FJPI Papua foto bersama para narasumber ngobrol pintar Stop Kekerasan Terhadap Perempuan, Selasa (7/2/2023) di Kafe Kultur Sentani.

JAYAPURA (PB.COM) – Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Papua menggelar Ngopi (ngobrol pintar) bareng FJPI dengan mengambil tema “Perempuan Tanpa Kekerasan”.

Ngopi Bareng FJPI Papua digelar di Kafe Kultur Sentani, Provinsi Papua, Selasa (7/2/2023) dengan narasumber Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Jayapura Hana Hikoyabi, Direktur LBH Apik Jayapura Nuraida (Nona) Duwila dan Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Jayapura Aipda Fransiska Paiki, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kabupaten Jayapura, Miryam Soumilena, Kapolres Jayapura AKBP Fredrickus Maclarimboen.

Ketua FJPI Papua, Kornelia Mudumi menuturkan digelarnya kegiatan tersebut dilatarbelakangi kasus kekerasan terhadap perempuan yang selalu meningkat di Papua, salah satunya di Kabupaten Jayapura.

“FJPI berharap kolaborasi bersama antarsemua pihak dapat menekan angka kekerasan di Papua, termasuk di Kabupaten Jayapura,” jelasnya.

Dalam pemaparannya, Aipda Fransiska menjelaskan selama tahun 2022, kasus kekerasan yang dilaporkan ke Polres Jayapura sebanyak 53 kasus dan 30 kasus di antaranya korbannya adalah perempuan. Sedangkan untuk KDRT sepanjang 2022 jumlahnya tiga kasus.

“Kebanyakan kekerasan ataupun penganiayaan yang dialami perempuan dilatarbelakangi tidak memiliki hubungan status pernikahan yang sah, misalnya ‘kumpul kebo’ yang berimbas perempuan sebagai korban tak dinafkahi hingga mengakibatkan penganiayaan,” jelasnya.

Kekerasan yang dialami perempuan dalam rumah tangga juga dilatarbelakangi masalah pendidikan yang minim, ekonomi hingga terjadi penganiayaan kepada perempuan.

“Kasus KDRT di Kabupaten Jayapura ada yang sudah masuk ke meja hijau (pengadilan). Pelakunya laki-laki yang memiliki wanita idaman lain (WIL), sang istri tak dinafkahi. Pelaku memiliki jabatan di kantornya,” katanya.

Sementara itu, Nona Duwila menyebutkan perempuan dan laki-laki hanya dibedakan dengan jenis kelamin. Sedangkan peranan dalam kehidupan sama. Namun, trend saat ini justru dilihat dari sisi budaya, perempuan tak boleh melebihi laki-laki dan selalu dianggap rendah.

“Budaya patriarki ini selalu menimbulkan kekerasan karena masih minimnya pemahaman gender. Ketika perempuan tak berdaya, tak memiliki pekerjaan dan hal lainnya, dilihat sebagai makhluk lemah. Sehingga, perempuan harus lebih berdaya,” katanya.

Sekda Kabupaten Jayapura Hana Hikoyabi justru melihat trend kekerasan saat ini ada juga yang pelakunya dari perempuan.

Untuk  meminimalisir kekerasan perempuan, Hana meminta adanya sosialisasi pada tingkat rumah ibadah seperti masjid dan gereja untuk secara terus menerus diingatkan tak boleh melakukan kekerasan di dalam rumah tangga, termasuk kepada perempuan dan anak.

“Baik juga jika diberikan pendidikan dari kurikulum muatan lokal (mulok) di sekolah-sekolah, bagaimana meminimalisir kekerasan. Termasuk menciptakan sekolah ramah anak,” katanya. (Frida Adriana)

Facebook Comments Box