Ketua Umum Partai Papua Bersatu Kris Fonataba, S.Sos bersama Sekjend Ev. Darius W. Nawipa, S.Sos,M.Th.

JAKARTA (PB.COM)Ketua Umum Partai Lokal Papua Bersatu Kris Fonataba, S.Sos mengatakan saat ini pihaknya tengah mengguggat Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta. Pasalnya, partai lokal yang sudah didaftarkan dan telah mendapat SK dari Kemenkumham pada 2014 melalui Direktur Tata Negara Hukum itu tiba-tiba dibatalkan dan tak bisa diikutsertakan dalam pemilu, baik Pileg, Pilpres hingga Pilkada di Provinsi Papua dan Papua Barat.

“Hari ini agendanya adalah mendengar jawaban dari Presiden atau yang mewakili terkait gugatan kami. Jadi kami gugat lapis dengan 29 Bab dan 79 Pasal Undang-Undang Otonomi Khusus Papua. Kami yakin kami menang dan itu sudah terbaca pada sidang kedua 23 September 2019 dimana MK sudah menetapkan 43 alat bukti yang kami ajukan itu sah demi hukum. Kami berharap, keterangan dari Presiden atau yang mewakili bisa memberi harapan bagi peradaban baru Papua. Karena kami sudah dirugikan dari aspek hukum maupun material. Partai ini kami sudah daftar 2014 lalu. Kenapa tidak diloloskan,” kata Fonataba menjawab papuabangkit.com di Jakarta, Senin (07/10/2019).

Menurut Fonataba, pihaknya mengguggat UU Otonomi Khusus secara menyeluruh karena dari 79 Pasal itu, banyak pasal yang multitafsir sehingga mendorong pihaknya melakukan gugatan uji materi di Mahkamah Konstitusi. Salah satunya, ialah pasal 28 tentang pendirian partai lokal di Provinsi Papua dan Papua Barat.

“Mengapa kami lakukan gugatan karena ada sebuah tindakan hukum yang dilakukan Kementerian Hukum dan HAM RI yaitu Direktur Tata Hukum Negara. Pertama, 2014, Menteri Hukum dan HAM keluarkan SK untuk Partai Lokal Papua Bersatu. Pada 21 Januari 2015, Kemenkumham melalui Direktur Umum dan Administrasi mencabut SK kami. Sehingga 5 Februari 2015, Direktur Tata Hukum Negara Kemenkumham melakukan rapat bersama kami terkait SK kami yang dicabut. Di dalam rapat itu, ada sebuah tindakan hukum yang dilakukan oleh Direktur Tata Hukum Negara terhadap regulasi partai lokal di Papua dan Papua Barat dimana  ia melakukan penandatanagan berita acara dan verifikasi dokumen kami,” urainya.

Atas dasar ini, lanjut Fonataba, pada 2017 lalu, pihaknya melakukan pendaftaran sebagai partai peserta Pemilu di di KPU Papua dan Papua Barat seperti partai lainnya mengacu pada UU Pemilu No 7 tahun 2017 dan Peraturan KPU No 7 tahun 2017. Pada saat pendaftaran itu, KPU Papua dan Papua Barat menerima berkas Partai Papua Bersatu dan menandatangani Berita Acara pada 17 Oktober 2017.

“Namun karena belum ada pentolan hukumnya yakni Peraturan Daerah Khusus atau Perdasus tentang ini, maka KPU tidak melakukan verifikasi administrasi partai kami. Walau Perdasusnya sudah disahkan 2016 oleh DPR Papua. Saat didorong kepada Mendagri, tetapi Mendagri menyurati Gubernur Papua agar ditinjau kembali. Ini yang buat kami gugat Pemerintah Pusat. Padahal partai lokal itu perintah UU Otsus. Sebab Perdasus yang sudah disahkan DPR Papua itu sudah sah demi hukum bahwa 30 hari Mendagri tidak memberi nomor registrasi maka Perdasus itu sah demi hukum. Bagian ini yang tidak dilihat baik oleh DPRP dan Pemerintah Provinsi,” tegas Fonataba.

Sementara itu Sekjend Partai Papua Bersatu Ev. Darius W. Nawipa, S.Sos,M.Th mengatakan yang menjadi materi gugatan pihaknya adalah alasan Kemenkum HAM yang mencabut surat SK Partai Lokal bahwa regulasi UU Otsus Bab VII Pasal 28 ayat 1-4 itu sifatnya masih multitafsir.  “Karena itu kami berinisiatif mengajukan gugatan uji materi ke MK,” katanya.

Ia menegaskan, Pemerintah Pusat harus memahami bahwa lahirnya UU Otsus 2001 adalah resolusi konflik terhadap Papua yang ketika itu sebagian kalangan ingin memisahkan diri dari NKRI. UU Otsus dianggap menjadi solusi untuk membangun kesejahteraan. Namun implementasi UU Otsus ini belum menjawab kebutuhan Papua hingga terjadi konflik dan timbulnya instabilitas keamanan dua bulan belakangan di Papua.

“Oleh karena itu kami berharap sebelum UU Otsus ini berakhir 2021 nanti, Pemerintah Pusat buka mata dan segera mensahkan Partai Lokal Papua Bersatu yang kami dirikan ini agar di tahun depan sudah bisa jadi peserta pemilu. Supaya hak politik Orang Asli Papua itu tidak membias, ada wadah partai lokal ini. Uji kami dengan verifikasi faktual dan administrasi. Kami bukan berwacana. Bahkan sejak 2014 hingga 13 Oktober 2017, kami juga sudah daftar sesuai Peraturan KPU nomor 7 tahun 2007. Kami datang dengan ketulusan hati untuk mengajukan hal ini agar Pemerintah Pusat buka mata bahwa Partai Lokal sesungguhnya hadir untuk membantu negara menjaga stabilitas politik di Papua dengan mengakomodir kepentingan politik Orang Asli Papua,” kata Nawipa. (Gusty Masan Raya)

 

Facebook Comments Box