Gubernur Papua, Lukas Enembe (kiri depan) bersama Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal, Pangdam Cenderawasih, Mayjen TNI George Elnadus Supit dan Kapolda Papua, Irjen Pol Boy Rafli Amar usai upacara HUT RI ke-72, 17 Agustus 2017 lalu.

JAYAPURA (PB) – Sering dituding tidak patuh terhadap negara bahkan dikaitkan dengan Pergerakan Papua Merdeka, Gubernur Papua Lukas Enembe (LE), berang. Ia menegaskan dirinya sejak dulu, merah putih.

Saat memberikan sambutan pada acara pelantikan Bupati Wakil Bupati terpilih Kabupaten Tolikara dan Kepulauan Yapen, di Sasana Krida Kantor Gubernur Papua, Senin (16/10/2017) lalu, mantan Bupati Puncak Jaya ini dengan nada sedikit tinggi menegaskan kalau dirinya selalu setia pada ‘Merah Putih’.

Dia pun menyebut hal itu sebagai sebuah pemikiran yang konyol, sebab sejak dahulu “merah putih” sudah menjadi bagian dari hidupnya.  “Kita ini merah putih. Siapa yang bilang kita tidak merah putih? Kita ini sejak awal sudah merah putih, apalagi bahasa Indonesia yang paling bagus berasal dari provinsi kami di antara semua republik ini,” tegasnya.

Gubernur Lukas mengakui, sebelum terjun ke dunia politik, dirinya sudah “merah putih” bahkan jauh sejak masih meniti karier sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Oleh karena itu, ia merasa heran dengan dugaan berbagai pihak itu.

Oleh karenanya, ia berharap anggapan itu dapat dihilangkan, sebab Papua secara keseluruhan sudah merah putih. “Coba saja ke kampung-kampung di pulau Jawa, apakah kita bisa mendengar orang akan bicara fasih berbahasa Indonesia? Itu hanya bisa ditemukan di Papua dan hal demikian menandakan Papua adalah merah putih secara keseluruhan,” ujarnya.

Lukas pada kesempatan itu mengharapkan semua pihak di Papua agar bersatu dan tak memusingkan hal-hal yang berpotensi menimbulkan konflik. Seperti pemilihan kursi Majelis Rakyat Papua (MRP) yang sempat menuai pro dan kontra.

Lukas juga mengimbau bupati untuk tak “rakus” dengan jabatan yang dapat memicu konflik diantara masyarakat. Lebih khusus soal klaim-mengklaim partai jelang Pilkada Bupati di wilayahnya. “Saya harap jangan sampai ada yang ribut-ribut soal partai. Lebih bagus atur baik-baik, jangan klaim ini saya samapi-sampai borong 30 kursi (partai) kasih habis. Akibatnya perang terjadi karena kerakusan bupati,” harapnya

Menurutnya, semua masalah bisa diatur. Namun jika kepala daerah sudah rakus itu akan mengakibatkan masalah. (Riri)

Facebook Comments Box