Direktur RSUD Jayapura, drg. Aloysius Giyai, M.Kes saat menjenguk salah seorang pasien di Ruang Ortopedi, Senin, 3 Juli 2023.

JAYAPURA (PB.COM)Direktur RSUD Jayapura drg. Aloysius Giyai, M.Kes mengatakan, sebagai organisasi padat karya, kebutuhan biaya operasional untuk menopang pelayanan di rumah sakit sangat tinggi. Sementara tak dapat dipungkiri, sepanjang lima tahun terakhir, jumlah anggaran di DPA RSUD Jayapura semakin turun dari tahun ke tahun.

Kendati demikian, ia mengajak seluruh manajemen dan stafnya untuk menggunakan anggaran yang ada sesuai peruntukan. Khususnya, untuk membiayai pelayanan bagi masyarakat kecil di Papua yang tidak mampu.

“Harus ada skala prioritas dalam penggunaannya. Jika tidak, uang sebanyak apapun tetap dirasa kurang. Contoh saja, saat saya jadi Plt Direktur di sini pada 2019, saya melihat penggunaan obat dan BHP kacau balau. Saya tertibkan. Apa jadinya, dari biaya obat dan BHP Rp 25 miliar setiap tahun, kita bisa pangkas menjadi Rp 18 miliar, sehingga Rp 7 miliar kita bisa pakai untuk kebutuhan lain,” kata Aloysius Giyai dalam sambutannya pada acara Grand Opening Kerja Sama Operasional (KSO) antara RSUD Jayapura dengan Nobel Audiology Center acara Jumat, 7 Juli 2023 bertempat di samping Kilinik THT yang terletak di lantai dasar Gedung Instalansi Rawat Jalan.

Menurut Aloysius, hal yang sama dilakukannya kembali sejak ia memimpin RSUD Jayapura per 3 Mei 2023. Dalam apel perdana yang dipimpinnya pada Selasa, 6 Juni 2023, di hadapan seluruh manajemen dan staf ia menegaskan untuk tidak boleh lagi ada kasus habisnya obat atau Bahan Habis Pakai (BHP) sebagaimana terjadi beberapa bulan terakhir.

Suasana Apel dipimpin Direktur RSUD Jayapura, Selasa, 6 Juni 2023 lalu.

“Tidak boleh lagi pasien Orang Asli Papua, peserta BPJS maupun yang belum memiliki E-KTP yang tidak mampu, disuruh bawa resep kemana-mana mencari dan membeli obat sendiri di luar. Sebab semua obat dan BHP harus menjadi tanggung jawab manajemen RSUD Jayapura. Tidak boleh tunda hanya karena mereka belum bayar,” tegas Aloysius.

“Bagi staf di bagian yang bertanggung jawab mengenai hal ini, tidak diperbolehkan mengeluarkan resep. Nanti tim verifikasi obat dan BHP naikkan di pimpinan, baik direktur atau wakil direktur. Otsus hadir untuk Orang Asli Papua, karena itu manajemen tanggungjawab untuk mereka yang tidak mampu,” sambungnya.

Aloysius menjelaskan, sebagai rumah sakit berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), manajemen RSUD Jayapura terus berinovasi untuk mencapai kemandirian keuangan guna mengatasi berkurangnya subsidi anggaran dari Pemprov Papua.

“Oleh karena itulah, kita ciptakan unit-unit bisnis yang bisa memberi pemasukan atau pendapatan bagi rumah sakit ini. Dalam waktu dekat, akan ada Alfamart/Indomart atau KFC di sini. Kita sudah bicarakan untuk pemasukan setiap bulan untuk rumah sakit berapa. Kalau pendapatan kita cukup, sangat boleh jadi kita naikkan jasa medis. Barang apa jadi,” tuturnya.

Di sisi lain, mantan Direktur RSUD Abepura itu juga menambahkan bahwa demi menolong masyarakat kategori tidak mampu di Provinsi Papua, ia meminta para bupati segera melakukan MoU dengan RSUD Jayapura seperti yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Jayapura, Biak, dan Sarmi.

“Kami harapkan 6 kabupaten lain juga kerjasama dengan RSUD Jayapura sehingga masyarakat yang datang tidak berobat yang bukan peserta BPJS bisa dilayani dengan adanya kerjasama dan premi yang disediakan, tinggal kita layani dan klaim. Sebab dana Otonomi Khusus sudah turun ke kabupaten/kota, bukan lagi di Provinsi seperti tahun-tahun sebelumnya,” tuturnya. (Gusty Masan Raya)

Facebook Comments Box