JAYAPURA (PB.COM)—Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Papua, Drs. Nerius Auparay, M.Si mengatakan pembangunan kependudukan dan keluarga berencana di Papua harusnya memiliki kekhususan, terutama dalam hal penganggaran pada setiap program yang diluncurkan BKKBN Pusat, dengan memperhatikan karakteristik wilayah geografis yang sangat sulit. Sebab jika setiap program disamaratakan di seluruh Indonesia, akan terjadi ketimpangan dalam implementasinya di Papua.
“Bapak ibu kepala OPD KB di seluruh kabupaten/kota, saya akan undang pada Februari 2022, kita akan diskusi di Papua hadirkan Sekretaris Utama BKKBN dan Kepala Biro Perencanaan BKKBN. Tapi bapa ibu yang omong, kira-kira maunya seperti apa, apa kendala program selama ini, yang buat penyerapan DAK terlambat. Kita juga butuh kekhususan, selain karena kita punya UU Otsus, tetapi kita ini berada di wilayah sulit. Awal dari pertemuan ini semoga kita satukan persepsi. Tahun depan kita mulai action,” kata Nerius Auparay saat membuka kegiatan kegiatan Sosialisasi Pengelola Data dan Informasi Melalui New SIGA, Rabu (17/11/2021) d Hotel Horisan Abepura, Kota Jayapura.
Menurut Nerius, Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan NTT harus memiliki tambahan anggaran dalam setiap program KB karena berada di wilayah geografis yang sangat luas, terisolir, terluar dan termiskin. Hal ini berbeda dengan wilayah yang mudah diakses seperti di Jawa.
Akibat terbatasnya anggaran di BKKBN Papua, Nerius mengaku sejauh ini pihaknya belum maksimal menjangkau 29 kabupaten/kota di Papua untuk melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi terhadap seluruh program KB yang dijalankan.
“Contoh kecil, tentang bantuan pulsa data yang diberikan kepada para setiap anggota TPK sebesar Rp 100 ribu tiap bulan bekerjasama dengan Telkomsel. Ini kan jadi soal, ketika sebagian tenaga TPK kita belum punya handphone android, belum lagi masalah jaringan internet. Saya minta para kepala OPD KB kabupaten/kota, jika memang uang itu dipakai untuk kebutuhan lain karena petugas tidak punya handphone, harus ada surat pernyataan. Ini jadi dasar kami untuk pencarian. BKKBN Pusat khususnya Pengawasan, harus ada perlindungan hukum bagi kami agar kami tidak ada masalah hukum. Jika tidak ya dikembalikan saja anggarannya,” kata Nerius.
Kendati demikian, mantan Direktur Bina Kesertaan Keluarga Berencana Jalur Wilayah dan Sasaran Khusus BKKBN Pusat ini, mengajak seluruh pimpinan OPD Keluarga Berencana di 29 kabupaten/kota se-Provinsi Papua untuk tetap semangat dalam melayani masyarakat melalui program-program strategis BKKBN seperti pencegahan stunting dan kampung KB.
“Kita tidak terlalu ketinggalan dengan provinsi lain, misalnya dalam program Bangga Kencana. Saya sudah 6 kali jadi kepala BKKBN dan mantan operasional lapangan jadi saya tahu betul. Selama jadi direktur, saya sudah datangi 300-an kabupaten, terutama di daerah yang termiskin dan terluar. Keadaan kita tak jauh berbeda dengan mereka. Mari kita bangun semangat dan komitmen kita harus lakukan sesutu bagi masyarakat, termasuk pembentukan tenaga TPK untung cegah stunting,” tegas Nerius.
Nerius juga menegaskan, mulai tahun 2022, ia berkomitmen untuk mengunjungi 29 kabupaten/kota di Papua guna bertemu dengan seluruh kepala daerah (bupati/walikota) terkait penyerapan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) berupa Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) yang dinilainya belum maksimal
“Saya ingin jelaskan semua program KB, terutama stunting kepada para bupati dan walikota, agar ada pemahaman persepsi, komitmen, dan kesinambungan dalam program. Karena saya sudah tiga bulan jadi Kepala BKBBN Papua, saya pelajari laporan DAK fisik maupun non fisik, banyak yang alami kendala. Apalagi tahun 2022 kita ada penambahan anggaran lagi terkait stunting,” tutur Nerius Auparay.
Jangan Samakan Dengan Jawa
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Jayawijaya, Ramlia Salim, SE.MAP mendukung sikap Kepala BKKBN Papua. Menurutnya, kondisi geografis di Papua yang luas dan sangat sulit, tentu berbeda dengan wilayah lain di luar Papua, terutama Pulau Jawa.
Di Jawa, kata Ramlia, kader yang masuk dalam TPK bisa dengan mudah bergerak dan memberi laporan data terbaru terkait keluarga yang beresiko stunting seperti ibu hamil, calong pengantin, dan anak usia 0-59 bulan.
“Kami di Jayawijaya ada 40 distrik dan 328 Kampung dan 4 kelurahan. Artinya, ada 996 Tim Pendamping Keluarga (TPK). Tapi dari angka sekian ini, tidak semuanya memiliki handphone. Kami akan menunggu kira-kira apakah ada surat pernyataan tentang ini, apapun konsekuensinya kami menyiapkan. Tetapi ini memang tantangan tersendiri karena berbeda kondisi geografis dimana TPK harus mobil ke kampung dan butuh uang,” kata Ramlia.
Ramlia menjelaskan, dari 996 TPK itu, ada bidan, PKK, dan kader Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD). Rekrutmen dilakukan pihak DP3AKB Jayawijaya bekerja sama dengan mitranya, antara lain Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Jayawijaya, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Cabang Wamena, dan para kepala distrik sejak September 2021.
“Sebagian kampung yang masih belum terisi tenaga TPK, terpaksa kami ambil dari kader kami di PPKBD. Ada juga yang di tim ini tak ada PKK karena banyak juga di kampung-kampung, belum bisa baca tulis dan tak punya handphone. Di kampung yang tak ada bidan, di-back up oleh oleh kader kami,” katanya.
Persoalan lain yang dihadapi ialah akses internet. Hampir di seluruh wilayah Pegunungan Tengah Papua, termasuk Jayawijaya, internet hanya bisa diakses di ibukota kabupaten. Sementara di distrik dan kampung belum sampai. Karena itu, Ramlia berharap rencana Kominfo pada tahun 2022 yang akan memasang internet di setiap ibukota distrik melalui program BAKTI bisa teralisasi demi lancarnya program pendaatan keluarga.
“Jangankan internet, di ibukota distrik, kami telepon geser sedikit saja sinyal sudah hilang. Pada pendataan keluarga 2021, kami di Jayawijaya kemarin dapat sampel 11 distrik dan 16 kampung. Nah itu kami panggil para kepala distrik dan kepala kampung kemudian kami kasih tahu, mana yang bisa dijadikan kader untuk menulis. Datanglah mereka dengan dana yang dibiayai dengan dana BOKB. Petugas kami mengentry data itu dan dibantu oleh provinsi,” aku Ramlia. (Gusty Masan Raya)