Bupati Puncak, Willem Wandi tandatangani MoU pembenahan data kependudukan.

JAYAPURA (PB.COM) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI melalui Tim Koordinasi Supervisi Pencegahan Korupsi (Korsupga) mendorong pembenahan data kependudukan terutama basis data terpadu sebagai alat pengawasan bantuan sosial bagi masyarakat di Provinsi Papua.

Koordinator Wilayah VIII Tim Koordinasi Supervisi dan Pencegahan (Korsupgah) KPK, Adliansyah Malik Nasution mengatakan, data terpadu masyarakat untuk kepentingan sosial semisal data penduduk miskin. Oleh karenanya peran Dinas Sosial dan Kependudukan Catatan Sipil sangat penting di setiap daerah untuk melakukan pendataan demi ketepatan penyaluran bantuan sosial.

“Selain akan dicapai dengan reformasi mekanisme atau tata kelola penyaluran bantuan, tapi juga perlu didukung data akurat dan berkualitas yakni by name dan by addres yang nantinya akan dibuktikan dengan NIK (nomor induk kependudukan) yang terdaftar di Direktorat Jenderal Dukcapil,” kata Adlinsyah pada acara Rapat Koordinasi Gerakan Penertiban Aset dan Pembenahan Basis Data Terpadu Kesejahteraan Sosial Provinsi Papua di Jayapura, Senin (11/11/2019).

Dalam acara ini dilakukan penandatangan nota kesepahaman terkait pembenahan basis data terpadu kesejahteraan sosial oleh para Bupati Walikota se-Papua.

Acara dihadiri oleh Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal, Wakapolda Papua, perwakilan Kejaksaan, beserta jajaran pimpinan OPD Provinsi, para Bupati Walikota serta DPRD dan OPD terkait.

Menurut Adlinsya, saat ini jumlah data kependudukan di papua cukup banyak dan masih harus disesuaikan.

“Misalnya data ganda ini yang perlu didudukkan kembali, karena ini data yang dianggap belum sesuai untuk bantuan sosial. Jadi ini harus menjadi program percepatan di daerah masing masing,” tuturnya. Oleh karena itu, KPK mendorong setiap daerah di Papua untuk focus melakukan perekaman KTP elektronik.

1,5 Juta Penerima Bansos Tidak Miliki NIK

KPK menemukan sekitar 1,5 juta penerima bantuan sosial di Papua yang tak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) valid, dari total sekitar 1,6 juta orang yang berhasil dideteksi. Sedangkan dari 29 kabupaten kota, hanya tiga kabupaten yakni Merauke, Jayawijaya, dan Keerom, yang sudah melakukan finalisasi data terpadu.

“Data terpadu ini adalah data induk yang perlu diperbaharui secara berkala, mengingat kondisi sosial ekonomi sesorang bisa saja berubah,” sebut Adlinsyah.

Di kesempatan itu, Adlinsyah berharap pemerintah provinsi dan kabupaten kota dapat di Papua dapat serius menciptakan suatu sistem informasi dan database Orang Asli Papua (OAP), sehingga dapat diukur pendekatan kesejahteraan OAP dari tahun ke tahun.

“Kondisi data yang tidak akurat dan tidak diperbaharui akan memperbesar potensi kesalahn penyaluran dan bahkan penyimapangan yang dapat menimbulkan akibat hukum yang semakin terbuka,” katanya.

Adlinsyah menambahkan, pada 2019 ini, KPK telah menetapkan bahwa Provinsi Papua dan Papua Barat fokus mengkoordinasikan pembenahan data kependudukan, terutama basis data terpadu sebagai alat pengawasan bantuan sosial bagi masyarakat di Tanah Papua.

“Ketepatan penyaluran bantuan ini, selain akan dicapai dengan reformasi mekanisme atau tata kelola penyaluran bantuan tapi juga perlu didukung data akurat dan berkualitas,” tandasnya.

Sementara itu, Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal, SE.,MM mengapresiasi penandatangan nota kesepahaman terkait pembenahan basis data terpadu kesejahteraan sosial oleh para Bupati Walikota se-Papua.

“Kita optimistis kesepakatan bupati dan walikota sebagai penguasa wilayah, tentu mereka punya alternative untuk bagaimana mendorong perekaman ktp elektronik ini. Intinya yang penting bupati mampu menggerakan dan punya target yang jelas. Kalau kita dari provinsi siap mem back up demi kepentingan rakyat,” katanya. (Andi/Frida)

Facebook Comments Box