Suasana Forum Discusssion Group (FGD) Pembentukan dan Pengembangan Fungsi LPSE Se Provinsi Papua dan Papua Barat di Jakarta pada Rabu (18/10/2017).

JAKARTA (PB) : Pemerintah Pusat mewacanakan bakal merevisi Peraturan Presiden Nomor 84/2012 yang didalamnya mengatur soal keberpihakan pada pengusaha asli Papua dengan menerapkan sistem penunjukan langsung tanpa tender proyek kepada pengusaha asli Papua untuk nilai proyek yang telah ditentukan.

Peraturan Presiden yang baru itu direncanakan mulai diberlakukan pada tahun 2018 mendatang. Terkait hal itu, dilakukan

Terkait hal itu, digelar Forum Discusssion Group (FGD) Pembentukan dan Pengembangan Fungsi LPSE Se Provinsi Papua dan Papua Barat di Jakarta pada Rabu (18/10/2017).

Hadir dan menjadi pemateri dalam pertemuan itu antara lain Direktur LPKP, Gatot Pambudi Putranto, Direktur Litbang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Wawan Wardiana, Perwakilan BPKP, Agus Prabowo, perwakilan Sekretariat Kabinet RI, Fadlan, Wakil Gubernur Papua Barat, Muhamad Lakotani, Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Provinsi Papua, Soni Rumfakwer,

Turut hadir sebagai undangan resmi dalam FGD itu, tim Dewan Teknologi Informasi dan Komunikas Daerah (Detikda) Papua, dipimpin langsung ketuanya Dominicus Carvallo, Wakil Ketua, Kletus Wetipo, ketua Komisi II Detikda El Bahar Conoras, anggota Urip Supriyadi Sukirno dan Carolus Bolly beserta sejumlah staf.

Sejumlah peserta serius mengikuti Forum Discusssion Group (FGD) Pembentukan dan Pengembangan Fungsi LPSE Se Provinsi Papua dan Papua Barat di Jakarta pada Rabu (18/10/2017).

Usai pertemuan, ketua Detikda Papua Dominicus RES Carvallo memaparkan, pihaknya selain sebagai undangan juga memberikan masukan dalam FGD itu. Menurutnya sudah disampaikan bahwa Perpres nomor 84/2012 itu pada prinsipnya masih sangat pantas dijalankan.

Meski mengakui sudah mengetahui rencana revisi aturan itu, Domi menegaskan jika pasal terkait dana itu harus dipertahankan dan justru mendukung jika besaran jumlah dana proyek penunjukan langsungnya dinaikan.

“Kita minta itu (dana affirmasi pengusaha Papua –red) tetap dipertahankan. Bahkan kita juga dukung penuh dan minta besaran dananya dinaikan. Jika sebelumnya untuk nilai proyek  yang bisa dilakukan penunjukan langsung pada pengusaha Papua tanpa tender yakni Rp.1 miliar kebawah dan di wilayah pesisir Papua adalah dibawah Rp.500 juta, maka kita minta dinaikan bila perlu hingga Rp.2,5 miliar- Rp.10 miliar,” paparnya.

Senada El Bahar Conoras yang menyampaikan bahwa Detikda Papua dalam pertemuan itu juga memberikan masukan yakni selain mendukung, juga meminta penambahan nominal harga proyek yang bisa dilakukan penunjukan langsung kepada pengusaha asli Papua.

“Ya kita memang minta demikian. Wacana itu memang muncul dalam diskusi dan pihak Detikda Papua yang hadir sebagai undangan resmi dalam acara itu juga sudah memberikan masukannya,” ujar El Bahar.

Sejumlah peserta serius mengikuti Forum Discusssion Group (FGD) Pembentukan dan Pengembangan Fungsi LPSE Se Provinsi Papua dan Papua Barat di Jakarta pada Rabu (18/10/2017).

Dirinya juga menyampaikan sekaligus mengklarifikasi bahwa isu yang beredar di Papua bahwa sistem afirmasi untuk pengusaha Papua sudah tak berlaku lagi karena akan direvisi adalah tidak benar.

“Yang jelas sebagaimana penyampaian dalam FGD tadi, bahwa seluruh isi dari Perpres 84/2012 masih sah dan berlaku. Termasuk soal afirmasi pada pengusaha Papua itu. Jadi tidak benar ada yang katakan sudah tak berlaku lagi,” papar El Bahar.

Sebelumnya dalam FGD itu, sempat terjadi diskusi yang panjang dan saling memberikan masukan dan kritik. Meningat semua pekerja dan staf LPSE se Tanah Papua hadir.

Tak hanya itu para pejabat terkait semisal Sekretaris Daerah kabupaten/Kota juga menghadirinya, termasuk pihak terkait lainnya. Tujuan FGD sendiri lebih pada memberikan awareness bagi daerah, terkait intrumen pengadaan barang dan jasa, semisal dasar regulasi dan lainnya.

Wagub Papua Barat Muhamad Lakotani dalam kesempatan kitu meminta agar Perpres baru yang sedang dalam proses tidak mengganggu dan sesuai Perpres yang saat ini berlaku dengan penambahan item yang prinsipnya tetap memberdayakan pengusaha Papua.
dirinya juga tak menampik jika sistem Pengadaan barang dan jasa elektronik belum diberlakukan di semua kabupaten di Papua Barat.

“Baru tahun ini kita lakukan semua dan ternyata dampaknya pada serapan APBD minim sekali. Sebab, memang masih awam dengan ini. Kita harus siapkan SDM, infrastruktur, lalu persoalan alat elektronik juga harus libatkan pengusaha lokal. Kondisi tak mudah. Lalu kondisi masyaarakat kita sendiri,” ujar Lakotani.

“Sebagai penyelenggaraan pemerintahan di daerah, kami merasakan setiap tahun masalah. Kami justru harap Perpres 84/2012 tetap berlaku dan bila perlu kita beri penguatan. Jangan di cabut. Nanti malah kita di daerah yang repot dan tentu nasional juga repot. Langkah afirmasi masih diperlukan, bila perlu naikan besarannya. Jujur saja kalau bersaing tanpa afirmasiu, pengusaha Papua relatif masih kerepotan,” pungkas Wagub Lakotanu.

Sejumlah peserta serius mengikuti Forum Discusssion Group (FGD) Pembentukan dan Pengembangan Fungsi LPSE Se Provinsi Papua dan Papua Barat di Jakarta pada Rabu (18/10/2017).

Senada Kepala Biro LPSE Provinsi Papua Soni Rumfakwer, yang menyebut bila perlu besaran dana untuk sistem afirmasi pengusaha Papua dinaikan hingga Rp.10 miliar.

“Afirmasi pada hal ini jangan ditiadakan. Kan afirmasi juga ada di bidang lain semisal pendidikan. Nah kalau hanya afirmasi pada pengusaha ini ditiadakan, tentu akan menjadi pertanyaan banyak pihak,” tutur Soni.

Dirinya juga meminta agar dalam Perpres yang akan diberlakukan tahun 2018 itu, lebih jelas diatur syarat, sanksi dan lainnya. Ini agar pejabat terkait didaerah bisa lebih jelas dalam mengambil kebijakan.

Sementar Fadlan dari Sekretariat kabinet mengatakan, Pemerintah Pusat pada prinsipnya sangat komitmen membangun Papua. Perpres 84/2012 kata dia, masih tetap berlaku.

Tak mempermasalahkan soal permintaan naiknnya jumlah nilai proyek, Fadlan juga mengajak semua pihak sama-sama menjaga sistem penunjukan langsung itu. Sebab, dirinya mengaku banyak laporan kalau nama pengusaha orang  Papua ternyata banyak yang hanya dipakai untuk mendapat proyek penunjukan langsung, tetapi ternyata dikerjakan orang lain.

“Apa arti aturan tapi komitmen kita tak jalankan sungguh-sungguh,”kata dia.

Dalam kesempatan itu, Direktur Litbang KPK, Wawan Wardhana memberikan materi soal Pencegahan korupsi melalui pemanfaatan sistem pengadaan secara elektronik (SPSE).

Dia katakan, sistem yang baik bisa menutupi atau memperbaiki hal niat jahat.

“Banyak kasus korupsi dan kasus perihal penganggaran pengadaan barang dan jasa (PBJ) dan perizinan masuk dalam tiga besar. Banyak kasus di KPK dan BPK tak jauh dari PBJ,” ujarnya.

Sejumlah peserta serius mengikuti Forum Discusssion Group (FGD) Pembentukan dan Pengembangan Fungsi LPSE Se Provinsi Papua dan Papua Barat di Jakarta pada Rabu (18/10/2017).

Kata dia, saat ini modusnya pun kian banyak, bahkan sudah mulai beralih dilakukan bukan hanya dari pelaksanaan tapi dari perencanaan saja sudah dijual.

‘Nah semua hal itu, kalau pemda kita kini dengan sistem good governance itu sudah transparansi maka akan baik. Tadi usulan soal naikan sampai 10 miliar pun tak masalah asal transparan,”ujarnya.

Sementara Direktur Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Gatot Pambudi Putranto menyebut pihaknya terus berinovasi dan saat ini sudah membangun sistem, dan siap menawarkan pada daerah yakni e-katalog lokal.

“Kita sedang percobaan di DKI Jakarta, Gorontalo, Jogjakarta dan beberapa daerah lain. Kita nanti siap memberikan pada daerah dan siap mendampingi proses pembuatannya. LKPP siap mendampingi untuk e- katalog lokal,” tegasnya. (Marcel/PB)

 

Facebook Comments Box