Mama-mama Papua sedang menjajakan noken-nya di stand penjualan depan Taman Imbi, Jayapura

 

JAYAPURA (PB.COM)–Cucuran keringat membasahi pipi Mama Erna, penjual kaos dan polo shirt di kawasan Sentani, Jayapura. Matahari panas membakar siang itu, ketika saya menemuinya di tengah kesibukannya melayani para pembeli pada Minggu, 4 Oktober 2021.

“Untuk penjualan, kadang ramai dan sepi, tapi tiap hari pasti ada yang beli. Sejak mulai PON, sehari saya bisa mendapat 1 juta rupiah,” ujar Mama Erna sambil menyeka keringat yang mengalir di pipinya.

Bagi Mama Erna dan juga para penjual lainnya, Pekan Olahraga Nasional (PON) XX tahun 2021 adalah berkah. Ribuan orang yang dayang ke Papua membuat dagangannya laris terjual.

Lain lagi ceritanya dengan Mama Sarce Rumbiak yang berjualan noken, anting pinang, gantung kunci, mahkota ikat kepala, koteka, dan patung di di venue tenis Sian Soor di Kantor Wali Kota Jayapura.

Berbeda nasib dengan Erna, Mama Sarce hanya bisa mengantongi uang hasil jualan sekitar Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribu per hari.

“Sepi om, kecuali pas hari pertama rame penonton. Tapi yang beli sedikit, sekarang malah tidak ada yang laku sampai pertandingan selesai,” ujar Mama Sarce Sarce Rumbiak, Jumat, 1 Oktober 2021.

Mama Erna dan Mama Sarce sudah lama berjualan untuk menghidupi keluarga mereka. Sejak mendengar Papua menjadi tuan rumah PON XX, harapan mereka hanya satu. Banyak orang yang datang ke Papua, bisa membeli barang-barang jualan mereka.

Seperti penyelenggaraan PON di tempat lainnya, rata-rata sekitar tiga minggu, tuan rumah penyelenggara dibanjir atlet dan ofisial yang hadir bertanding, sepekan sebelum pembukaan.

Di PON Papua, Sebanyak 6.442 atlet didampingi 3.000 orang pelatih dari seluruh Indonesia datang ke Papua dan menyebar di empat klaster penyelenggara yakni Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Mimika, dan Merauke. Sejak pertengahan September 2021, sebagian atlet sudah tiba untuk menjalani pertandingan sejumlah cabang olahraga, sebelum PON dibuka secara resmi oleh Presiden Jokowi pada Sabtu, 2 Oktober 2021.

Di tiga pekan itulah, Mama-Mama Papua berharap, sejumlah hasil kerajinan tangannya laris terbeli para pengunjung. Menambah pundi-pundi rezeki mereka.

Tetapi dampak ekonomi dalam waktu tiga pekan seperti ini tentu bersifat sementara. Hal ini diakui Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah.

“Akan terjadi aliran uang masuk dan menggerakkan aktivitas produktif seperti pasar, baik pasar barang maupun pasar jasa. Tetapi semuanya hanya bersifat sementara selama PON berlangsung,” ujar Piter mengutip Majalah TEMPO terbitan Minggu, 3 Oktober 2021.

Piter mengakui, penyelenggaraan PON di Papua memang berdampak besar terhadap perekonomian, walau hanya bersifat adhoc atau sementara. Selama PON berlangsung, akan terjadi perputaran uang yang tinggi.

Karena itu, supaya dampak perekonomian berjalan jangka panjang, menurut Piter, harus ada inisiatif dari pemerintah daerah agar sesudah PON, bisa memanfaatkan infrastruktur yang telah dibangun. Misalnya, membuat agenda-agenda olahraga lain lain ke depan yang dapat berdampak ekonomi bagi masyarakat Papua di masa mendatang.

“Sejauh mana Pemerintah Daerah mampu terus menciptakan event yang berkelanjutan memanfaatkan semua infrastruktur yang sudah mereka miliki, itu yang kita harapkan,” kata Piter.

Piter menyebut, Pemerintah Provinsi Papua dan empat klaster penyelenggara PON dapat mencontoh Palembang. Kota itu pernah menjadi lokasi penyelenggaraan PON pada 2004.

Usai PON XVI digelar, Palembang dapat memanfaatkan infrastruktur yang ada untuk mendorong munculnya agenda-agenda nasional, bahkan internasional. Misalnya, pada 2018 Palembang menjadi tempat terselenggaranya Asian Games mendampingi Jakarta.

“Dengan demikian manfaat ekonominya lebih jangka panjang,” kata Piter.

Penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX di Papua yang sedang digelar, akan berakhir pada 15 Oktober 2021 mendatang. Berbagai catatan sukses dan gagal Papua, baik sebagai tuan rumah penyelenggara maupun prestasi para atlet, mewarnai event olahraga nasional paling bergengsi ini.

Lalu, bagaimana dengan sukses ekonomi yang yang dienduskan Pemerintah Provinsi Papua? Kita berharap, usai PON XX, infrastruktur PON berupa venue-venue megah yang sudah dibangun dengan dana yang mencapai triliun rupiah itu, jangan dibiarkan terlantar gara-gara biaya pemeliharaanya yang tinggi.

Pemerintah Provinsi Papua dan KONI Papua mulai dari sekarang, harus memutar otak, membuat perencanaan, merumuskan grand desain olahraga untuk menggelar sejumlah event olahraga ke depan guna memanfaatkan modal venue megah ini.

Ada kabar baiknya, Menteri Pemuda dan Olahraga, Zainuddin Amali telah ‘membaptis’ Papua sebagai Provinsi Olahraga. Bahkan sejak awal, Mempora sudah jauh hari mengingatkan Pemerintah Provinsi Papua dan pemerintah-pemerintah kabupaten penyelenggara PON agar menyiapkan rencana pengelolaan venue dan seluruh fasilitas, termasuk penginapan yang bisa mendatangkan ekonomi.

Peluang ini tentu harus dimanfaatkan. Kita semua sepakat dan berharap, sesudah PON XX  berakhir, ada event olahraga ikutan lainnya, baik di level daerah, nasional, maupun internasional demi menggairahkan terus ekonomi masyarakat lokal. Sebab olahraga sebagai pesta yang menggembirakan, harus berdampak pada ekonomi yang membawa senyum yang menyejahterakan. Ini sebuah keharusan! (Krist Ansaka)

Facebook Comments Box