Gubernur Lukas Enembe saat bersama keluarganya di Kampung Mamit, Distrik Kembu, Tolikara pada 2014 silam.

 

JAKARTA (PB.COM)Tim Hukum dan Advokasi Gubernur Papua (THAGP) mengajukan Surat Permohonan Pengalihan Jenis Penahanan terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe, SIP.MH kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa, 24 Januari 2023.

Pengajuan pengalihan jenis penahanan ini dilakukan karena berdasarkan hasil diagnosa dokter, Lukas Enembe menderita komplikasi empat penyakit, mulai dari stroke, hipertensi, diabetes melitus, dan gagal ginjal kronis lima, yang membuatnya harus dirawat intensif dan dibantu orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Ketua Tim Litigasi THAGP, Petrus Bala Pattyona bersama anggotanya saat menunjukkan surat yang diajukan ke KPK.

 

Menurut Ketua Tim Litigasi THAGP, Petrus Bala Pattyona, demi kemanusiaan pihaknya mengajukan Surat Permohonan Pengalihan Jenis Penahanan kepada Ketua KPK. Ia berharap, Ketua KPK menyetujui dan segera memerintahkan penyidik untuk melakukan pengalihan tahanan dari Tahanan Rutan KPK menjadi Tahanan Kota di Jakarta. Tujuannya, supaya keluarga dan dokter pribadi melakukan perawatan di RSPAD Gatot Subroto Jakarta.

”Atau agar Bapak Ketua KPK memerintahkan penyidik untuk melakukan perawatan di RSPAD di bawah perawatan dan pengawasan dokter-dokter RSPAD dan dokter pribadi, tanpa pembatasan bagi keluarga, dan dokter pribadi untuk bersama Bapak Lukas Enembe demi memberi semangat dalam rangka pemulihan. Atau mengizinkan keluarga, terutama istri dan anak-anak untuk selalu mendampingi Bapak Lukas Enembe dengan tetap mematuhi syarat-syarat pendampingan yang ditetapkan dokter dan pihak RSPAD,” kata Petrus sebagaimana rilis yang diterima papuabangkit.com, Selasa, 24 Januari 2023.

Petrus menjelaskan, permohonan ini diajukan THAGP ke KPK karena saat ini Guberur Lukas Enembe sedang dalam kondisi menderita sakit permanen yang komplikatif meliputi gagal ginjal kronis ke 5, hipertensi, diabetes mellitus type 2, dan stroke. Jjika permohonan tersebut dipenuhi KPK, maka pihaknya telah menyiapkan Surat Pernyataan Jaminan dari keluarga guna memenuhi ketentuan PP No. 27 Tahun 1983 jo Pasal 35 PP No. 27 Tahun 1983.

”Riwayat sakit dimaksud, dapat dibuktikan dengan Pemberian Penetapan Pembantaran, dimana dalam selang waktu 10 hari sejak penangkapan tanggal 10 Januari 2023, klien kami, telah dibantarkan sebanyak dua kali, yakni pada tanggal 11 Januari 2023 dan tanggal 17 Januari 2023. Oleh karena kondisi kesehatannya tersebut, klien kami masih belum dapat memberikan keterangan dalam penyidikan,” tukas Petrus.

THAGP, lanjut Petrus, sangat menyadari bahwa tujuan penahanan dilakukan sesuai Pasal 20 dan 21 ayat (1) KUHAP, namun demikian kondisi kesehatan Bapak Lukas Enembe yang sedang sakit, justru memperlamban proses penyidikan.

”Dan oleh karenanya agar dapat dialihkan jenis penahanannya, dengan maksud agar lebih leluasa mendapat perawatan dari tim medis dan keluarga,” tegasnya.

Apabila diperkenankan untuk dialihkan jenis penahanannya menjadi tahanan kota atau tahanan rumah, lanjut Petrus, maka Lukas Enembe akan dirawat sepenuhnya oleh dokter pribadi dan keluarganya.

”Untuk keperluan sehari-hari seperti mandi dan sebagainya, Bapak Lukas Enembe membutuhkan bantuan orang. Akan lebih baik bila ada yang membantunya seperti saat beliau di rumah. Dan dari masukan dokter pribadinya, penderita stroke seperti Bapak Lukas Enembe akan lebih bahagia bila bertemu dan dirawat dengan keluarga dekatnya. Jadi sangat membantu, bila dirawat keluarga dan dokter pribadinya,” tutup Petrus.

Seperti diketahui, Gubernur Papua Lukas Enembe, dibawa dari Jayapura ke Jakarta oleh KPK, pada Selasa, 10 Januari 2023. Sejak saat itu, Lukas Enembe, menjalani penahanan di Rutan KPK Jakarta. Selama ditahan, Lukas dua kali dibantarkan ke RSPAD. Pertama, selama sehari setelah ditangkap, dan kedua, dari tanggal 17 Januari 2023 hingga 20 Januari 2023.

Adapun anggota THAGP yang mendampingi Ketua Tim Litigasi THAGP di antaranya, Cosmas Refra, Antonius Eko Nugroho, Petrus Jaru, Suwahyu Anggara, Davy Helkiah Radjawane, Emanuel Herdyanto, Abdul Aziz Saleh, dan Michael Himan. (Gusty Masan Raya)

Facebook Comments Box