Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Papua mengonsentrasikan tugasnya menyiapkan generasi emas Papua, dengan menjaga ketersediaan pangan bergizi, terutama di wilayah-wilayah yang dianggap memiliki kerentanan pangan.
SEBAGAI organisasi perangkat daerah baru, kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Papua, Ir Roberth Eddy Purwoko, M.Si saat ditemui Majalah Papua Bangkit akhir Juni lalu di ruang kerjanya, dinas ketahanan pangan membagi tugas melalui empat bidang, yakni bidang distribusi, keamanan pangan, konsumsi dan bidang ketersediaan. Misalnya pada bidang distribusi, bagaimana mengawasi bahan pangan terutama Sembako terdistribusi ke masyarakat tanpa hambatan.
Sedangkan bidang konsumsi fokus pada membina rumah tangga di kampung-kampung agar bisa menyediakan bahan pangannya sendiri yang bersumber pada sumberdaya lokal, sehingga keluarga atau rumah tangga itu bisa memperoleh dan menikmati bahan pangan secara lengkap. Artinya bisa memenuhi kebutuhan vitamin, protein hewani maupun nabati sehingga tersedia bahan pangan secara beragam dan bergizi.
Dengan demikian, apa yang dicita-citakan oleh Gubernur Papua untuk generasi emas Papua bisa diwujudkan ketika kebutuhan pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman itu bisa tersedia di tiap rumah tangga. “Kita tahu, generasi emas dilahirkan dari keluarga dan ibu yang menyiapkan anak mulai dari dalam kandungan. Keluarga bisa menyiapkan gizi ibu secara seimbang dan aman. Anak yang dikandung sehat dan setelah lahir, pada usia 1000 hari, kalau kebutuhan pangan dan gizi bayi yang lahir terpenuhi, maka dasar-dasar kecerdasan anak sudah terbentuk,” terang Roberth.
Sementara pada bidang ketersediaan, tugasnya adalah memantau dan melakukan pengembangan pertanian di salah satu kawasan di kampung, di mana ada lahan yang tidak dipakai, bisa digunakan untuk berproduksi. Bidang ketersediaan membantu kelompok tani agar mereka bisa menghasilkan dari lahan-lahan yang tersedia itu, untuk mereka konsumsi maupun pasarkan demi peningkatan ekonomi kampung itu.
“Salah satunya juga menangani pemetaan daerah-daerah rawan di Papua. Tahun ini kami akan lakukan lagi karena tahun 2015-2016 itu kami bekerjasama dengan World Food Programme (WFP) untuk menyusun peta kerawanan pangan yang sudah dilakukan di 11 kabupaten,” ungkap Roberth. Pihaknya juga akan melihat kabupaten lain sehingga bisa dipetakan secara keseluruhan, kondisi pangan di Papua. Daerah mana yang rawan, cukup tinggi kerawanannya, sehingga intervensi dari pemerintah tepat sasaran.
Kasubdit Kerawanan Pangan, Flety Nangoy, S.Pt menambahkan, 11 kabupaten yang masuk dalam peta ketahanan dan kerentanan pangan itu adalah Kepulauan Yapen, Biak Numfor, Mimika, Jayawijaya, Nabire, Kabupaten Jayapura, Merauke, Boven Digoel, Sarmi, Keerom, Waropen. “Sebelas kabupaten ini ada 156 distrik, namun tidak semuanya rentan pangan. Peta ini disusun 4 tahun sekali, dengan perhitungan empat tahun ke belakang. Peta yang kami susun tahun 2015, itu data dari tahun 2011 hingga 2015. Nanti di tahun 2018 kita menyusun lagi empat tahun ke belakang,” terang Flety.
Menurutnya, penyusunan peta ini penting untuk bisa melihat daerah-daerah mana yang terindikasi rawan pangan, bukan daerah yang sudah rawan pangan. Misalnya di Kabupaten Jayawijaya ada enam distrik, Waropen 2 distrik dan satu distrik di Keerom yang masuk prioritas 1 paling rentan kerawanan pangan dan gizi karena terbatasnya akses jalan/transportasi air, tingginya angka stunting pada Balita dan tingginya angka kemiskinan. “Kami petakan yang bakal terjadi sehingga kami bisa intervensi kebijakan untuk mengatasi secara tepat,” imbuhnya.
Pada bidang keamanan pangan, Roberth menimpali, tumbuhnya pasar-pasar modern seperti mal dan lainnya, menyebabkan kebutuhan yang belum ada di Papua seperti buah-buahan yang didatangkan dari luar Papua bahkan dari luar Indonesia, membanjiri pasar-pasar modern seperti apel, pulm, kiwi dan lainnya. Dari daerah produksinya sampai ke Papua membutuhkan waktu lama, sehingga dipastikan memerlukan perlakuan seperti pengawetan agar ketika tiba di tujuan masih dalam kondisi segar.
“Itu menjadi tugas bidang keamanan, melihat bagaimana sayuran dan buah itu ketika tiba di Jayapura atau kabupaten lain, masih dalam keadaan aman dari pengaruh perlakuan pestisida, bahan pengawet. Kita melakukan analisis apakah masih aman untuk dikonsumsi,” ujarnya.
Di tingkat petani pun, untuk menyelamatkan tanamannya dari serangan hama mereka menggunakan pestisida. “Kami melihat apakah kandungan pestisida cukup tinggi atau aman dikonsumsi. Sebelum lebaran, kami bersama-sama dengan pak Sekda sesuai instruksi pak gubernur melakukan inspeksi mendadak ke pasar-pasar sentral, tradisional, maupun mal yang menyiapkan bahan-bahan kebutuhan pangan, dan masih kategori aman,” lanjutnya. (Frida Adriana)