John R. Gobay

JAYAPURA (PB)–Ketua Dewan Adat wilayah Mee Pago John Gobay meminta agar Pemerintah Provinsi Papua segera mengeluarkan regulasi yang pasti agar masyarakat asli Papua pemilik hak ulayat bisa secara swadaya mengelola tambang miliknya. Menurut John, saat ini banyak pertambangan rakyat yang berada di wilayah Meepago yang sudah bisa dikelola oleh masyarakat lokal sendiri.  

“Saya yakin bahwa tambang rakyat dan untuk penambangan yang umum, masyarakat adat sudah bisa mengelolanya. Kasih kami ruang kelola tambang kami sendiri,” kata John menjawab pertanyaan media di Jayapura, Kamis (24/08/2017).

John menjelaskan, Khusus untuk wilayah Degeuwo, Kabupaten Paniai sejak tahun 2012 dari Dewan Adat sudah mengajukan permohonan untuk dilakukan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).  Karena dalam Pasal 24 UU No. 4 tahun 2009 sudah diatur bahwa wilayah-wilayah yang sudah dikerjakan sebelum ada aturan harus didahulukan.

Menurut John, di Provinsi Papua sudah ada Peraturan Dasar Provinsi (Perdasi) No. 14 Tahun 2008 tentang  pertambangan rakyat di daerah. Berdasarkan regulasi itulah, pihaknya sudah mengajukan permohonan kepada gubernur untuk meminta penetapan WPR dimaksud.

“Namun sampai hari ini, belum dilakukan penetapan. Yang ada hanya dikatakan ada penambangan rakyat yang kemudian menjadi penghalang bagi Ijin Usaha Penambangan (IUP) ini. Padahal, Undang-Undang mengatur juga tentang pertambangan rakyat dan Perdasi No. 14 Tahun 2008 itu. Tetapi ini kan belum dilakukan oleh pemerintah provinsi,” ungkapnya.

Oleh karena itu, kata John, fakta yang terjadi hari ini ialah sepanjang 2012-2017 belum juga dikeluarkan ijin bagi penambangan rakyat di wilayah ini. Hal ini menurutnya, disebabkan oleh tumpang tindihnya aturan atau regulasi pertambangan.

“Itu yang kami lihat. Begini kan dari Provinsi ada ijin juga dikeluarkan di wilayah itu. Ini yang kami lihat ada tumpang tindih. Ada ijin juga dari kabupaten. Akan tetapi kegiatan penambangan ini sudah dilakukan rakyat, sebelum ada undang-undang No. 4 tahun 2009. Seperti di Topo, Nabire itu dari tahun 1996. Kalau yang Degeuwo Paniai sudah tahun 2002. Nah kendala lain, Pemerintah Provinsi melalui instansi terkait tidak mau menetapkan IUP. Padahal gubernurnya sudah mau menetapkan.  

“Dinasnya yang tidak serius. Saya pastikan karena tahun 2013 lalu saya sudah bertemu dengan gubernur di ruangannya (Gubernur Papua Lukas Enembe-Red.). Beliau dukung sekali. Harus tambang rakyat. Tekennya kan di kantor dinas. Dinas yang harus serius,” katanya lagi.

Saat ini, langkah terbaru yang sudah ditempuh pihak Dewan Adat adalah bersurat ke Asisten Bidang Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Papua Elia I. Loupatty, yang telah  memberikan disposisi kepada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Papua untuk menindaklanjuti disposisi gubernur itu.

“Nah yang sekarang saya minta adalah dengan adanya pengalihan kewenangan dari kabupaten ke provinsi, maka kami minta diberikan ruang untuk mengelola tambang rakyat dalam skala kecil,” pintanya.

John kembali menegaskan bahwa di wilayah Meepago, sudah ada orang Papua yang sudah bisa mengelola tambang rakyat. Seperti di wilayah Topo, Kabupaten Nabire dan juga di Degeuwo, Kabupaten Paniai.

“Kasih kami ruang, kasih kami ijin duluan, dan yang lain dari belakang.  Proteksi kami duluan dan utamakan kami punya bagian dulu. Baru nanti yang lain. Tetapi tetap mereka harus menghargai hak tanah dan hak masyarakat adat. Masyarakat pemilik tanah harus mendapatkan manfaat lebih dari kegiatan penambangan. Itu yang kami harapkan,” tandasnya. (YMF)

Facebook Comments Box