Tim DPRP dan UP2KP saat sidak di RS Abepura

Tim DPRP dan UP2KP saat sidak di RS Abepura

JAYAPURA (PB) : Sejak dua bulan terakhir, stok obat-obatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abepura dilaporkan habis. Sehingga pihak medi kesulitan memberikan obat-obatan kepada pasien karena stok di rumah sakit tersebut sudah tidak ada.  Tak hanya itu, sejumlah fasilitias di rumah sakit milik pemerintah provinsi Papua itu juga relative tak terurus.

“Jalan keluarnya adalah kita memberikan resep pada pasien untuk dibeli di luar,” kata Kepala Seksi Rekam Medik RSUD Abepura, Martinus Wuka, Selasa (25/04/2017), disela inspeksi mendadak (sidak) pihak Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Komisi V dan Unit Percepatan Pembangunan dan Kesehatan Papua (UP2KP) disana.

Menurut dia, hal ini sudah berjalan sekitar dua bulan. Obat-obatan dasar seperti amoxsilin, paracetamol, albenason, dan antibiotik tidak ada sama sekali. Hal ini pun dikatakannya telah disampaikan kepada Direktur RSUD Abepura, namun belum ada tanggapan.

“Jangankan pasien orang Papua yang dikatakan berobat gratis, obat saja tidak ada bagaimana mau di gratiskan. Akhirnya masyarakat yang datang tersebut hanya mendapatkan resep dokter dan membelinya di luar,” keluhnya.

Tak hanya itu, fasilitas rumah sakit rujukan tersebut sudah relative rusak dan dibawah standar.

“Peralatan kami disini juga sudah lama dan tidak ada peralatan yang baru. Misalnya di ruang laboratorium, pemeriksaan darah yang seharunya hanya butuh beberapa menit namun dengan peralatan yang ada pemeriksaan membutuhkan satu hingga dua jam,” katanya.
Kepala Suvervisi di Kebidanan RSUD Abepura, Theresia Kareth menambahkan, peralatan di ruang bersalin juga tidak memenuhi standar serta bangunan yang tidak layak.
“Sebenarnya bangunan ini sudah tidak layak, karena sudah bocor-bocor atapnya. Ruangannya juga sempit dan tidak bia menampung dengan jumlah banyak. Padahal ini adalah ruang ibu dan bayi yang baru lahir,” ujarnya.
Sementara Kepala Instalasi RSUD Abepura Darwin Rumbiak  dengan tegas meminta Gubernur Papua untuk menggantikan Direktur RSUD Abepura, Nico Barend untuk turun dari jabatannya.

“Direktur tidak mampu mensejahterahkan pegawai. Apalagi, hingga saat ini kami belum menerima jasa. Dan jasa yang saat ini belum terbayarkan adalah jasa BPJS, KPS, uang lauk pauk dan Jasa medis, padahal setiap tiga bulan sekali jasa telah dibayarkan,” sesalnya.

Selain itu, menurut Darwin RUmbiak,  Direktur RSUD Abepura, dr. Nico Barend tidak memiliki etika komunikasi yang baik . Bahasa yang dikeluarkan oleh Direktur kepada beberapa pejabat dan staf sangatlah menyinggung dan mempermalukan. Direktur terkesan otoriter dan dalam mengambil kebijakan tidak melibatkan pejabat lainnya.
Ditempat yang sama Ketua Komisi V DPRP, Yakoba Lokbere mengatakan, urusan ganti mengganti seorang Direktur rumah sakitr itu bukan kewenangan pihaknya namun dalam sidak yang dilakukan pihaknya bersama UP2KP banyak sekali ditemukan persoalan di rumah sakit Abepura.
“Sangat disayangkan rumah sakit sebesar ini banyak sekali fasilitas yang tidak lengkap. Malah ada beberapa ruangan tidak difungsikan karena kamar mandinya rusak,” katanya.
Akbat persoalan ini, Lokbere berjanji pihaknya secara kelembagaan akan memanggil Direktur RSUD Abepura untuk mempertanggung jawabkan temuan yang mereka temukan
dalam sidak tersebut.
Senada kepala UP2KP, Agus Raprap yang mendorong DPRP untuk serius tanggapi laporan masyarakat terkait RSUD Abepura.
“Rekomendasi kami adalah DPRP kawal terus aspirasi masyarakat agar segera mungkin diselesaikan. Lalu Direktur harus segera membenahi rumah sakit,” katanya kepada usai melakukan sidak.
Raprap menegaskan, UP2KP tidak dalam posisi meminta Direktur RSUD Abepura, Niko Barends diganti, namun pihaknya akan meneruskan temuan-temuan tersebut kepada Gubernur.
“Tupoksi UP2KP hanya dua, mengawal pembangunan kesehatan di Papua dan menampung keluhan masyarakat. Kita hanya bisa membawa masalah ini kepada gubernur dan Sekda,” ujarnya. (Admin)

 

 

Facebook Comments Box