Ilustrasi Penumpang kapal laut.

JAYAPURA (PB.COM)  –  PT Pelni Cabang Jayapura mengklaim kerusuhan yang terjadi di Kota Jayapura akhir Agustus lalu tidak berdampak signifikan terhadap jumlah penumpang kapal laut yang masuk dan keluar dari pelabuhan Jayapura.

Kepala PT Pelni Cabang Jayapura, Harianto Sembiring mengatakan, insiden rasisme mahasiswa Papua di Surabaya yang memicu terjadinya kerusuhan dan eksodus mahasiswa Papua dari sejumlah kota studi, tidak berdampak signifikan terhadap jumlah penumpang kapal laut.

“Sampai saat ini penumpang, baik yang naik maupun turun, semuanya standar yakni sekitar 700 hingga 800 masih sama dengan hari – hari sebelumnnya,” ungkap Sembiring di Jayapura, Rabu (18/9/2019).

Menurutnya,  mahasiswa eksodus  yang pulang ke Papua menggunakan kapal tidak bisa dibedakan dengan penumpang kapal pada umumnya.

“Kami tidak tau dan tidak bisa dibedakan, yang mana masyarakat mana yang  bukan, sehingga kita kurang tau apakah ada mahasiswa atau tidak di kapal kami ” akunya.

Sembiring menjelaskan, kapal yang masuk, sejak tanggal 29 Agustus hingga 18 September sudah ada delapan kapal penumpang,  dari Labobar, Dorolonda, Sinabung, Gunung Dempo dan Dobonsolo.

Seperti diketahui, kasus ujaran kebencian bernada rasis dan intimidasi aparat keamanan terhadap mahasiswa Papua di Kota Surabaya dan Malang, Jawa Timur, 16 Agustus lalu telah memicu ketegangan di seluruh wilayah Papua dan Papua Barat.

Masyarakat Papua marah, mereka turun ke jalan berunjuk rasa, mengecam tindakan rasisme yang dilakukan oleh ormas dan aparat keamanan di Surabaya.

Aksi unjuk rasa berujung anarkis terjadi di sejumlah daerah baik di Papua (Kota Jayapura, Timika, Deiyai) maupun Papua Barat (Kota Sorong, Manokwari dan Fak Fak). Massa yang marah secara sporadis membakar fasilitas pemerintahan dan fasilitas pelayanan publik dan rumah warga.

Untuk menghindari penyebaran berita hoax pasca rusuh, sejak 19 Agustus lalu, pemerintah memblokir layanan data internet. Untuk pengamanan pascarusuh di kedua Provinsi tersebut, sebanyak 6.500 personil gabungan TNI Polri diturunkan. Bahkan Kapolri dan Panglima TNI sempat berkantor di Papua selama empat hari di Kota Jayapura, untuk memastikan situasi keamanan agar tetap kondusif.

Persoalan baru muncul ketika ribuan mahasiswa Papua yang menempuh pendidikan di sejumlah kota studi, beramai-ramai kembali ke Papua sejak sepekan lalu, dengan alasan tidak merasa nyaman pascainsiden Surabaya. Kondisi ini yang kemudian membuat pemerintah Papua pusing dan harus segera mencari solusi penyelesaiannya. (Andi/Frida)

Facebook Comments Box