Pegiat Literasi Papua, Aleks Giyai

Oleh Aleks Giyai *)

Literasi merupakan fondasi penting dalam membentuk masyarakat yang cerdas, kritis, dan mampu bersaing di era globalisasi. Tidak hanya sekadar kemampuan membaca dan menulis, literasi mencakup pemahaman, berpikir kritis, serta kemampuan menggunakan informasi secara efektif.

Sayangnya, budaya literasi di Indonesia dan apalagi di Papua masih menghadapi berbagai tantangan, mulai dari rendahnya minat baca hingga keterbatasan akses terhadap bahan bacaan yang berkualitas. Oleh karena itu, berbagai upaya perlu dilakukan secara terintegrasi dan berkelanjutan untuk membudayakan literasi di tengah masyarakat.

Salah satu langkah utama yang dapat ditempuh adalah pengembangan fasilitas literasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Pembangunan dan pengelolaan perpustakaan desa, taman baca masyarakat (TBM), serta pojok baca di tempat umum merupakan bentuk nyata dalam menyediakan akses bacaan.

Fasilitas-fasilitas ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat membaca, tetapi juga sebagai pusat kegiatan literasi yang menghidupkan semangat belajar di kalangan masyarakat dan juga harus ada taman atau panggung edukasi yang di siapkan untuk publik sebagai tempat rekreasi dalam dunia literasi.

Selain itu, kampanye literasi juga menjadi bagian penting dalam membangkitkan kesadaran masyarakat akan pentingnya membaca. Pemerintah dan lembaga terkait dapat menyelenggarakan program Gerakan Literasi Nasional atau Hari Membaca untuk mengajak masyarakat aktif dalam kegiatan literasi. Dukungan media massa dan media sosial juga bisa dimanfaatkan untuk menyebarluaskan pesan-pesan literasi secara masif dan menarik serta setiap tahun harus melaksanakan festifal literasi.

Pendidikan formal pun harus memainkan peran sentral dalam menanamkan budaya literasi sejak dini. Sekolah perlu mengintegrasikan berbagai bentuk literasi—termasuk literasi digital dan numerasi—ke dalam kurikulum. Guru juga didorong untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan mendorong siswa untuk gemar membaca, menulis, serta berpikir kritis. Program gerekan literasi harus di integrasikan kedalam satuan pembelajaran sekolah agar sejak dini para siswa berbudaya

Tak kalah penting adalah pelibatan keluarga dan komunitas dalam menumbuhkan budaya literasi. Orang tua memiliki peran strategis sebagai contoh pertama dalam hal membaca. Kebiasaan membacakan buku kepada anak-anak, misalnya, dapat menumbuhkan kecintaan terhadap bacaan sejak usia dini walaupun Handphone mengenggam dunia manusia.

Sementara itu, komunitas dapat mengadakan kegiatan-kegiatan seperti bedah buku, lomba menulis, atau diskusi terbuka untuk membangun lingkungan yang mendukung perkembangan literasi.

Seiring perkembangan zaman, teknologi digital juga bisa menjadi alat yang efektif dalam meningkatkan literasi masyarakat. Pemanfaatan aplikasi bacaan digital, e-book gratis, dan platform pembelajaran daring dapat membantu menjangkau masyarakat yang sulit mengakses buku fisik. Pelatihan literasi digital pun penting agar masyarakat tidak hanya melek huruf, tetapi juga cakap dalam menyaring informasi di era banjir data.

Selain itu, pemerintah harus berupaya mengirim atau membentuk tenaga para pegiat literasi ke kampung-kampung untuk mengentaskan buta huruf dan memberantas buta aksara demi kemajuan pendidikan melalui gerakan literasi baca tulis.

Secara keseluruhan, membudayakan literasi bukanlah pekerjaan yang instan, tetapi memerlukan sinergi dari berbagai pihak—pemerintah, pendidik, keluarga, komunitas, dan swasta. Dengan komitmen yang kuat dan langkah-langkah nyata, budaya literasi dapat tumbuh subur dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat.

Jadi, literasi bukan hanya soal membaca, tetapi tentang membangun masa depan yang lebih baik bagi generasi yang akan datang dengan metode yang tepat sesuai pendekatan budaya dan geografis yang berkontekstual di masing-masing daerah di Tanah Papua.

 *) Aleks Giyai adalah Pegiat Literasi Papua

Facebook Comments Box