Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Papua, Drs. Nerius Aurparay, M.Si foto bersama narasumber dan peserta Sosialisasi Pengelola Data dan Informasi Melalui New SIGA, Rabu (17/11/2021) d Hotel Horisan Abepura, Kota Jayapura.

 

JAYAPURA (PB.COM)—Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Papua, Drs. Nerius Auparay, M.Si mengatakan, dalam upaya pencegahan dan penurunan angka stunting di Bumi Cenderawasih, pihaknya mulai tahun 2022 menyiapkan sebanyak 17 ribu lebih Tenaga Pendamping Keluarga (TPK) untuk mendampingi keluarga-keluarga yang beresiko stunting, seperti ibu hamil, calon pengantin, dan anak usia 0-59 bulan.

Sebab sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, BKKBN telah ditunjuk sebagai Koordinator Percepatan Penurunan Stunting Nasional.

“Setiap kampung ada 1 tim TPK terdiri dari 3 orang yang diisi oleh bidan, kader PKK, dan kader KB. Mereka akan dilatih atau di-trainning mulai November ini sampai Desember 2021 dan mulai beraktivitas Januari 2021,” kata Nerius Auparay kepada papuabangkit.com di sela-sela kegiatan  Sosialisasi Pengelola Data dan Informasi Melalui New SIGA, Rabu (17/11/2021) d Hotel Horisan Abepura, Kota Jayapura.

Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Papua, Drs. Nerius Auparay, M.Si

Menurut Nerius, Tim Pendamping Keluarga ini direkrut oleh Organisai Perangkat Daerah (OPD) Keluarga Berencana di setiap kabupaten/kota dan selanjutnya didata dan diberikan kepada Perwakilan BKBBN Papua. Mereka bertugas melakukan pendampingan, penyuluhan, sosialisasi dan edukasi kepada keluarga beresiko stunting guna mencegah terjadinya stunting di Papua.

“Misalnya kepada ibu hamil, dengan edukasi TPK, bisa diberi asupan gizi sejak awal. Untuk Papua, data TPK sudah sudah ada 100 persen. Anggarannya sudah masuk dalam Bantuan Operasional Keluarga Berencana atau BOKB tahun 2022. Tetapi untuk pelatihan kader, kami sudah siapkan anggaran di BKKBN Provinsi Papua. Pekan depan teman-teman dari BKKBN Provinsi akan turun ke kabupaten/kota untuk melatih mereka di sana. Selanjutnya, tim kabupaten/kota yang dilatih itu yang akan turun melatih tenaga TPK di distrik-distrik,” kata Nerius.

Nerius mengatakan di peringkat nasional, angka stunting di Papua masih terbilang tinggi. Persoalan utama ialah masalah ekonomi yang ditunjukkan dengan indikator rendahnya pendapatan keluarga di Papua. Akibatnya, banyak ibu hamil dan bayi tidak mendapat asupan gizi yang baik.

“Oleh karena itu, dengan dipercayakannya BKKBN sebagai koordinator percepatan penurunan stunting, sepanjang 2022-2024 kita targetkan agar angka prevalensi stunting secara nasional yang saat ini 27 % bisa turun menjadi 14 % pada 2024,” katanya.

Sejumlah kepala OPD KB kabupaten/kota dan perwakilan operator dan pengelola data yang hadir pada giat sosialisasi New SIGA di Hotel Horison Abepura

Ia juga menegaskan, pihaknya tetap berkoordinasi dengan stakeholder lain, baik intansi pemerintah, BUMN maupun swasta untuk sama-sama berperan mencegah stunting ini.

“Kita di Papua sebenarnya ada SK dari  Gubernur tentang tim konvergensi yang menangani stunting. Kami sebagai koordinator menghimpun instansi-intansi teknis terkait ini supaya sama-sama melakukan hal-hal  terkait penanganan stunting. Kami sudah berdiskusi dengan Pak Sekda Papua, dan beliau sudah menyampaikan dalam waktu tidak terlalu lama, akan mengumpulkan instansi terkait untuk rapat bersama,” tutur Nerius.

Nerius menambahkan, program KB di Papua tidak membatasi jumlah anak, tetapi semata-mata mengatur jarak kelahiran. Oleh karena itu, intervensi BKKBN sangat penting agar bisa mencegah kematian ibu dan anak serta terjadinya stunting.

“Kita tidak larang jumlah anak, tetapi kita beri pemahaman kepada keluarga di Papua agar bisa mengatur jarak kelahiran antara anak pertama dan kedua, dan seterusnya. Tujuannya, supaya ibu tetap sehat, anak juga tetap sehat. Ada program 1.000 Hari Pertama Kehidupan, ini sangat bagus dan include dengan KB,” katanya.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Keerom Drs. Herman Raya mengatakan, kegiatan pencegahan stunting di wilayahnya tetap melibatkan intansi teknis lain, seperti Bappeda, Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas Sosial dan Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Keerom Drs. Herman Raya

“Kami sudah berkoordinasi dengan instansi lain itu, sudah menyiapkan SK Bupati, tinggal menunggu turun. Tanggal 23 November, tim dari Papua akan turun ke kami lakukan pembekalan bagi tenaga Tim Pendamping Keluarga (TPK). Tapi hanya untuk 5 distrik dulu, yaitu Skamto, Arso Barat, Arso, Manem dan Arso Timur. Jadi ada 15 anggota TPK yang kita ambil dari mereka yang mengerti stunting, seperti bidan dan ahli gizi. Mereka ini akan dilatih oleh tim dari provinsi, untuk selanjutnya mereka yang akan melatih para TPK lain di kampung-kampung di distrik itu. Ada yang dari bidan, kader PKK dan dan institusi masyarakat pedesaan,” kata Herman.

Menurut Herman, berdasarkan data yang diperolehnya dari Dinas Kesehatan Kabupaten Keerom, dari 91 kampung yang tersebar di 11 distrik, hanya terdapat 10 kampung yang masuk dalam kategori beresiko stunting.

“Kami berharap dengan kepercayaan yang diberikan kepada BKKBN sebagai coordinator percepatan penurunan stunting, mulai tahun 2022-2024 kita bisa cegah dan atasi stunting di Keerom dan Papua,” tegas Herman.

Sekedar diketahui, stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya. Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor keturunan (genetik) dari kedua orang tuanya, sehingga masyarakat banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya. (Gusty Masan Raya)

Facebook Comments Box