Darwin Rumbiak, S.Kep

JAYAPURA (PB)—Menyikapi kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) akibat campak dan gizi buruk yang menimpa anak-anak di Kabupaten Asmat dan aneka wabah penyakit lain yang sebelumnya terjadi di beberapa kabupaten di Provinsi Papua, Unit Percepatan Pembangunan Kesehatan Papua (UP2KP) meminta agar para bupati mengalokasikan anggaran bidang kesehatan yang cukup untuk mengontrak tenaga dokter, perawat dan bidan guna ditempatkan di Puskesmas yang sulit dijangkau.

“Minimnya tenaga kesehatan, terutama dokter, perawat dan bidan menjadi salah satu pemicu cepat meluasnya campak dan gizi buruk hingga terjadi KLB di Asmat. Kami minta para bupati di Papua, terutama yang memiliki wilayah dengan akses transportasi sulit mengambil kebijakan anggaran bidang kesehatan yang tepat dengan merekrut para dokter dan paramedis dan tempatlkan di semua daerah yang sulit dijangkau itu,” ujar Kepala Bidang Respon dan Emergensi UP2KP, Darwin Rumbiak, S.Kep saat pertemuan dengan Menteri Kesehatan Prof. Dr. dr. Nila Moeloek SpM (K), Kamis (25/01/2018) di Hotel Horison, Timika.

Pertemuan bertajuk Koordinasi Percepatan Pembangunan Kesehatan dalam rangka penanganan permasalahan kesehatan di Provinsi Papua Tahun 2018 itu dihadiri Kepala Dinas Kesehatan Papua, drg. Aloysius Giyai, M.Kes dan perwakilan Dinkes dari 10 kabupaten yang dianggap rawan terjadinya KLB, yakni Asmat, Nduga, Mimika,  Keerom,  Paniai,  Merauke,  Bovendigul, Biak dan Tolikara. Selain Darwin, hadir juga Sekretaris Umum Alexander Krisifu, SH dan Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Hidayat Wairoy, SKM mewakili UP2KP.

Pada kesempatan itu, Darwin juga meminta kepada Badan PPSDMK Kementrian Kesehatan RI untuk membantu Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten dalam distribusi SDM kesehatan ke Papua yang masih sangat Minim, khususnya tenaga dokter.

Menkes Nila berfoto bersama usai pertemuan

Menurut Darwin, pada 1-8 Mei 2017, UP2KP sudah melakukan monitoring dan pendataan SDM Kesehatan di 18 kabupaten di Provinsi Papua yang memiliki kondisi geogrrafis yang berat dan sulit dijangkau pelayanan kesehatan. Hasil itu menunjukkan fakta yang sangat memprihatinkan.

“Jumlah SDM Kesehatan masih sangat kurang, terutama tenaga dokter. Kami bertanya, mengapa petugas kesehatan terutama dokter ini tidak mau ditempatkan di daerah pedalaman? Ya karena gaji kontrak mereka sangat kecil. Nah, para bupati dan dinas kesehatan harus perhatikan ini ke depan,” katanya.

Darwin menjelaskan, sebagai lembaga pengawal bidang kesehatan di Provinsi Papua, UP2KP berungkali telah melakukan sosialisasi kepada pemda kabupaten tentang Peraturan Gubernur No. 8 Tahun 2014 terkait Penggunaan Dana Otsus Minimal 15% untuk Pelayanan Dasar. Sayangnya, kata dia, kenyataan yang ditemukan UP2KP di 18 kab/kota rata-rata hanya 8 persen saja. Faktor-faktor ini, menurut Darwin, ikut mempengaruhi kurang genjotnya Puskesmas dalam memaksimalkan pelayanan pada tingkat dasar seperti imunisasi dan lain-lain.

“Contoh di Kabupaten Biak, dana BOK puskesmas diberikan oleh Kementrian Kesehatan Rp 9 Miliar, tetapi Dinas Kesehatan Biak cuma mendapat Rp 2 Miliar yang diberikan kepada Puskesmas di wilayah kerjanya. Hal seperti ini sungguh sangat disayangkan karena ujung-ujungnya masyarakat yang menjadi korban. Saat sudah terjadi permasalahan seperti di Asmar baru semuanya saling salah menyalahkan. Ini jadi pelajaran, tidak boleh lagi terjadi ke depan,” tegas Darwin. (Hidayat/Gusty)

 

Facebook Comments Box