ajaran agama dan aturan hukum negara,” (Derwes Yikwa/Diskominfo Tolikara)