Aparat kepolisian saat menyeruduk asrama mahasiswa Papua di Surabaya.

JAYAPURA (PB.COM) – Aliansi Demokrasi untuk Papua (AlDP) mengutuk keras praktek persekusi atas dasar rasis dan stigma terhadap Mahasiswa Papua di Asrama Mahasiswa di Malang (15/8/2019), Surabaya (17/8/2019) dan Semarang (18/8/2019) yang dilakukan oleh sebagian masyarakat dan Ormas.

Apalagi peristiwa tersebut terjadi di hadapan institusi negara (aparat TNI, Polri dan Satpol PP)  bahkandisertai aksi pengeroyokan dan penganiayaan.

Dalam siaran persnya yang diterima papuabangkit.com, Senin (19/8/2019)  AIDP melihat indikasi pelanggaran yang diduga dilakukan oleh mahasiswa Papua di Asrama mahasiswa Papua di Surabaya perlu dilakukan pembuktian secara hukum bukan dengan melakukan penghakiman massa yang disaksikan oleh institusi negara.

“Pada peristiwa tersebut, institusi negara tidak bertindak adil dan professional bahkan terkesan melakukan pembiaran sehingga praktek penghakiman massa dan merendahkan harkat dan martabat kemanusiaan terus terjadi,” ujar Direktur AIDP, Latifah Anum Siregar.

Menurut dia, tindakan penanganan yang dilakukan secara berlebihan oleh institusi negara telah pula mencerminkan perilaku diskriminasi dan intimidasi.

“Peristiwa ini menunjukkan kegagalan Indonesia sebagai bangsa yang majemuk sebab perilaku inklusif, toleransi dan nondiskriminasi masih sulit untuk diwujudkan. Ke’bhineka’an tidak menciptakan ke’ika’an karena tidak ada kesediaan untuk  mengakui dan menghormati eksistensi masing-masing etnis dan negara tidak bersikap  adil dalam  melindungi dan memberikan kepastian hukum bagi siapa saja,” ungkapnya.

Lanjut Anum, tindakan rasis dan stigma yang dilakukan adalah bentuk penghinaan dan penyangkalan terhadap harkat dan kemanusiaan yang jelas-jelas dilindungi oleh UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Demikian juga penanganan yang berlebihan telah melanggar Perkap Nomor 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.

Terkait peristiwa ini, AIDP pun menyerukan;Pemerintah provinsi Papua berkomunikasi dengan pemerintah di Kota Malang, Surabaya, Semarang dan berbagai kota studi lainnya guna merawat hubungan yang harmonis diantara warga masyarakat di berbagai kota studi mahasiswa Papua maupun diantara berbagai komponen etnis atau masyarakat sipil yang ada di Tanah Papua.

Pemerintah provinsi, kota dan kabupaten di kota-kota studi tempat mahasiswa Papua berada agar menginisiasi forum-forum dialog antar mahasiswa Papua dan berbagai komponen masyarakat sipil di wilayahnya guna memastikan terwujudnya kehidupan yang saling menghargai dan menghormati.

Berbagai komponen masyarakat sipil dimanapun berada agar menghargai eksistensi masing-masing etnis dan agama serta mendorong perilaku non diskriminasi dalam bentuk apapun serta menghargai penegakan hukum dan hak asasi manusia.

Semua komponen masyarakat sipil khususnya organisasi kemahasiswaan dimanapun berada agar turut menuntut negara memberikan perlindungan terhadap kebebasan berekspresi, bebas dari sikap rasis dan stigmatisasi terhadap mahasiswa atau siapapun sebagai wujud dari negara yang menjunjungi tinggi demokrasi dan keadilan.

Kepolisian harus menindak tegas pelaku tindakan rasis, stigmatisasi, penganiayaan serta pengeroyokan terhadap mahasiswa Papua.

Kapolri, panglima TNI dan Kementrian Dalam Negeri menindak tegas aparatnya yang terlibat dalam melindungi dan melakukan pembiaran terhadap praktek rasis dan stigmatisasi, penganiayaan serta pengeroyokan terhadap mahasiswa Papua.

Sebelumnya, sejumlah ormas menggeruduk asrama mahasiswa Papua yang berada di Surabaya. Mereka bahkan berusaha masuk ke dalam asrama namun dicegah oleh aparat keamanan yang berjaga di pagar asrama. Pemicunya disinyalir karena mahasiswa Papua enggan mengibarkan Bendera Merah Putih di halaman asrama. Massa ormas kemudian melempari asrama mahasiswa dengan batu sembari mengeluarkan kalimat bernada rasis terhadap mahasiswa Papua yang berada di asrama tersebut. (Andi/Frida)

Facebook Comments Box