Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Papua, Nerius Auparay (kiri) Kepala Dinas Kesehatan Papua, Dr. Robby Kayame, SKM, M.Kes dan Tim Leader dari Ditjen Bangda-Kemendagri, Kurniawan Zulkarnaen saat menyampaikan keterangan pers terkait rekonsiliasi stunting.

JAYAPURA (PB.COM) – Perwakilan BKKBN Provinsi Papua menggelar Rekonsiliasi Stunting Tingkat Provinsi Papua tahun 2022 untuk memerangi stunting di Tanah Papua serta evaluasi pelaksanaan Program Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Papua, Senin (21/11/2022) di Horizon Hotel Abepura.

BKKBN menargetkan penurunan angka stunting mencapai 15,5 % selama tiga tahun ke depan, Atau miniman per tahun turun prevalensinya menjadi 5%  kalau mau mencapai 14% d di tahun 2024. Untuk mencapai target itu, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Papua, Nerius Auparay, mengatakan, pihaknya perlu mempersiapkan sumberdaya manusia (SDM) Papua, mengingat saat ini stunting di Papua masih di atas rata-rata nasional.

Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya yang di bawah standar. Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021, angka prevalensi stunting Indonesia adalah 24,4%.Hasil studi yang sama menunjukkan bahwa angka prevalensi stunting Provinsi Papua berada di angka 29,5% di tahun 2021.

“Makanya kami hadirkan dari Kemendagri, ingin dengar support anggaran dari pusat yang ada di kementerian lembaga dalam percepatan penurunan angka stunting terutama kami yang ada di Papua,” ujar Auparay.

Percepatan penurunan stunting ini, menurutnya, membutuhkan intervensi menyeluruh pada aspek sensitive seperti pembangunan air bersih, sanitasi, pembangunan kawasan lingkungan dan perumahan yang layak huni. Penanggulangan kemiskinan, pendidikan, pemahaman masyarakat terkait kesehatan khususnya dalam konteks pencegahan risiko stunting serta aspek spesifik seperti pemenuhan asupan makanan, pemantauan status gizi ibu, penanganan penyakit menular dan juga peningkatan kesehatan lingkungan.

Ia mengatakan, kegiatan ini melibatkan seluruh anggota Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Provinsi Papua, tim satuan tugas penurunan stunting Provinsi Papua, perwakilan TPPS kabupaten kota yang diwakili oleh OPD Keluarga Berencana kabupaten kota se-Provinsi Papua serta mitra kerja terkait.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Dr. Robby Kayame, SKM, M.Kes, berpesan agar semua pihak bekerjasama dalam penurunan Stunting di Papua dengan memperhatikan kesehatan dan gizi ibu hamil dan anak.

Ia berharap, kerjasama dalam program dan kegiatan percepatan penurunan stunting dapat dilakukan secara solid, serta masing-masing mampu berbagi peran dalam intervensi gizi spesifik dan sensitif. Berjalannya program penanganan stunting dengan kerjasama yang baik ini, Kayme optimis Provinsi Papua dapat memenuhi target penurunan stunting yang telah ditetapkan.

Ia juga berharap tercipta keakuratan dan keterpaduan data dalam analisis data dan permasalahan sebagai dasar perencanaan intervensi. Semua pihak yang terlibat harus bekerjasama dalam memastikan kesamaan data yang dilaporkan, penggunaan cara dan alat pengukuran yang memenuhi standar, serta memastikan sumber daya manusia yang melakukan pengukuran dan pelaporan telah dilatih.

TPPS Terbentuk di 4.488 Kampung

Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Papua, Nerius Auparay, kepada wartawan di sela rekonsiliasi stunting, mengatakan, pelaksanaan program percepatan penurunan stunting yang menjadi tanggungjawab Perwakilan BKKBN Papua sampai dengan Oktober 2022,TPPS yang telah terbentuk di Provinsi Papua yaitu 28 TPPS kabupaten kota, 526 TPPS tingkat distrik dan 4.488 TPPS tingkat kampung.

BKKBN telah melaksanakan program pemberdayaan Kampung Keluarga Berkualitas (KB) dalam rangka penurunan stunting pada 25 kabupaten kota se-Provinsi Papua, pelaksanaan layanan audit stunting, manajemen kasus stunting, koordinasi intensifikasi pelayanan keluarga berencana di fasilitas pelayanan kesehatan pada 25 kabupaten kota.

Selain itu, pelaksanaan verifikasi dan validasi data khusus stunting dan keluarga berisiko stunting, kampanye percepatan penurunan stunting dan pelatihan kepada 17.385 tim pendamping keluarga yang telah siap  melakukan pendampingan kepada keluarga yang berisiko stunting di Provinsi Papua.

Validasi data ini telah dilaporkan ke Kepala Dinas Kesehatan Papua bahwa BKKBN, di mana 17.383 tim yang ada di masing-masing kampung, per kampung ada 3 orang. Auparay berharap 3 orang itu harus dari kampungnya sendiri, kecuali tenaga bidan yang terbatas, 1 bidan bisa membantu di satu atau dua kampung yang bisa dijangkau.

“Ada bidan, ada kader PKK, kader kesehatan. Tiga orang ini ditugaskan untuk membantu tugas-tugas yang berkaitan dengan percepatan penanganan stunting di masing-masing kampung. Mereka ini sudah dilatih dari tahun 2021 November-Desember dan di awal tahun 2022 lalu sudah training semua,” jelasnya.

Sebetulnya angka stunting 29,5% itu, menurut Auparay bervariasi di 29 kabupaten kota. Yang tertinggi ada di Kabupaten Pegunungan Bintang yaitu 55,5% stunting. Dan yang terendah di Kabupaten Nabire. Sebetulnya prevalensi dari masing-masing kabupaten kota datanya sudah ada.

Ia akan petakan sesuai wilayah provinsi yang sudah disahkan oleh pemerintah pusat, sehingga nanti masing-masing provinsi yang ada bisa lihat mana yang prevalensinya paling tinggi sehingga menjadi lokus untuk perhatian percepatan penurunan stunting.Data yang ia terima dari Dinas Kesehatan Provinsi Papua, jumlah wanita dan balita di Provinsi Papua ada 37 ribu, yang kena stunting sekitar 5000 dan bervariasi.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, dr. Robby Kayame, SKM,M.Kes, menambahkan, saat ini memang sudah ada empat provinsi di Papua, tetapi tugas ini masih melekat di Perwakilan BKKBN Papua, sehingga BKKBN masih terus memantau dan melakukan koordinasi lewat tanggungjawab yang diberikan.

Kayame optimis, Provinsi Papua dapat memenuhi target penurunan stunting yang telah ditetapkan. Mengajak seluruh stakeholder untuk turut memberikan dukungan melalui aksi nyata di sektor masing-masing dalam rangka menekan angka stunting di Provinsi Papua.

Terkait 3 provinsi baru ini, menurutnya perlu ada maping wilayah terkait permasalahan gizi di Provinsi Papua. Beberapa target dari lini sector yang berperan aktif di dalam penurunan stunting, jelas Kayame, pertama, target tahun 2030 eliminasi malaria. Berhasil atau tidak,masih dalam upaya karena malaria memberikan kontribusi yang besar dalam hal stunting. “96% malaria di Indonesia itu ada di Papua. Ini perlu kerja keras,” katanya.

Berikut, rata-rata penduduk Papua di pesisir utara dan selatan, dan gunung itu merokok. Menurutnya, merokok juga menghabiskan pendapatan keluarga. Ketika bapak habiskan uang-uang untuk merokok, kebutuhan gizi anak tidak bisa  terbelui. Jadi untuk menurunkan stunting di Papua, bapak-bapak harus disadarkan terlebih dahulu.

Fenomena lainnya, anak-anak di pedalaman yang jauh terpencil, mereka gemuk dan sehat dibanding dengan di pinggiran. Ini artinya perhatian orangtua di perkotaan dan pesisir terhadap anak itu kecil, terlebih khusus anak Papua.

Untuk itu, dengan dilatihnya 17.385 kader yang disampaikan oleh BKKBN, memberikan nilai kontribusi positif di dalam mensuport keluarga-keluarga teristimewa peran bapak di dalam meningkatkan gizi keluarga. Variable-variabel lain yang turut andil di dalamnya adalah keterlibatan aktif tokoh-tokoh agama di Papua sangat besar. Ia sendiri merasakan pada waktu kegiatan vaksinasi covid.  Pihaknya tidak bisa berjalan sendiri, tokoh agama ikut berperan.

Variable lain yang juga sangat menentukan adalah cakupan vaksinasi dan imunisasi yang sangat rendah di Provinsi Papua itu berpengaruh terhadap penyakit-penyakit PD3I yang dapat menurunkan gizi anak-anak itu sendiri.

Indikator penurunan stunting, sesuai data selama tiga tahun terakhir, kata Kayame, tahun 2018 stunting 33,1%, tahun 2019  29,36%, tahun 2020 tidak ada data karena Covid-19 dan tahun 2021 29,5% . ia berharap semua sector harus bekerja keras untuk menurunkan angka stunting. “Maping jelas, sehingga bisa ukur,” katanya.

Sementara itu, Tim Leader dari Ditjen Bangda-Kemendagri, Kurniawan Zulkarnaen mengatakan, pemerintah pusat harus memastikan terbentuknya tim penurunan stunting di kabupaten kota dan itu berfungsi. Kemudian memastikan gubernur, bupati walikota, kepala distrik berkomitmen di dalam penurunan stunting yang diintegrasikan di dalam dokumen perencanaan RPJP, RKP.

Yang paling penting, memastikan provinsi, kabupaten kota mengalokasikan anggaran penurunan stunting. Maping untuk provinsi baru juga menurut Kurniawan sangat penting untuk mengetahui seperti apa situasi di Provinsi baru. “Maping bukan hanya stunting saja, tetapi kelembagaannya bagaimana, kesiapan masyarakat seperti apa, analisis situasi menggunakan simulasi,” katanya. (Frida Adriana)

Facebook Comments Box