JAYAPURA (PB.COM)—Wakil Direktur RSUD Jayapura, dr. Andreas Pekey, Sp.PD mengatakan saat ini tantangan besar yang tengah dihadapi manajemen rumah sakit itu ialah berkurangnya anggaran yang dikucurkan Pemerintah Provinsi Papua di tahun 2024, dimana hanya tersisa Rp 22 miliar pada DPA RSUD Jayapura.
Oleh karena itu, kata Andreas, satu-satunya cara yang harus dilakukan demi jalannya operasional pelayanan sepanjang tahun 2024 adalah mendorong penguatan internal untuk menggenjot pendapatan dengan memanfaatkan peluang dan status RSUD Jayapura sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
“Contoh penguatan internal adalah kemarin kita mendorong rumah sakit ini dari akreditasi bintang tiga dan berhasil naik jadi bintang lima pada akhir 2023 lalu. Kemudian, kita dorong pengembagan pelayanan intervensi yang tidak dimiliki rumah sakit lain seperti neurointervensi dan juga pelayanan radioterapi. Selain itu, ke depan kita juga akan terapkan penguatan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit atau SIMRS dari manual ke digital menggunakan teknologi informasi,” kata dr. Andreas saat memimpin Rapat Evaluasi pelaksanaan SIMRS, Selasa, 20 Februari 2024.
Menurut Andreas, sebenarnya RSUD Jayapura memiliki potensi pendapatan yang besar apabila di setiap unit pelayanan, terutama unit layanan unggulan bisa diperkuat dari sisi internal untuk mendapatkan pemasukan bagi rumah sakit. Misalnya, unit pelayanan jantung, kemoterapi, hemodialisa dan lain-lain yang banyak mendapatkan kunjungan pasien.
“Kita juga punya sumber daya manusia terutama para dokter yang bagus-bagus, lalu banyak alat kesehatan modern berbasis teknologi yang tidak dimiliki rumah sakit lain. Hanya kita dilemahlan oleh postur anggaran yang berkurang drastis bagi operasional pelayanan itu,” katanya.
Mantan Direktur RSUD Nabire ini juga menjelaskan, gebrakan melakukan inovasi dan penguatan internal adalah sebuah keharusan agar rumah sakit rujukan tertinggi di Tanah Papua ini tidak lumpuh pelayanan akibat kehabisan dana di perjalanan tahun 2024 ini.
“Tentu kita utamakan pelayanan, tetapi dalam pelayanan itu harus ada timbal balik berupa pemasukan untuk biaya operasional rumah sakit. Sebab RSUD Jayapura yang besar ini butuh biaya operasional yang besar juga,” tuturnya.
Ia menambahkan, sejak akhir 2022 ketika Provinsi Papua memekarkan 3 provinsi baru yakni Papua Selatan, Papua Pegunungan dan Papua Tengah, alokasi dana bagi RSUD Jayapura berkurang drastis. Hal ini sejalan dengan perubahan regulasi keuangan sebagaimana diatur dalam UU No 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khsus Jilid II.
“Terjadi penurunan anggaran di RSUD Jayapura tahun ini mencapai 60-70 persen dari anggan tahun sebelumnya. Penuruan ini jelas membebani operasional rumah sakit, termasuk kami di bagian pelayanan. Oleh karena itu, dengan status BLUD, kita harus bisa menggali potensi-potensi yang memberi pemasukan yang maksimal bagi rumah sakit,” tutupnya. (Gusty Masan Raya)