Direktur RSUD Nabire, dr. Andreas Pekey, Sp.PD

JAYAPURA (PB.COM)—Problem klaim tagihan akibat hilangnya layanan Kartu Papua Sehat (KPS) bagi kabupaten/kota sejak 1 Januari 2019 membuat manajemen sejumlah rumah sakit  milik pemerintah daerah di kabupaten-kabupaten di Provinsi Papua kalang kabut. Dampaknya, utang tagihan rumah sakit pun menumpuk. Lalu bagaimana dengan RSUD Nabire yang melayani pasien yang datang dari 5 kabupaten di wilayah Mee Pago?

Direktur RSUD Nabire dr. Andreas Pekey, Sp.PD mengatakan karena terhitung Januari hingga Agustus 2019 tidak ada  kucuran dana KPS maka untuk membayar tagihan pelayanan, obat dan lain-lain, pihaknya terpaksa harus membagi dana BPJS dan melobi pemerintah daerah untuk  menutupi beban pelayanan tersebut.

“Kami meminta pemerintah daerah, dalam hal ini para bupati di wilayah Mee Pago untuk mengalokasikan dana Otsus yang diterima dari provinsi Papua, dimana sebagiannya dipakai untuk membayar utang pelayanan bagi pasien secara gratis selama Januari hingga Agustus 2019 ini,” kata dr Pekey di Jayapura, Selasa (06/08/2019).

Dokter Pekey berharap tidak hanya Pemda Nabire tetapi juga Pemda sekitar bisa berkontribusi ke RS Nabire. Sebab RSUD Nabire melayani seluruh masyarakat Papua, khususnya di wilayah Meepago baik Nabire, Dogiyai, Deiyai, Paniai, Intan Jaya, Puncak, Puncak Jaya, Waropen, dan Wondama.

“Instruksi konstitusi bahwa 15 persen dana APBN itu dialokasikan untuk kesehatan. Demikian pun turunan ke APBD. Walaupun dana Otsus yang diterima tahun ini berkurang, tapi sesuai amanat konstitusi ya harus dialokasikan 15 persen untuk sektor kesehatan. Sehingga ini menjadi dasar kita untuk melobi ke pemerintah daerah masing-masing agar mengganti biaya pelayanan OAP selama ini. Ini utang kami menumpuk,” katanya.

Menurut alumni Fakultas Kedokter Uncen angkatan pertama ini, layanan Kartu Papua Sehat era Gubernur Lukas Enembe memang sangat membantu OAP. Kemanapun OAP berobat di fasilitas layanan kesehatan pemerintah di Provinsi Papua, mereka akan digratiskan.

Oleh karena itu, supaya tidak menimbulkan gejolak atau perdebatan antara petugas kesehatan di rumah sakit dengan pasien atau keluarga, ia meminta Dinas Kesehatan Provinsi Papua memperjelas kebijakan tentang layanan Kartu Papua Sehat dengan produk hukum berupa SK Gubernur atau Dinas Kesehatan Papua.

“Sehingga masyarakat bisa mengerti nantinya,” kata dokter spesialis penyakit dalam lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

Kepala Dinas Kesehatan Papua drg. Aloysius Giyai, M.Kes mengatakan, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri, per 1 Januari 2019, semua jenis layanan kesehatan daerah yang bersumber dari APBD wajib hukumnya diintegrasikan dengan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Hal ini yang menjadi alasan hilangnya layanan Kartu Papua Sehat di rumah sakit kabupaten-kabupaten di Provinsi Papua sejak Januari 2019.

“Kami terima usulannya, dalam waktu dekat akan mengeluarkan surat yang ditandatangani oleh Sekretaris Daerah Papua selaku Ketua TPAD Provinsi Papua terkait hilangnya KPS  lalu dikirim ke semua rumah sakit di kabupaten-kabupaten,” tegas Aloysius, Senin (05/08/2019) saat rapat dengan sejumlah pimpinan rumah sakit di ruang kerjanya. (Gusty Masan Raya)

Facebook Comments Box