Kepala Balai Penanggulangan dan Pengendalian AIDS, TBC dan Malaria pada Dinkes Provinsi Papua, dr Beeri Wopari (baju putih) didampingi Kadinkes Pegubin, Sabinus Uropmabin, S.Kep,Ns,M.Kes pada acara sosialisasi program TBC di aula Koramil, Oksibil, Senin (22/11/2021)

 

OKSIBIL (PB.COM)—Kepala Balai Penanggulangan dan Pengendalian AIDS, TBC dan Malaria pada Dinas Kesehatan Provinsi Papua dr. Beeri Wopari mengatakan, program pencegahan dan pengendalian penyakit Tuberculosis (TBC) di Kabupaten Pegunungan Bintang (Pegubin) beberapa tahun belakangan ini, mandek alias tidak berjalan. Kondisi ini tentu sangat beresiko mengancam keselamatan nyawa masyarakat di Bumi Okmin, khususnya para pasien yang selama sakit tapi tidak terdeteksi dan ditangani lebih dini.

“Tadi dalam sosialisasi, berdasarkan arahan dan sambutan Kepala Dinas Kesehatan Pegunungan Bintang menyampaikan bahwa laporan kasus TBC sangat rendah, dan hampir tak ada beberapa tahun belakangan. Baik itu penemuan kasus, pemeriksaan dan penegakan diagnosa, hingga pengobatan, hampir tak ada. Saya juga coba memeriksa rangkuman data laporan TBC, ternyata benar,” kata dr Beeri Wopari kepada papuabangkit.com via telepon selulernya, usai menyampaikan materi pada giat Sosialisasi Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tuberculosis Bagi Nakes Menuju Generasi Muda Pegunungan Bintang Yang Sehat dan Cerdas di aula Koramil, Oksibil, Senin (22/11/2021).

Suasana sosialisasi program TBC bagi para nakes di  aula Koramil, Oksibil.

Dokter Beeri menilai, kondisi ini tentu sangat memprihatinkan dan harus diambil langkah serius oleh Dinas Kesehatan Pegunungan Bintang. Sebab rendahnya cakupan program ini menunjukkan kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit Tuberculosis (TBC) di Pegunungan Bintang tidak berjalan sama sekali.

“Padahal dari informasi teman-teman di Dinkes Pegubin, ada masyarakat yang meninggal karena TBC. Dan ini sesuatu yang sangat miris, sangat disayangkan. Sebab Oksibil ini bukan wilayah yang sulit diakses,” kata Beeri.

Menurut Dokter Beeri, pencegahan dan pengendalian penyakit TBC sudah beberapa waktu lalu ditetapkan menjadi salah satu Standar Pelayanan Minimal (SPM) oleh Pemerintah Pusat, yang wajib diikuti oleh seluruh pemerintah daerah, baik di Provinsi Papua maupun 29 kabupaten/kota, termasuk Pegunungan Bintang.

Para nakes Pegubin yang hadir dalam sosialisasi program TBC.

“Ini salah satu program nasional yang juga menjadi salah satu indikator penilaian kinerja para bupati se-Indonesia oleh Kementerian Dalam Negeri dan Kantor Sekretariat Kepresidenan. Karena Standar Pelayanan Minimal ini adalah suatu pelayanan kesehatan yang minimal, dalam artian yang paling tidak, harus didapatkan oleh seluruh masyarakat di Indonesia, termasuk di Pegunungan Bintang,” tegas Beeri.

Oleh karena itu, ia berharap dengan sosialisasi ini, seluruh tenaga kesehatan (nakes) di Pegunungan Bintang, baik di RSUD Oksibil, Pustu maupun 32 Puskesmas, bisa peduli dan tergerak hatinya untuk kembali aktif menjalankan program ini demi keselamatan masyarakat.

“Pendanaannya pun sudah ada, baik dari APBN, Otsus maupun dana taktis lain seperti DAK, non fisik atau Bantuan Operasonal Kesehatan (BOK). Semua itu bisa dipakai untuk mendukung kegiatan upaya pencegahan dan pengendalian TBC di tengah masyarakat. Yang jadi persoalannya adalah, apakah dana-dana ini digunakan untuk program TBC atau tidak. Sebab program TBC ini adalah program priorotas nasional yang tertuang dallam Standar Pelayanan Minimal yang harus dikerjakan di seluruh Indonesia,” jelas Beeri.

Sementara itu, Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pegunungan Bintang, Sabinus Uropmabin, S.Kep,Ns,M.Kes mengatakan, kegiatan sosialisasi yang diikuti oleh sejumlah nakes di RSUD Oksibil, Puskesmas Oksibil dan sejumlah Puskesmas terdekat, bisa menjadi energi baru bagi mereka untuk kembali menjalankan program pengobatan, pencegahan dan penanggulangan TBC di seluruh faskes.

“Tujuan sosialisasi ini adalah refreshing, arahan dan penguatan kepada nakes di Pegunungan Bintang, baik dokter, perawat dan bidan guna kembali melaksanakan upaya pengobatan, pencegahan dan pengendalian TBC kepada masyarakat. Supaya jangan ada yang meninggal karena TBC, maupun alamai kecacatan khususnya bagi generasi muda Pegunungan Bintang. Tapi terutama pencegahan, ini paling penting,” tegas Sabinus.

Menurut Sabinus, Dinkes Pegunungan Bintang akan membangun kerjasama dengan fasilitas kesehatan, baik itu RSUD Jayapura maupun Puskesmas dan Pustu dalam rangka mengaktifkan kembali program pencegahan dan pengendalian TBC ini.

Ia juga berterima kasih kepada dr. Beeri Wopari yang sudah bersedia menjadi narasumber untuk memberikan materi terkait Promosi Kesehatan (Promkes), penemuan kasus, penegakan diagnosa, penatalaksanaan pengobatan, monitoring dan pemantauan selama pengobatan, pencataan pelaporan kasus TBC , hingga evaluasi. Ia berharap, dengan ini terbangun kesadaran dan pemahaman yang baik tentang TBC dan upaya pengobatan, pencegahan dan pengendalian ke depan.

“Ini program rutin dari Kemenkes di setiap kabupaten yang harus dilakukan, namun selama ini timbul tenggelam sehingga harapan kami dari dinas tersebut program rutin seperti ini harus dilakukan di 32 puskesmas yang ada di kabupaten pegunungan Bintang. Di dalamnya juga ada malaria dan HIV-AIDS. Kiranya dengan sosialiasi ini, teman-teman nakes bisa menerapkan di masyarakat guna menekan angka kematian,” ujar Sabinus.

Sosialisasi ini digelar berkat kerjasama Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Pegunungan Bintang dengan Balai Penanggulangan dan Pengendalian AIDS, TBC dan Malaria pada Dinas Kesehatan Provinsi Papua.

Untuk diketahui, angka kasus TBC masih sangagt tinggi di Indonesia. Untuk kebijakan strategis penanggulangan TBC di Indonesia selama 2020-2024 dilaksanakan untuk mencapai target penurunan insidensi tuberkulosis dari 319 per 100.000 penduduk di tahun 2017 menjadi 190 per 100.000 penduduk serta menurunkan angka kematian akibat tuberkulosis dari 42 per 100.000 penduduk di tahun 2017 menjadi 37 per 100.000 penduduk di tahun 2024. (Gusty Masan Raya/Aquino Ningdana)

Facebook Comments Box