*Oleh: Dr. Yumius Taplo S.Pd., M.Pd., M.Si
Latar Belakang
Sebagaimana tertulis dalam Alkitab Kejadian 1:26 Gelap gulita menutupi samudera raya dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air, juga didukung oleh semboyan “Extra Exlesia Nulla Salus” di luar Gereja tidak ada keselamatan menjadi dorongan utama para Missionaris untuk mengabarkan Injil ke seluruh dunia untuk menyelamatkan jiwa-jiwa orang pribumi berdasarkan Kisah Para Rasul 1: 8 dan Matius 28:19-20. Di kawasan Melanesia, para missionaris Amerika, Eropa dan Australia berusaha dengan berbagai cara dan menerima berbagai risiko untuk mencapai suku-suku pribumi yang terasing untuk mengkristenkan mereka agar memperoleh keselamatan melalui Injil dan Gereja yang dibawakan oleh para Missionaris tersebut.
Pekabaran Injil di daerah pedalaman Papua tidak terlepas dari peranan jejak-jejak Missionaris Christian and Missionary Aliance (CAMA), Asia Pasifik Christian Missionary (APCM), Regions Beiyond Missionary Union (RBMU) dan Unevangelised Field Mission (UFM). Pada tahun 1953 penerbangan pertama dilakukan di daerah Pedalaman Pegunungan Jayawijaya, untuk menyelidiki kemungkinan penginjilan pada daerah-daerah sasaran. Pada saat itu survey dilakukan dari udara di sekitar daerah Bokondini dan sekitarnya, setelah penyelidikan kembali ke pusat pangkalan di Sentani.
Pada bulan April 1945 oleh badan Christian and Missionary Alliance (CAMA) Gereja Kingmi (GKII) mengadakan pendaratan pertama di sungai Baliem, berikutnya pada tanggal 22 Januari 1955 Misionaris dari Asia Pasific Cristian Missionary (APCM) terbang ke daerah Baliem lalu berjalan kaki menuju danau Archblod (Anoggongwok) bahasa Lani artinya: Danau Besar. Dari situ penginjil Bert Power dan teman-temannya berjalan kaki menuju Bokondini. Setelah sampai di Bokondini, melihat banyak penduduk, maka para misionaris tersebut memutuskan untuk menetap di daerah itu dan mendirikan Pos Pekabaran Injil.
Untuk mendukung proses pekabaran Injil, maka dibangunlah lapangan terbang (air strip) agar dapat dijadikan landasan pesawat misi MAF dan lapangan tersebut diresmikan pada bulan November 1956 yang kini dikenal sebagai lapangan terbang Bokondini, yang menjadi pangkalan utama pos pekabaran Injil daerah Pegunungan Tengah Papua. Dengan kerja sama tiga badan misi APCM, RBMU, UFM, terus berusaha untuk memasuki daerah baru yang terpencil, yang belum mengenal Kristus sebagai Juru Selamat.
Setiap daerah yang ditemukan harus berusaha untuk membuka Lapangan Terbang (Air Strip) guna memudahkan daerah tersebut untuk dkunjungi dan mendirikan Sekolah Buta Huruf, Balai Pengobatan (Poliklinik, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat pribumi dengan kerja sama ketiga badan Missi itu. Badan Missi dari Unevangelised Field Mission (UFM) pada tahun 1959/1960 telah memasuki di daerah wilayah Timur Jayawijaya tepatnya di daerah Oksibil dan merintis masuk ke daerah Nangultilbakon (Kiwirok) tepatnya di Bakonaka (Kiwi), pada tahun 1961 yang sekarang disebut “Pos Kiwi”.
GAMBARAN UMUM KEHIDUPAN MASYARAKAT PEGUNUNGAN BINTANG AWAL PEKABARAN INJIL
Kondisi Geografis
Kondisi geografis daerah Pegunungan Bintang tidak jauh bebeda dengan daerah pedalaman lain di Papua. Daerah ini diliputi oleh pegunungan, lereng, berbukit, berbatuan, jurang yang curam dan terdapat banyak sungai yang deras sehingga jangkauan para Missionaris juga pernah melalui hambatan dan rintangan yang sangat berat, tetapi karena pertolongan Tuhan sehingga semuanya berjalan dengan baik. Adapun batas wilayah Pegunungan Bintang meliputi:
- Wilayah bagian Timur berbatasan dengan Negara Papua New Guinea (PNG)
- Wilayah bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Keerom
- Wilayah bagian Selatan berbatasan dengan Kabupaten Boven Digul (Tanah Merah)
- Wilayah bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Yahukimo
Wilayah Pegunungan Bintang bagian utara terbentang suatu lembah kecil yaitu. Lembah Nangultilbakon yang memanjang dari timur ke barat. Panjang lembah ± 40 kм dan lebar 20 kм, tempat yang dihuni penduduk berada di ketinggian 1300 kм di atas permukan Laut.
Keadaan Penduduk
Berbicara tentang kehidupan penduduk dari kelompok suku maupun bangsa yang ada hubungannya dengan etnografi tentang suku-suku terasing, tidak terlepas dari kebudayaannya, juga termasuk 253 suku di Tanah Papua yang memiliki kesamaan budaya berupa tarian adat, cara berkebun, cara berburu, cara membangun rumah, maupun rumah adat. Namun ada keunikan dan kearifan lokal masing-masing yang bebeda. Pola kehidupan masyarakat zaman dahulu sebelum missionaris datang dan mengenal Pegunungan Bintang. Pengaruh luar hidupnya berpindah-pindah dan tidak menetap (nomaden), hal ini disebabkan karena kehidupan pada masa itu primitive dan Alamiah.
Kepercayaan (Religi)
Keprimitifan, kekafiran menyelimuti tanah Ngalum-Ketengban, Murop, Kambon, Batom, serta lainnya. Pegunungan Bintang dari berbagai kehidupan sangatlah tertutup bagi dunia luar. Untuk mengetahui adanya orang di balik gunung dan hutan belantara dari kehidupan keprimitifan itu, mereka membentuk kualitas kebudayaan termasuk pembentukan kepercayaan terhadap sesuatu yang mempunyai kekuatan gaib yang disembah, dipuja sebagai allah.
Dengan melihat kondisi kehidupan manusia pada zaman dahulu kala suku-suku di pedalaman Papua termasuk suku Ngalum – Ketengban, dan lainnya wilayah Pegunungan Bintang sebelum Missionaris membawah Injil, mereka selalu mengadakan upacara-upacara adat yang bersifat sakral berburu, meramu, dan yang lebih menyakitkan lagi yaitu, mengadakan perang suku yang dalam bahasa Indonesia disebut Nyawa dibayar dengan nyawa.
Akhirnya pada tahun 1960 misionaris dari UFM merintis masuk ke wilayah Pegunungan Bintang tepatnya disibilbakon (Oksibil) dan membangun rumah darurat di dekat mabilsit samping bandara udara Oksibil Kabupaten Pegunungan Bintang.
PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA INJIL DI PEGUNUNGAN BINTANG
Sekilas Tentang Masuknya Injil di Pedalaman Papua
Pada tahun 1953 penerbangan pertama dilakukan di daerah pedalaman pegunungan Jayawijaya (Papua) untuk menyelidiki kemungkinan penginjilan di daerah tersebut dan pada saat itu telah survey dari udara daerah Bokondini dan sekitarnya. Pada bulan April 1954 Misi dari Christian Missionary Alliance (CAMA) Gereja Kingmi (GKII) mengadakan pendaratan pertama di lembah Baliem. Pada tanggal 22 Januari 1955 Missionaris dari Asia Pasific Christian Mission (APCM) ke daerah baliem lalu berjalan kaki menuju danau Archold. Tempat ini misionaris Veldius Dawson dan Bon membuka pos dengan rumah darurat, kemudian menjadi pangkalan penginjilan ke daerah pedalaman lainnya
Kemudian Mulia dijadikan sebagai pusat pangkalan dari badan misi UFM (unevanglised field mission) dan dari tempat inilah penginjilan mencapai tempat-tempat lain di pedalaman Pegunungan Tengah di antaranya:
- Membuka lapangan terbang di Ilu pada tahun 1959 oleh badan misi UFM dan membangun pos misionaris untuk menginjili di daerah sekitarnya.
- Pada tahun yang sama (1959) membuka pos pekabaran injil di daerah kelila oleh Bert power dan Erickson, kemudian pos itu diduduki oleh badan misi Asia Pasific Christian mission (APCM).
- Usaha seterusnya dilakukan dengan mensurvei beberapa lembah dari udara, dimana terdapat banyak bekas kebun dan kampung kemudian dirintis masuk, di antarnaya injil masuk di daerah Pegunungan Bintang oleh badan Misi Unevanglised Field Mission (UFM) seterusnya membuka pos di daerah Nangultil Bakon tepatnya di Bakonaka (Kiwi) yang kemudian memberi nama Pos Missionaris UFM Kiwi (Kiwirok).
Kontak dengan penduduk adalah target utama bagi para Misionaris untuk dapat mempelajari bahasa daerah setempat dan menjadi salah satu keharusan bagi para misionaris agar pendekatan dengan penduduk dapat dicapai melalui komunikasi yang baik.
Ternyata banyak penduduk yang menyambut kedatangan para misionaris. Dengan antusias masyarakat yang sangat tinggi, pekerjaan apa pun yang dikerjakan missionaris yang dibutuhkan oleh masyarakat setempat termasuk mengerjakan lapangan terbang dan kepada mereka diberikan imbalan jasa berupa: Kulit Bia, Kapak, Parang, Korek Api, Manic-manik, Garam dan lain lain.
- Sejarah Singkat Misi UFM
Pada umumnya Misionaris dari sending UFM Amerika Canada bergabung dengan sending UFM Australia Melbourre kemudian sepakat untuk memasuki daerah Papua, berdasarkan undangan yang disampaikan Gubernur Pemerintah Colonial Belanda di Papua kepada khususnya Robert Story pimpinan UFM Australia di Melbourne. Berkaitan dengan itu baik Missionaris UFM Australia dan Amerika Canada masuk ke Papua menggunakan surat ijin pada bulan Juni 1950.
Pada tahun 1952 UFM membangun sebuah lapangan terbang di sending dan membentuk jemat mula-mula dengan anggota baptisan 150 orang kemudian lapangan terbang itu ditutup karena ada bermasalah dengan teman se-umat Gereja Katolik Roma.
Dengan demikian sebagai Missionaris yang visioner mengarah pada tiga tujuan penginjilan yaitu: menjangkau setiap orang suku daerah dengan injil Kristus mengajarkan firman Allah dalam bahasa setempat dan mendidik warga jemaat dalam bidang pendidikan formal dan nonformal dan menjangkau hampir sebagian suku di pedalaman maupun pesisir Tanah Papua.
Proses Masuknya Injil di Pegunungan Bintang
Pada tahun 1960 missionaris dari Sending Univanglised Field Mission UFM memasuki daerah Sibilbakon tepatnya lokasi perkebunan bijian ujung landasan Bandar Udara Oksibil dan membangun rumah darurat. Selanjutnya pada tahun 1961 penginjil Audy Lockhard bersama Kotan Taplo dan Manim Hiktaop menuju Oksibil bagian utara tepatnya menerobos masuk di Nangulbakon yang sekarang disebut Kiwirok, jadi perintis missionaris yang pertama masuk di wilayah Pegunungan Bintang adalah: Mr Audy Lockard, Mr Grenfield dan Mr Heyblam.
Seterusnya perkembangan penginjilan di daerah Pegunungan Bintang terus beranjak maju dan memasuki daerah daerah baru tanpa ada hambatan. Ada saja terjadi tetapi sebatas kesalahpahaman dan kita harus mengakui karena masyarakat peribumi melihat orang asing atau missionaris berarti dari kulit saja menandakan bahwa sangat menakutkan apalagi berbicara dengan mereka. Tetapi kuasa Roh kudus menyertai mereka sehingga hubungan komunikasi berjalan dengan baik walaupun memakai bahasa isyarat atau dengan gerakan tangan dan mata.
Penyebarluasan Pekabaran Injil di Wilayah Pegunungan Bintang
Pembinanan kepada masyarakat sudah mulai pada kemajuan walaupun dilakukan dengan cara yang sederhana, Masyarakat Ngalum, Kupel, dan lainnya dan sebatas pemahaman menggunakan bahasa isyarat, tetapi atas pertolongan Tuhan sehingga ada perubahan yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat Nangultil Bakon, sehingga pada tanggal 16 Juli 1968 pembaptisan pertama diadakan di daerah Hila-Hilabakon Kiwi oleh penginjil Audi Lochard dan Penginjil Carne, membatiskan satu orang saja, Yaitu: EV. Migim Silas Ibek (Gembala Pertama/Pemula).
- Masa Survey
Proses penyebarluasan di wilayah Pegunungan Bintang dilakukan dengan dua tahap yaitu, yang pertama dilakukan adalah tahap massa survey. Survey dilakukan untuk memantau, melihat penduduk dan melihat kondisi daerah masing-masing supaya proses pekabaran injil berjalan tanpa ada hambatan. Survey pertama dari pos UFM Kiwi menuju daerah Okyop pada tahun 1967 oleh Mr. Audy Lochard, selanjutnya kembali ke Kiwi. Kemudian survey ke bagian barat, Okhiika Okteneng, dilakukan pada tahun 1962 dan 1967 dilakukan oleh missionaries Mr. Audy Lockhar, kemudian survey di daerah Okbab, Omban Yapil, Borme, Bime, sampai ke Nalca.
Survey kedua kali dilakukan oleh Mr. Jack Hooke bersama Penginjil Yosep Daniel Tepmul, Mapumki Woki pada tahun 1972 . Selanjutnya di wilayah bagian utara survey pertama dilakukan pada tahun 1973 oleh Tuan Jack Hooke bersama pengantar Etilko Taplo, daerah Batom Okyako dan kembali ke Kiwi. Kemudian survey dilakukan di daerah Bias Moot dan sekitarnya oleh Mr .Jack Hooke dan teman-temannya kemudian survey oleh missi lokal di daerah Bias Moot dan sekitarnya pada tahun 1992 yaitu. Bapak Darius Mimin, Yosua Mimin, bapak Gad Tepmul setelah massa survey selesai dilakukan dengan pembukan pos baru pekabaran Injil.
- Pembukaan Pos Pekabaran Injil di Wilayah Pegunungan Bintang
Setelah missionaris UFM membuka pos di Bakonaka Kiwi, dan mengirim utusan ke wilayah timur, barat, utara dan selatan terutama pada daerah-daerah yang belum di jamah oleh injil, perkembangan penginjilan melangkah menuju basis dilakukan oleh para missionaris bersama penginjil lokal tamatan sekolah buta huruf (PBH). Baik itu berasal dari Suku Lani maupun Suku Ngalum. Tujuannya adalah memberitakan Injil Yesus Kristus kepada penduduk pribumi yang belum mengenal Tuhan.
Berikut adalah kronologis para missionaris dan penginjil lokal yang membawa masuk injil di daerah-daerah suku Ngalum dan Ketengban wilayah Pegunngan Bintang adalah sbb:
- Injil membawa masuk di daerah Okyob wilayah timur oleh missionaris M Audy Lockhar bersama penginjil Aipunok Kalakmabin, Hekweng Kalakmabin dan Yusuf Taplo.
- Berikutnya membawa injil masuk ke wilayah Okhika, Okteneng bersama missionaris M Audy Lockhar bersama penginjil Darius Mimin, Mapumki Biiki, Mapumki Woki tempatnya di daerah Bitipokbakon, Tumbiaka bakon, Tuplum Pom.
- Pada tahun 1965 penginjil bernama Salder (Halle) bersama penginjil Kwinte survey dan memasuki daerah Nalca yang didiami Suku Homonggo.
- Pada tahun 1970 Missionaris Carne dari Kiwi berjalan menuju Yapil Dumpasik kemudian membuka pos penginjilan sampai di daerah Okbab seterusnya injil masuk di daerah Omban pada tahun 1972.
- Pada tahun 1974 mengadakan survey dan injil masuk di daerah Bime dan daerah Eipumek injil masuk pada tahun 1976/1977. Pada tahun yang sama terjadi suatu peristiwa penting yaitu di daerah Bime terjadi gempa bumi yang dahsyat dan menewaskan ratusan penduduk.
- Di daerah suku Batom survey pada tahun 1970, dan penginjil missionaries Jack Hook membawa masuk injil pada tahun 1973. Bersama penginjil local dari Kiwi ,yaitu: Pdt. Tomi Hiktaop, Boas Murib, Yakob Taplo, dan masih ada yang lain, yang kami tidak
- Injil di daerah Mot yang merupakan suku YEFTA, dilakukan survey pada tahun 1982, dan membuka lapangan terbang pada tahun 1988 oleh Penginjil Jack Hook.
- Tim survey bersama para penginjil masuk ke Bias tahun 1985, dan membuka lapangan terbang tahun 1996.
- Daerah Bape dan suku Kambon dibuka sebagai Pos Penginjilan pada tahun 1978/1979, oleh Pdt Andarius Uopdana (Alm).
- Injil masuk ke lembah Kower Oksibil barat (setding) pada tahun 1989, oleh penginjil Jack Hook.
- Pada tahun 2003, mengadakan survey di daerah Koroway, Kosi Bungkus, dan pada tahun 2008, injil menerobos masuk oleh hamba Ttuhan Penginjil Armenius Mimin.
KESIMPULAN
Kondisi masyarakat Pegunungan Bintang sebelum masuknya injil, kehidupan mereka masih sangat gelap dan terasing dan sesuatu yang mempunyai nilai gaib sehingga terjadi upacara kanibalisme.
Dengan masuknya Injil melalui missi UFM dan membuka pos penginjilan di berbagai daerah yang bermula dari Oksibil pada tahun 1960 dan menuju ke bagian utara, akhirnya pada tahun 1961 membuka pos pekabaran injil di daerah Nangultil Bakon di Kiwi yang menjadi pangkalan utama pos pekabaran injil di willayah Pegunungan Bintang.
Gereja Injili di Indonesia tumbuh dari hasil pekabaran Injil yang dilakukan oleh tiga badan misi yaitu; APCM, UFM Dan RBMU. Ketiga badan missi yang merintis pekabaran injil di pedalaman Papua, dan bersatu mendirikan Gereja Injili di Irian Jaya pada tahun 1967 yang sekarang disebut gereja injili di Indonesia (GIDI).
Masyarakat pribumi Pegunungan Bintang umumnya dan Kiwirok, khususnya ketika menerimah injil mengalami diiorientasi nilai budaya serta transisi budaya yang sangat cepat. Karena respon dari masyarakat yang begitu baik, sehingga lompatan cukup jauh dari zaman berburu dan meramu yang bersifat nomaden, menuju ke zaman modern berkat kerja keras para missionaries sehingga mengubah pola pikir orang Ngalum-Ketengban. Di antaranya melalui pelatihan (traning central) seperti penyelenggaraan pendidikan formal, pelayanan kesehatan, pertanian, peternakan, serta yang lebih optimal yaitu. pengharusan penggunaan bahasa suku setempat dalam menyebarkan injil Kristus. Perkembangan terus ada dan tetap berubah dari yang tidak ada menjadi ada sehingga di wilayah Pegunungan Bintang terdapat empat klasis definitive dan 1 calon klasis yaitu: Klasis Kiwirok, Klasis Okhika, Klasis Bime, Klasis Borme, Klasis Okbab, Klasis Ngatim, Klasis Sirinamo, dan Klasis Eipa.
Akhir kata, kami masyarakat Pegunungan Bintang dapat menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada para missionaries terutama kepada kedua badan misi Pendeta dan Pastor beserta keluarganya, yang telah datang menanam kebenaran di atas tanah ini. Semoga yang sudah ada ini tetap bertumbuh dan berkembang terus maju. Terima kasih, Tuhan memberkati, Yepmum, Telepe, Lapmum, Asbe, Jelako, Ubrukane. YETELASUB.
*Penulis adalah salah satu anak perintis, penerima injil pertama Bpk. Ev. Migim S. Ibek, orang pertama yang menerima pembaptisan pertama oleh Misionaris di Pegunungan Bintang.