Oleh Velix Wanggai*
Visi Indonesia-sentris menjadi desain besar dalam berbagai strategi pembangunan nasional dewasa ini. Bagi Papua, arah nasional ini sebagai sebuah peluang, sekaligus tantangan di dalam mewujudkan keadilan sosial di Tanah Papua. Visi besar nasional telah sejalan dengan skenario pembangunan daerah yang dijalankan Gubernur Papua Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Klemen Tinal. Hal itu tercermin dari pelbagai pendekatan, strategi, dan kebijakan sektoral, kebijakan kewilayahan, dan kebijakan khusus yang menyentuh kebutuhan sosial dasar masyarakat Papua.
Dalam pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia dalam rangka Peringatan HUT ke-72 Kemerdekaan Indonesia pada Sidang Bersama DPR dan DPD, pada 16 Agustus 2017, Presiden Joko Widodo mengurai strategi besar Pemerintah dalam mengelola pembangunan nasional. Presiden Joko Widodo menjelaskan, “Pada tahun pertama Kabinet Kerja, Pemerintah telah meletakkan pondasi pembangunan nasional yang kokoh melalui transformasi fundamental perekonomian dan meletakkan kembali paradigma Indonesia Sentris.
Pada tahun kedua, Pemerintah mendorong percepatan pembangunan nasional, baik pembangunan infrastruktur fisik, mempercepat pembangunan sumber daya manusia, serta meningkatkan daya saing untuk mengejar ketertinggalan dengan negara lain. Kita juga melakukan percepatan deregulasi ekonomi dengan mengeluarkan beberapa paket Kebijakan Ekonomi.
Pada tahun ketiga, Pemerintah bergerak lebih maju lagi, fokus pada kebijakan pemerataan ekonomi yang berkeadilan. Tahun 2017 ini adalah tahun kerja bersama untuk pemerataan ekonomi yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Kita ingin seluruh rakyat Indonesia, di seluruh pelosok tanah air bisa merasakan manfaat dari pembangunan. Rakyat di Aceh, di Papua, Pulau Miangas dan Pulau Rote bisa menikmati hasil-hasil pembangunan secara merata”. Demikian, komitmen yang ditunjukkan Jakarta terhadap daerah-daerah pinggiran.
Visi Indonesia-sentris telah menjadi komitmen bersama untuk mewujudkan target dan sasaran pembangunan. Untuk itu, kinerja yang telah dicapai dalam 3 tahun terakhir dalam skala nasional ini tak terlepas dari sentuhan dan komitmen dari Gubernur Papua dan jajaran Pemda Provinsi dan Pemda Kabupaten/Kota se-Tanah Papua. Apa saja yang dilakukan Pemda Papua dalam mewujudkan visi Indonesia-sentris dari Presiden Joko Widodo?
Pertama, Gubernur Papua Lukas Enembe bersama-sama Menteri PPN/Bappenas Andrinof Chaniago telah berhasil mempertajam substansi arah kebijakan pengembangan wilayah Pulau Papua, sebagaimana tercantum dalam Buku III RPJMN Tahun 2015-2019 yang dipayungi Peraturan Presiden No. 2/2015. Apa saja yang dipertajam dari substansi itu? Hal menonjol yang tampak adalah tuntutan Pemda Papua agar pendekatan sosiologis a’la Papua diterapkan dalam skenario pembangunan di era Presiden Joko Widodo. Hal itu tercermin dari diakomodasinya pendekatan 5 Wilayah Adat (Saireri, Mamta, La Pago, Me Pago dan Ha’anim) dalam konteks pengembangan wilayah strategis di Papua.
Alhasil, Presiden Joko Widodo melalui Perpres No. 2/2015 menegaskan pengembangan wilayah potensial untuk dijadikan sentra industri berbasis komoditas unggulan. Pendekatannya dengan 5Â Kawasan Pengembangan Ekonomi (KPE) berbasis Wilayah Adat, yakni KPE Saereri, KPE Mamta, KPE Me Pago, KPE La Pago dan KPE Ha’anim.
Pendekatan KPE berbasis Wilayah Adat didukung dengan 3 arah kebijakan lainnya, yakni (1) percepatan penguatan konektivitas berbasis 5 Wilayah Adat; (2) penguatan kemampuan SDM dan IPTEK untuk mendukungam kawasan ekonomi berbasis wilayah adat; dan (3) penguatan regulasi bagi peningkatan iklim investasi dan iklim usaha dalam mendukung pengembangan kawasan strategis di wilayah Papua. Dalam hal ini, Pemerintah dan Pemda Papua telah sepakat untuk merumuskan regulasi pembangunan kawasan ekonomi berbasis wilayah adat, regulasi pemanfaatan tanah ulayat dalam rangka memudahkan investasi dan pemetaan dan penegasan batas hak ulayat khususnya yang terkait dengan kawasan strategis di Papua.
Kedua, dalam mewujudkan Indonesia-sentris ini Pemda Papua juga terlihat menaruh perhatian besar ke pengembangan daerah tertinggal dan kawasan perbatasan. Ketertinggalan dalam semua sektor kehidupan di kabupaten-kabupaten di Papua menjadi pekerjaan rumah tersendiri. Dalam konteks Papua, Pemerintah Pusat mengklasifikasi 27 kabupaten sebagai daerah tertinggal di Provinsi Papua, dan perhatian akan fokus ke 21 Kabupaten Terisolir.
Format kebijakan daerah tertinggal itu terlihat dari perhatian Pemda Papua dalam pemenuhan pelayanan publik dasar, pengembangan ekonomi lokal, penguatan konektivitas yang difokuskan pada pembukaan keterisolasian wilayah Pegunungan Tengah dan perbatasan, penguatan SDM khususnya untuk Orang Asli Papua maupun pengembangan kampung-kampung. Untuk itu, program khusus seperti Gerbamg Hasrat Papua (Gerakan Bangkit Mandiri dan Sejahtera Harapan Seluruh Rakyat Papua) diletakkan sebagai bagian dari pemenuhan standar pelayanan minumum sesuai kondisi geografis kampung.
Salah satu komitmen yang ditempuh Gubernur Papua Lukas Enembe ketika baru 3 bulan mendapat amanah sebagai Gubernur Papua adalah dengan menerbitkan Perdasus No. 3 tahun 2013 tentang Pelayanan Pendidikan bagi Komunitas Adat Terpencil (KAT), yang ditetapkan pada 8 Juli 2013.
Hal ini sebagai perhatian yang tinggi dari Gubernur Papua Lukas Enembe – Wagub Klemen Tinal kepada orang Asli Papua yang bermukim di wilayah yang sulit dijangkau melalui akses komunikasi, transportasi, maupun sarana dan prasarana sehingga memerlukan pola pendidikan yang berbeda dengan pola formal yang berlaku secara nasional. Dalam konteks ini, selain menerapkan pola formal dengan kebijakan pemerataan guru dan sarpras pendidikan, namun Pemda Papua juga menerapkan pendidikan dasar Komunitas Adat Terpencil melalui SD Kecil maupun SD dan SMP Satu Atap. Sementara itu, tenaga pendidik SD Kecil diprioritas bagi orang asli Papua yang bertempat tinggal di lingkungan masyarakat adat setempat.
Demikian pula, perhatian ke kawasan perbatasan di Papua menjadi prioritas Pemda Papua. Sisi nasional, ditetapkan 3 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN), baik PKSN Merauke, PKSN Tanah Merah dan PKSN Jayapura. Telah selesainya pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Skow, Kota Jayapura yang telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 9 Mei 2017, adalah sebuah contoh kerjasama yang erat antara Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR, Badan Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri Pemda Papua, Pemerintah Kota Jayapura dan jajaran TNI/Polri. Ketika meresmikan PLBN ini, Gubernur Lukas Enembe mengatakan, pasar perbatasan yang berada di Skouw, wilayah perbatasan RI-Papua Nugini setiap tahun berhasil meraup Rp 25,8 milliard nilai transaksi yang 90 persen pembelinya adalah warga PNG meraup Rp 25,8 miliar. Bagi Papua, Pemda Papua berusaha keras untuk memberikan sentuhan dan pelayanan ke rakyat perbatasan di 5 wilayah, baik Kota Jayapura, Jayapura, Pegunungan Bintang, Boven Digul dan Merauke. Sebuah pekerjaan mulia dari Pemda untuk mewujudkan Negara hadir di wilayah batas RI – PNG yang dilihat sebagai beranda terdepan Republik Indonesia.
Ketiga, perhatian penting lain dari Pemda Papua adalah mewujudkan keterkaitan antara kampung-kampung dan pusat-pusat kota di Papua. Hal ini sebagai skenario Pemda Papua untuk melakukan re-distribusi pembangunan ke kampung-kampung, sebaliknya akses yang mudah hasil-hasil pertanian dari kampung ke sentra-sentra penduduk di kota. Simak saja, perkembangan Timika, Jayawijaya, Yahukimo, Merauke, Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura, Nabire yang menggambarkan aliran barang, jasa dan manusia guna meningkatkan ketersediaan barang dan menurunkan tingkat kemahalan harga. Hal ini penting dilakukan karena kampung-kampung mayoritas berada di 21 kabupaten terisolir di wilayah Pegunungan Tengah.
Upaya serius dari Pemda Papua ini ditujukan ke sebuah pekerjaan rumah dalam mengatasi soal kesenjangan antarkota – kampung dan kesenjangan antarwilayah Pegunungan Tengah dan wilayah pesisir di Papua.
Dan, langkah penting penuh terobosan sebenarnya juga dilihat dari Gubernur Enembe dalam membalikkan piramida anggaran Dana Otsus yang selama ini terkesan “Provinsi-Sentris” ketimbang membesarkan alokasi ke Kabupaten/Kota. Alhasil sentuhan baik dari Pusat – Pemda Papua ini telah berhasil menurunkan angka kemiskinan di Papua dari 31,13 pada Maret 2013 ke 27,62 persen pada Maret 2017. Juga, beberapa indikator kinerja pembangunan yang membaik dalam 3 tahun terakhir ini. Karena itu, terbitnya Perdasus perihal kebijakan 80 : 20 dan sejumlah sentuhan kebijakan kewilayahan dilihat sebagai keseriusan dari Gubernur Lukas Enembe – Wagub Klemen Tinal, jajaran Pemda Papua dan MRP – DPRP dalam mewujudkan visi besar Indonesia-sentris yang diemban Presiden Joko Widodo selama ini.
*Penulis adalah Pemerhati Pembangunan Papua