Momen Pertemuan Presiden Prabowo dan Megawati Soekarnoputri

Oleh : Rani Ngabalin 

Pertemuan politik tingkat tinggi antara Presiden Terpilih Prabowo Subianto dan pimpinan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menandai sebuah babak baru dalam perpolitikan nasional. Dua kekuatan besar bangsa yang sebelumnya berseberangan kini membuka ruang dialog dan menunjukkan sinyal kuat rekonsiliasi. Ini bukan hanya isyarat politik elite, tetapi juga pesan bagi seluruh rakyat Indonesia bahwa persatuan dan kolaborasi lebih penting daripada perbedaan.
Dalam konteks ini, Papua tidak boleh hanya menjadi penonton. Provinsi yang kaya sumber daya ini justru harus menjadi bagian penting dari babak baru pembangunan nasional yang inklusif. Dan untuk itu, Papua butuh pemimpin yang tidak hanya diterima di Jakarta, tetapi lebih penting lagi dekat dengan masyarakat akar rumput, memahami denyut nadi rakyat kecil, dan mampu bekerja nyata tanpa banyak retorika.
Sosok itu ada pada *Benhur Tomi Mano (BTM).*
Dekat dengan Rakyat, Bukan Sekadar Elit
BTM adalah pemimpin yang lahir dari rakyat biasa dan memilih untuk tetap membumi. Di matanya, kepemimpinan bukan soal jabatan, tapi soal pengabdian kepada masyarakat kecil. Ia terbiasa turun langsung ke lapangan, menyapa para pedagang di pasar, mendengar keluhan mama-mama Papua, dan menyentuh kehidupan warga di kampung-kampung.
Saat memimpin Kota Jayapura dua periode, BTM dikenal tidak pernah mengambil jarak dari rakyatnya. Ia membangun dengan pendekatan yang manusiawi mendorong kebersihan kota, ketertiban sosial, pendidikan, dan pelayanan publik yang lebih baik. Ia berhasil mengangkat wajah Kota Jayapura ke tingkat nasional, namun tetap mempertahankan hati dan telinganya untuk rakyat kecil.
Rekam Jejak BTM: Pemimpin yang Teruji
Selama menjabat Wali Kota, BTM bukan hanya bekerja di balik meja. Ia memimpin langsung program-program perubahan. Jayapura menjadi kota pertama di Indonesia Timur yang mendapatkan penghargaan Adipura. Ia dikenal tegas dalam menjaga keberagaman dan toleransi, menjamin keamanan semua umat beragama, dan mengembangkan komunitas adat secara sejajar.
Rekam jejak itu bukan sekadar angka atau piagam. Itu adalah bukti nyata bahwa BTM bukan hanya bisa memimpin ia layak dipercaya kembali untuk memimpin Papua ke arah yang lebih maju dan sejahtera.
Papua Tidak Boleh Tertinggal Lagi
Ketika politik nasional mengarah pada kolaborasi lintas partai, maka Papua harus meresponsnya dengan memilih pemimpin yang bisa menyatukan, bukan memecah. Bukan pemimpin yang terjebak dalam polarisasi politik, tetapi yang fokus bekerja demi rakyat.
Papua butuh pemimpin yang bisa menjawab harapan masyarakat kecil yang bisa memperjuangkan harga bahan pokok yang stabil, pendidikan yang layak bagi anak-anak Papua, serta pelayanan kesehatan yang merata. BTM adalah simbol dari pemimpin yang paham realitas rakyat bawah. Ia bukan pemimpin pencitraan. Ia pemimpin pekerja.
Pemimpin yang Menyatukan, Bukan Memecah
Papua terlalu kaya untuk dikelola oleh pemimpin yang hanya bisa bersuara di mimbar. Papua butuh pemimpin yang mampu menjembatani suara masyarakat adat dengan program-program pemerintah pusat. BTM memiliki jaringan nasional yang cukup baik, namun tetap setia mengakar di tanah kelahirannya.
Ia tidak membenturkan rakyat dengan pemerintah. Sebaliknya, ia mengajak pemerintah pusat untuk lebih mengerti Papua, dan mengajak rakyat Papua untuk terlibat aktif dalam pembangunan.
Membawa Papua Menjadi Bagian dari Arah Baru Indonesia
Di tengah rekonsiliasi nasional yang sedang dibangun, jangan sampai Papua kembali tertinggal karena salah memilih pemimpin. Jangan sampai harapan masyarakat dikorbankan oleh kepentingan sesaat.
Papua harus bangkit. Bukan karena belas kasihan, tapi karena dipimpin oleh orang yang tahu cara bekerja, tahu cara merangkul, dan tahu bagaimana membawa Papua ke masa depan.

(Penulis Adalah Mahasiswa Magister Komunikasi Politik Universitas Paramadina Jakarta)

Facebook Comments Box