Jumpa pers yang digelar Dinkes Papua, Balai Besar POM, IDO Kota Jayapura, perwakilan KPA Papua dan pegiat LSM di Aston Hotel Jayapura, Kamis (09/05/2019)

JAYAPURA (PB.COM)—Dinas Kesehatan Provinsi Papua meminta para Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA) dan juga semua lembaga yang bergerak di bidang pananganan HIV-AIDS di Provinsi Papua untuk menggunakan obat Antiretroviral atau ARV dalam proses pengobatan penyakit mematikan itu. Bukan dengan obat atau suplemen lain yang belum terbukti menekan virus dan memperpanjang harapan hidup ODHA.

Pernyataan itu disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Papua drg. Aloysius Giyai, M.Kes menyoroti isu penggunaan terapi Stem Cell bagi penderita ODHA yang ditawarkan dr. Jhon Manansang dan mulai digunakan oleh sejumlah ODHA di Kabupaten Jayapura.

“Kami dari dinas kesehatan dalam memberi obat ARV kepada penderita HIV/AIDS ini, ada standar yang dipenuhi mulai dari rekomendasi WHO lalu tiga peraturan Menkes mengenai penanganan HIV/AIDS. Sehingga obat diluar ARV itu kami katakan ilegal. Apalagi tidak punya ijin dari BBPOM,” tegas Aloysius saat menggelar jumpa pers di Aston Hotel Jayapura bersama Balai Besar POM Jayapura, IDI Kota Jayapura, perwakilan KPA Papua dan pegiat HIV-AIDS, Kamis (09/05/2019).

Terkait itu, Aloysius mengimbau Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Jayapura agar segera mengambil langkah untuk menarik sejumlah obat maupun suplemen ilegal tersebut.

Kepala Bidang Penindakan BBPOM Jayapura, Drs. Buyung, Apt memastikan suplemen yang diklaim mampu menyembuhkan HIV-AIDS, seperti Purtier Plasenta sampai saat ini belum terdaftar di lembaga tersebut.

“Kalau yang terdaftar di kami itu obat dengan tulisan purtier. Sementara portier plasenta ini masih dalam bentuk suplemen dan tak terdaftar. Sehingga bagaimana sikap kami dan langkah kedepan, kami akan koordinasikan dulu dengan dinas kesehtaan provinsi dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Selanjutnya, baru kami ambil langkah. Tapi yang jelas produk tidak terdaftar harus kami tarik,” katanya

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Jayapura dr Samuel M. Baso, Sp.PD menegaskan bila ada pihak yang merasa dirugikan berkenaan dengan penyataan atau penggunaan stem cell, diimbau untuk melapor ke IDI setempat.

“Tentunya kami di Kota Jayapura akan berkoordinasi dengan IDI Kabupaten Jayapura yang menjadi tempat domisili bersangkutan. Tapi sekali lagi minimal harus pengaduan yang menyatakan ada pelanggaran kode etik,” katanya.

Ia juga menyayangkan  sikap kontroversial dr. Jhon Manangsang yang kedua kalinya ini dalam penanganan HIV-AIDS di Papua. Sebelumnya, pada 2007 silam, Manangsang juga pernah mendorong Pemerintah Provinsi Papua melakukan pemasangan mikrochip bagi penderita ODHA.

“Sehingga IDI bisa cabut izin prakteknya. Tapi pasti harus ada aduan dulu, kita investigasi lalu jika bersalah kita cabut,” tegasnya.

Pegiat HIV-AIDS dari Jayapura Support Group, Robert Sihombing mempertimbangkan untuk membuat aduan terkait dengan pernyataan dr. John Manangsang yang mendorong penggunaan stem cell.

“Bahkan dari data kami sudah ada 15 orang yang lebih dominan ada di Kabupaten Jayapura menggunakan stem cell. Di lain pihak, pada dua hari lalu kami didalam whatsapp grup mengalami kedukaan karena salah satu pasien HIV dinyatakan meninggal akibat meninggalkan ARV dan menggunakan stem cell,” katanya.

“Isu ini sudah menjadi fakta dan beredar di media sosial terus kemudian kita harap bisa segera di investigasi oleh pihak terkait. Makanya, komunitas kami juga kalau memang disebut oleh IDI harus ada aduan supaya mereka bertindak, maka kita pertimbangkan buat sebuah laporan,” ucapnya.

 

Keputusan Sepihak

Terkait kasus ini, Kepala Divisi Program dan Monitoring Evaluasi Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Papua dr. Anthon Mote memastikan, sikap Ketua Harian KPA Papua, Yan Matuan yang mendorong penggunaan stem cell bagi penderita HIV, dinilai sebagai keputusan pribadi.

Kepala Divisi Program dan Monitoring Evaluasi KPA Papua dr. Anthon Mote

“Sebab jujur saya katakan belum ada rapat atau kesepakatan secara tertulis bersama anggota lainnya, yang mendorong penggunaan stem cell ini. Dalam hal ini, Ketua Harian KPA Papua saya pikir dia salah menangkap. Apalagi yang bersangkutan masih seorang awam. Makanya, saya secara pribadi persalahankan mereka yang menyampaikan kepada ketua harian. Sebab kalau ada pihak lain mau sampaikan sesuatu, termasuk mendorong penggunaan stem cell, maka secara profesional ahrus prasentasekan kepada seluruh anggota KPA,” kata Anthon.

Sebelumnya, isu penggantian ARV dengan Stem Cell beredar bagi penderita ODHA di Papua beredar dan menimbulkan polemik dan keresahan. Hal ini didorong oleh dr. Jhon Manangnsang yang menilai Stem cell (Purtier Placenta Stem Cell) atau Sel Punca diyakini mampu menyembuhkan penyakit kanker dan penyakit kronis lainnya, di antaranya HIV-AIDS. (Gusty Masan Raya)

 

Facebook Comments Box