Bupati Pegunungan Bintang, Spei Yan Bidana, ST.M.Si

 

JAYAPURA (PB.COM)—Bupati Pegunungan Bintang, Provinsi Papua Pegunungan, Spei Yan Bidana, ST,M.Si mengaku dirinya bersama seluruh masyarakat di Bumi Okmin sangat kecewa terhadap ketidakadilan dan diskriminasi yang ditunjukkan oleh Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan dalam eselonisasi atau penempatan jabatan birokrasi di lingkup pemerintahan setempat.

Pernyataan itu disampaikan Bupati Spei Bidana menyikapi pelantikan Pelaksana Tugas (Plt.) Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Pejabat Administrator dan Pejabat Pengawas di Lingkungan Pemprov Papua Pegunungan, Rabu, 18 Januari 2022 di Wamena, dimana tak ada satu pun pejabat Orang Asli Papua dari Pegunungan Bintang yang menduduki jabatan eselon II dan III.

Bupati Spei Bidana foto bersama sejumlah pimpinan OPD dan staf usai apel gabungan pada Senin, 16 Januari 2023.

 

“Sebagai Bupati saya sangat kecewa dengan Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan. Padahal dari 8 kabupaten yang masuk dalam provinsi baru ini, melalui Asosiasi Bupati kita sudah sepakat untuk ajukan setiap kabupaten dapat jatah 2 pejabat eselon II. Sementara untuk mutasi pegawai setiap kabupaten 100 orang, hanya kita di Pegunungan Bintang ajukan 67 orang. Itu juga tak satu pun Orang Asli Pegunungan Bintang yang diakomodir. Ada tapi teman-teman dari luar Pegunungan Bintang seperti Plt Kepala BKD, Plt. Kepala Pekerjaan Umum dan kemarin sekitar 4 orang,” tegas Bupati Spei Bidana kepada wartawan melalui telepon seluler, Kamis, 19 Januari 2023.

Menurut Bupati, fakta hari ini membuktikan bahwa kekuatiran pemerintah dan seluruh elemen masyarakat Pegunungan Bintang yang pada Juni 2022 dan melakukan demonstrasi besar-besaran menolak bergabung dengan Provinsi Papua Pegunungan menjelang pengesahan Undang-Undang Daerah Otonomi Baru (DOB) itu, kini benar-benar terjadi. Pengalaman dan perlakukan diskriminatif yang dialami masyarakat Pegunungan Bintang selama 40 tahun bergabung dengan Kabupaten Jayawijaya kini terulang kembali.

Ribuan massa dan ASN di Kota Oksibil menggelar demo damai di Lapangan Kabiding pada 4 Juli 2022 menolak keputusan DPR RI menetapkan Pegubin masuk Provinsi Papua Pegunungan.

 

“Kami tetap menjadi wilayah yang tidak diperhitungkan dalam pemerintahan, pelayanan kemasyarakatan, dan pembangunan perekonomian. Dulu kami tolak bergabung dengan provinsi ini karena tiga alasan. Pertama, kami susah akses ekonomi ke Wamena karena sangat jauh. Kedua, SDM yang kami siapkan juga tidak akan dipakai. Ketiga, aspek ketidakadilan pembangunan. Jadi saya sebagai bupati sangat kecewa dengan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintahan Pj Gubernur sekarang,” urai Spei Bidana.

Bupati Spei pun dengan tegas meminta Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan harus mengkaji dan merombak ulang eselonisasi yang sudah dilakukan dengan mengakomodir secara adil seluruh SDM aparatur dari 8 kabupaten, dimana tidak hanya Kabupaten Pegunungan Bintang, tetapi juga 3 kabupaten lain yang bernasib serupa yakni Yahukimo, Nduga dan Yalimo.

“Semacam ada stigma bahwa kami yang dari wilayah ini tidak mampu. Untuk apa pemekaran provinsi kalau sama saja kami tidak diberdayakan. Kami akan minta Penjabat Gubernur Papua Pegunungan untuk mengkaji kembali kebijakannya dan mengakomodir secara adil seluruh kabupaten. Provinsi ini milik rakyat di 8 kabupaten itu, bukan hanya milik suku tertentu,” tutur Spei Bidana. (Gusty Masan Raya)

Facebook Comments Box