Demonstrasi anti rasisme yang digelar Kamis (28/08/2019) yang berakhir rusuh di Jayapura.

JAYAPURA (PB.COM)–Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Bidang Kehormatan, Komarudin Watubun meminta seluruh kader PDIP yang menjadi kepala daerah baik Bupati maupun Wali Kota di Papua agar tetap siaga menjaga wilayahnya masing masing. Hal ini menyikapi isu isu yang berkembang terkait situasi keamanan pasca demo anarkis yang terjadi di Jayapura, Kamis (29/08/2019) lalu dan Kabupaten Deiyai, Selasa (27/08/2019) lalu.

“Saya akan berada di kota ini, lalu saya akan ke Biak, untuk melihat perkembangan di sana. Bupati Puncak Jaya (kader PDIP), saya sudah minta kembali dari luar daerah dan saat ini dia sudah kembali. Saya akan pergi ke kabupaten-kabupaten yang masih tenang, untuk mencegah mereka terprovokasi,” ujar Komarudin di Jayapura, Jumat (30/08/2019).

Ketua DPP PDIP Bidang Kehormatan, Kamaruddin Watubun

Sejumlah kader PDIP yang jadi kepala daerah di Papua antara lain Wali Kota Jayapura, Bupati Puncak Jaya, Bupati Puncak, Bupati Biak dan Boven Digul serta sejumlah Wakil Bupati.

Anggota Komisi II DPR RI dari Dapil Papua ini,  juga meminta kepada pemerintah daerah, Gubernur dan Bupati/Walikota, yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat, harus berperan besar dalam mentiptakan kondisi keamanan yang kondusif di wilayahnya masing-masing.

“Apalagi dalam UU Darurat Sipil, penguasa UU Darurat Sipil adalah kepala daerah. Jangan sampai mereka lepas tangan. Nah ini juga butuh ketegasan pemerintah pusat untuk menyikapi hal seperti ini. Tidak boleh ada proses pembiaran seperti ini, kasihan masyarakat kecil yang menjadi korban,” katanya.

Aksi Anarkis

Menurut Bung Komar, aksi unjuk rasa di Kota Jayapura, sudah tak lagi menyuarakan aksi rasis yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya dan Malang, melainkan sudah berujung pada aksi anarkis.

Dia mengaku kedatangannya ke Kota Jayapura untuk melihat langsung secara umum situasi keamanan di Papua, atas perintah Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarno Putri.

“Ini bukan bicara rasis lagi, melainkan orang-orang sampai di pedalaman Papua, melakukan anarkis, merusak dan membakar fasilitas publik, hingga menaikan Bendera Bintang Kejora,” sesalnya.

Oleh karena itu, dia meminta aparat penegak hukum untuk bertindak tegas.

“Tidak ada hubungan demokrasi dengan orang melakukan pengrusakan dan membakar fasilitas publik,” ujarnya.

Komarudin mengungkapkan, dari pertemuan bersama Walikota, para tokoh agama, adat dan masyarakat menyampaikan saat aksi anarkis dilakukan pengunjuk rasa, tidak ada aparat kepolisian atau negara hadir di sana.

“Saya kira, kemarin sudah terjadi tindakan anarkis. Jadi aparat penegak hukum harus tegas sekarang. Menyangkut apakah aparat penegak hukum melakukan pembiaran terhadap tindakan anarkis? Saya tidak bisa menjawabnya, karena kemarin saya tidak ada ditempat. Tapi memang masyarakat menyampaikan, terkesan ada pembiaran,” ungkapnya.

Namun Komarudin merasakan suasana langsung di Kota Jayapura, dimana ia sempat dicegat sekitar 20 orang masyarakat dilengkapi dengan senjata tajam, kemudian memeriksa kendaraan yang digunakannya, seakan masyarakat memiliki tugas untuk melakukan patroli atau razia.

“Saya sempat dicegat sama masyarakat yang menggunakan senjata tajam. Saya turun lalu marah, kenapa kami cegat-cegat orang. Itu tugas aparatur, kenapa kamu cegat-cegat orang. Nah, yang begini harus ditertibkan. Karena yang diperbolehkan melakukan razia itu aparatur negara, terutama pihak keamanan, khususnya kepolisian. Jangan jadi masyarakat malah memiliki peran itu,” pungkasnya.

Untuk diketahui, aksi unjuk rasa kecam rasisme yang terjadi Kamis (29/08/2019) lalu di Kota Jayapura berlangsung anarkis. Ribuan massa yang melakukan aksi jalan kaki dari kawasan Abepura menuju kantor Gubernur Dok II Jayapura bertindak anarkis dengan melalukan pelemparan, pembakaran dan penjarahan terhadap bangunan toko, sekolah, kantor pemerintahan dan swasta, rumah warga dan kendaraan yang berada di sepanjang jalan yang dilaluinya.Aset pemerintah yang dibakar diantaranya kantor MRP, kantor KPU, Telkom dan kantor Bea dan Cukai.

Sebanyak 2400 personil TNI Polri diturunkan untuk melakukan pengamanan di wilayah Kabupaten dan Kota Jayapura. (Andy/Gusty)

Facebook Comments Box