HUJAN baru saja mengguyur Kota Jayapura. Malam itu, Selasa 23 Februari 2021. Tiga unit mobil truk Dalmas milik Polresta Jayapura Kota beriringan keluar dari halaman parkir Mapolresta di Jalan Ahmad Yani No. 11, ketika waktu menunjukkan Pkl. 21.30 WIT. Mereka meluncur ke arah Kloofkamp, lalu berbelok ke kanan sesudah seratusan meter dari markasnya.
Di Jalan Percetakan, tepatnya di depan toko Medan Jaya, satu unit Dalmas tiba-tiba berhenti. Dua lainnya meluncur terus. Sekitar 10 orang anggota polisi berbadan tegap turun dari mobil. Belasan lainnya tetap di dalam. Dengan berseragam dinas, mereka mendatangi satu per satu para penjual makanan yang berjejer sepanjang jalan dari mesin ATM hingga Apotik Aglusia. Tanpa senjata. Tanpa marah-marah.
“Bapa ibu, kami mohon maaf, ini sudah waktunya harus stop jualan, ya. Kami mohon pengertian. Sesuai aturan, kita harus tutup, ya,” terdengar suara salah seorang anggota polisi. Lantang.
“Iya pak. Kami mohon maaf,” ujar Nia Rianti (35), pedagang martabak telur dan terang bulan sambil melayani seorang pembeli. Rupanya itu pembeli terakhirnya.
Beberapa polisi lain melakukan hal yang sama. Mereka menghampiri satu per satu pedagang, mulai dari lapak penjual sate, hingga nasi kuning Mandra di depan Toko Bintang Makmur. Mereka menyapa dengan santun. Walau sebenarnya, pesannya tegas! Harus stop jualan sekarang juga!
Adalah Iptu Zainuddin Ashari, A.Md, salah seorang dari 83 personil polisi yang bertugas malam itu. Saat-saat bincang-bincang dengan papuabangkit.com, Ashari bilang, tugas mereka jelas. Sebagaimana tertera dalam Surat Perintah Kapolresta Kota Jayapura Nomor: Sprin/174/II/2021, ia dan teman-temannya melakukan penertiban batas waktu aktivitas dan pendisiplinan warga untuk menerapkan protokol kesehatan di Kota Jayapura pada 23 Februari 2021.
“Jam 8 malam kita mulai apel persiapan makan malam. Jam 9 kita mulai keluar dengan tiga mobil Dalmas. Kita tim banyak. Kalau lengkap sampai 80a-an orang. Ini memang tim gabungan, ada yang dari Lantas, Kesehatan, Intel dan unit-unit lain,” tutur Ashari di sela-sela giat patroli.
“Keliling seluruh Kota Jayapura?”
“Tidak. Karena di seluruh Polsek juga lakukan. Jadi kita paling di seputaran percetakan, Ruko, Dok II, lalu ke Argapura dan Hamadi. Kadang ke Abepura juga. Target jam 12 kita sudah kembali ke Mapolres karena esok kita harus masuk kantor lagi,” tuturrnya.
Menurut Ashari, hingga akhir Februari 2021, sebenarnya pihak kepolisian di Kota Jayapura belum melakukan penindakan. Masih sebatas imbauan dan teguran saja. Tetapi kadang ada teguran keras kepada pemilik atau pengelola warung/lapak jualan makanan. Bahkan, sebagian polisi meminta para penjual yang kedapatan melanggar aturan untuk menandatangani surat pernyataan. Dan berjanji tidak melanggar lagi mulai esok hari dan seterusnya.
“Jika ke depan sudah mulai dilakukan penindakan, kita gabung dengan Pol PP. Juga dengan Bank Papua karena mereka yang terima uang sanksinya. Setahu saya, yang masker dendanya Rp 200 ribu, kalau pemilik warung Rp 50 juta. Jadi yang kedapatan masih berjualan di atas jam 9 malam akan kena sanksi,” katanya.
Di tengah tugas yang dijalankannya, sebagai manusia, Ashari mengaku selalu punya rasa kasihan. Hatinya iba, manakala melihat jualan makanan milik para pedagang itu masih banyak. Menumpuk. Belum laku. Apalagi, Ashari yang lahir besar di Abepantai ini juga memiliki orang tua berlatar belakang pedagang dari Selayar, Sulawesi Selatan.
“Kadang saya sedih, dalam hati kecil saya nangis. Lihat sate atau nasi kuning atau makanan apa saja yang mereka jual masih banyak. Sementara waktu sudah jam 9 malam dan saatnya harus tutup. Ya mau gimana lagi. Demi keselamatan banyak orang di masa wabah corona ini, kita tetap jalankan perintah,” urainya terbata-bata.
Ashari bukan polisi biasa. Ia adalah Perwira Urusan Kesehatan (Paurkes) sekaligus Kepala Poliklinik Polresta Jayapura Kota. Sejak April 2020, ia dipercayakan sebagai Komandan Tim Unit Reaksi Cepat (URC) Polresta Jayapura Kota. Unit ini bekerjasama dengan Unit Percepatan Pembangunan Kesehatan Papua (UP2KP) pimpinan drg. Aloysius Giyai, M.Kes. RSUD Jayapura dan RSUD Abepura bertugas mengevakuasi pasien yang celaka atau bergejala Covid ke fasilitas kesehatan terdekat.
“Berarti URC Polresta Jayapura Kota sudah tidak aktif?”
“URC masih ada. Belum bubar. Tapi kami terkendala kendaraan operasional karena Ambulance Hilux sudah ditarik Dinkes Kota Jayapura saat LPMP diaktifkan sebagai tempat karantina pada September 2020,” kata pria kelahiran 11 Juli 1978 ini.
Di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang kian lesu dihantam pandemi Covid-19, Ashari memaklumi bahwa para pedagang kaki lima sedang dalam tekanan psikologis. Sress. Sebab pendapatan mereka tentu berkurang drastis. Sementara kebutuhan hidup tetap harus dipenuhi.
“Kita berharap wabah ini cepat pulih agar keadaan kembali normal,” ujar Ashari.
Wali Kota Jayapura, Dr. Benhur Tomi Mano, MM mengatakan, kebijakan pembatasan aktivitas ekonomi masyarakat dari Pkl. 06.00 hingga Pkl 21.00 WIT diambilnya karena angka kasus Covid-19 di Kota Jayapura masih tinggi. Kasus baru melonjak naik. Sementara jumlah pasien Covid yang meninggal terus bertambah.
“Nanti kita rapat evaluasi, baru kita lihat lagi bagaimana kebijakan selanjutnya. Jadi kita batas aktivitas ekonomi, yang dulu sampai jam 10 malam, sekarang hanya sampai jam 9 malam. Semoga ini jadi solusi, ekonomi maupun kesehatan sama-sama bisa berjalan,” ujar Tomi Mano, Selasa, 23 Februari 2021.
Berdasarkan data Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Covid-19 Provinsi Papua, hingga 26 Februari 2021, jumlah angka kumulatif orang yang terpapar Covid di Bumi Cenderawasih adalah 18.006 orang di mana 15.542 orang (85,9 %) sudah dinyatakan sembuh, 2.114 orang (12,1 %) sedang dalam perawatan, dan 350 orang atau 1,9 persen meninggal dunia.
Dari data ini, Kota Jayapura menempati urutan tertinggi di Papua, dengan jumlah kasus mencapai 7.852 per 26 Februari 2021. Rinciannya, 6.663 orang sudah sembuh, 1.056 orang sedang dirawat, dan 133 orang meninggal dunia.
“Kita memang sudah berhasil menurunkan R0/RT (basic reproduction number/effective reproduction number—Red.) menjadi di bawah 1. Tapi angka masih naik. Makanya kita kembali batasi aktivitas ekonomi dari jam sepuluh malam ke jam sembilan malam,” ujar Walikota Mano.
Namun kebijakan yang tertuang dalam Instruksi Walikota Jayapura Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perpanjangan Langkah Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 di Kota Jayapura ini rupanya tidak sejalan dengan Surat Edaran Gubernur Papua Nomor: 440/1877 tertanggal 17 Februari 2021.
Dalam Surat Edaran yang ditandatangani oleh Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal, SE.MM, Forkopimda di Papua mengambil kebijkan baru membatasi kegiatan perekonomian masyarakat. Jam operasional untuk pusat perbelanjaan/mall sampai dengan pukul 19.00 WIT.
“Nah, komandan mereka mau ikuti aturan yang mana, Walikota atau Gubernur?”
“Sesuai perintah atasan, kami ikut yang jam 9 malam,” jawab Polisi Ashari.
Polisi Humanis di Tengah Pandemi
Peran polisi sejak masa Pandemi Covid memang tidak ringan. Mereka mendapat tambahan tugas baru yaitu menertibkan dan mendisiplinkan masyarakat yang melanggar aturan protokol kesehatan. Mereka juga ikut menjadi garda terdepan dalam membantu pemerintah daerah melakukan sosialisasi dan edukasi di tengah masyarakat hingga ke pelosok-pelosok Papua.
Wakil Gubernur Klemen Tinal, SE.MM berterima kasih dan mengapresiasi kinerja dan dedikasi Kepolisian Daerah (Polda) Papua. Sejak April 2020 silam, kata Klemen, ketika jumlah pasien yang terpapar virus asal Wuhan itu kian banyak, Pemerintah Provinsi Papua menurunkan aparat keamanan dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol) untuk aktif mengawasi aktivitas warga, terutama kerumunan dan kegiatan ekonomi di malam hari yang di sejumlah titik di Kota Jayapura.
“Disiplin warga akan ditinjau kembali, saya minta tolong kepada masyarakat Jayapura agar mematuhi aturan yang sudah ditetapkan. Ini fakta, kasus Covid kita sangat tinggi. Mari kita disiplin terapkan protokol kesehatan agar kasus kita semakin turun,” kata Klemen.
Di Papua, ketika Forkopimda Papua menetapkan status darurat April hingga akhir Mei 2020, Kapolda Papua Irjen Pol Drs. Paulus Waterpauw memang sudah mengambil kebijakan tegas untuk membantu pemerintah daerah dari sisi keamanan dan hukum.
“Kami akan menindak masyarakat yang berkumpul dan beraktivitas di luar rumah di jam-jam yang jelas sudah dilarang. Tentu dengan teguran dulu, kalau membandel maka kami akan tindak tegas,” ujar Waterpauw.
Tugas Polri di masa pandemi di Papua pun kian mendapat legitimasi. Pada Senin, 16 November 2020, Kapolri Jenderal Idham Azis menerbitkan surat telegram untuk para kapolda berisi pengawasan penerapan protokol kesehatan terkait virus Corona (Covid-19). Dalam telegramnya, para Kapolda di seluruh Indonesia diperintahkan proaktif, menjadi teladan, dan berani menindak tegas para pelanggar protokol kesehatan (Prokes).
Perintah tersebut tertuang dalam Surat Telegram Kapolri nomor ST/3220/XI/KES.7./2020. Surat telegram itu diteken oleh Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo atas nama Kapolri. Listyo Sigit kini menjabat Kapolri sejak 27 Januari 2021.
“Proaktif bersinergi dengan TNI, pemerintah pusat, Pemda, dan kementerian lembaga untuk bersama secara terpadu melaksanakan pengawasan, patroli penerapan prokes, pendisiplinan dan penegakan aturan prokes untuk menekan penyebaran Covid-19, dengan mempedomani Inpres Nomor 6 Tahun 2020,” demikian bunyi Surat Telegram Kapolri tersebut sebagaimana dikutip dari rmol.id.
Menurut Idham, apabila dalam penegakan perda tentang protokol kesehatan Covid-19 ditemukan adanya upaya penolakan, ketidakpatuhan atau upaya lain yang yang menimbulkan keresahan masyarakat dan mengganggu stabilitas keamanan, maka lakukan upaya penegakan hukum secara tegas terhadap siapa pun, ulangi, lakukan penegakan hukum secara tegas terhadap siapapun (mengacu Pasal 65, 212, 214 ayat (1) dan (2), Pasal 216 dan Pasal 218 KUHP, KUHAP, UU Nomor 2 Tahun 2020, Pasal 84 dan Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018).
Tetapi polisi di Papua tidak melulu terlibat pada penindakan dan penertiban. Berbagai kegiatan sosialisasi dan edukasi yang humanis juga dilakukan aparat kepolisian di berbagai daerah. Ini merupakan bentuk dedikasi dan kepedulian Polri terhadap masyarakat agar bisa terhindar dari virus corona.
Misalnya pada Sabtu, 6 Februari 2021, Kapolresta Jayapura Kota Kombes Gustav R. Urbinas, didampingi Wakapolresta AKBP Supraptono dan para pejabat utama Polresta. melaksnakan kegiatan pembagian masker bagi masyarakat di sejumlah tempat umum seperti pasar dan beberapa titik jalan utama. Terdapat 1,000 masker yang dibagikan kepada masayarakat.
“Ini bentuk dukungan kami kepada pemerintah daerah untuk mencegah penyebaran virus corona,” ujar Kombes Gustav Urbinas.
Polisi wanita di Papua pun tak mau ketinggalan. Pada 26 Juli 2020 misalnya, bertempat di Taman Baca Kwamki Lama, Binmas Noken Polri Bersama simpatisan Peduli Kesehatan Anak Papua Melaksanakan Edukasi Kesehatan Kepada Anak-anak Papua untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam masa pandemi terhadap Generasi Papua.
Dalam kegiatan edukasi ini, Binmas Noken Polri dan Simpatisan Peduli Kesehatan Anak Papua mengajarkan kepada mereka cara mencuci tangan serta pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) yang benar berupa masker. Tak hanya itu, kegiatan edukasi kesehatan lain pun di lakukan dengan mengajarkan kepada Anak Papua cara menggosok gigi.
Di ujung Februari 2021, tiga malam berturut-turut papuabangkit.com menemui sejumlah pedagang di beberapa sudut Kota Jayapura. Di Perumnas II Waena, tepatnya di seberang Salon Apple. Rony (65), penjual gorengan yang berusia sepuh, mengaku pernah didatangi aparat polisi karena sudah lewat waktu.
“Ya, kami ikuti sesuai aturan, karena denda besar,” ujarnya, Jumat 26 Februari 2021.
“Apa polisi bertindak kasar?”
“Oh tidak sama sekali. Mereka hanya mengimbau agar ditutup. Mereka bicara baik-baik,” ujarnya.
“Pernah saat operasi, ada dua polisi yang datang nanya-nanya. Kami ngobrol. Dagangan laku gak? Satunya tanya. Saya bilang, ini saya bawa 500 tusuk, baru laku 200 lebih. Ya mereka peduli dan prihatin. Tapi mereka harus jalankan tugas. Saya juga mengerti,” ujar Slamet Bagio (43), penjual sate kepada papuabangkit.com, Kamis, 26 Februari 2021. Slamet mangkal di Jalan Ahmad Yani, Kota Jayapura.
“Anak saya 3 orang. Masih kecil. Jualan banyak yang tidak laku, kami hidup darimana,” sambung Slamet mengeluh.
Pengakuan yang sama disampaikan pemilik warung tenda Ria Sulistyani (34). Warung yang terletak di sebelah utara Mall Jayapura di APO berbagai makanan lalapan. Ayam, lele dan mujair. Malam 23 Februari 2021 itu, mereka ikut ditegur oleh sejumlah polisi.
“Iya benar, kami pernah ditegur minggu lalu karena jualan lewat jam 9 malam. Tapi mereka tidak kasar atau marah. Ya dari situ, keesokan harinya kami harus taat. Sudah jadi aturan pemerintah, mau gimana lagi. Kami gak bisa nolak,” ujar Ria, Rabu 25 Februari 2021.
“Pendapatan berkurang banyak ya?”
“Ya jelas, mas. Biasanya bisa Rp 2 juta. Sekarang Rp 750 ribu saja sudah syukur sekali,” timpal Ali, suami Ria.
Pengamat Sosial dan Birokrasi di Papua, Gabriel Maniagasi, M.Si mengapresiasi pendekatan persuasif dan humanis yang dilakukan aparat kepolisian di Papua, khususnya di Kota Jayapura dalam menertibkan aktivitas warga yang berjualan melewati batas jam yang ditetapkan pemerintah.
Menurut Maniagasi, di tengah Pandemi Covid-19 dimana keadaan ekonomi masyarakat benar-benar sulit, pendekatan humanis polisi dalam menegakkan protokol kesehatan adalah solusi yang ampuh untuk mencegah terjadinya konflik atau resistensi masyarakat dengan polisi.
“Masyarakat kecil, para pedagang yang jualan tentu sedaang terimpit karena pembatasan aktivitas ekonomi ini. Tetapi kita berharap ada kesadaran dari warga juga agar menaaati aturan. Polisi ini juga manusia, mungkin dari antara mereka orang tuanya juga pedagang. Karena itu pendekatan yang humanis lebih efektif,” kata Gabriel, yang juga Dosen Ilmu Pemerintahan di FISIP Universitas Cenderawasih Jayapura ini.
Aktivis muda Papua, Karl Karolus Wagab Meak menilai, sikap polisi yang humanis di masa pandemi Covid-19 adalah oase bagi masyarakat. Ketika masyarakat kecil di Kota Jayapura dalam tekanan akibat pandemi, sikap represif tidaklah tepat, sekalipun mereka salah.
“Fortite in re, sed sed suaviter in modo. Tegas dalam pendirian, tetapi lembut dalam cara. Kita berharap aparat kepolisian di Jayapura bisa konsisten melakukan prinsip itu dalam tugas. Lakukanlah penertiban dengan humanis, lembut, tetapi tegas demi kebaikan dan keselamatan bersama,” kata Karl.
Kepala Bidang Respon Emergency pada Unit Percepatan Pembangunan Kesehatan Papua, Darwin Rumbiak, S.Kep memiliki kesan tersendiri. Selama masa pandemi Covid, aparat kepolisian Pelresta Jayapura Kota juga terlibat banyak dalam tugas kemanusiaan. Misalnya, bekerja dengan UP2KP, RSUD Jayapura dan RSUD Abepura dalam Unit Reaksi Cepat (URC) yang dibentuk pada 20 April 2020. Para polisi ini bekerja tegas, cekatan, dan sangat peduli pada pasien.
“Pak Ashari sebagai Paur Kesehatan dan anggotanya memang selalu bekerjasama dan berkoordinasi dengan kami di UP2KP dan rumah sakit-rumah sakit, juga Dinas Kesehatan Kota Jayapura. Ketika ada laporan dari warga yang celaka atau terindikasi Covid, kami turun sama-sama melakukan evakuasi ke rumah sakit. Bahkan kerja mereka di URC Polresta Kota Jayapura ini 24 jam, sampai 5 personil pun terpapar Covid tahun lalu. Sebuah dedikasi yang luar biasa dari mereka untuk masyarakat Papua,” tutur Darwin. (Gusty Masan Raya)