Yohanes Don Bosco Dowo Badin didampingi Kuasa Hukumnya, Matheus M. Sare, SH saat menunjukkan surat somasi ke PT FIF Cabang Sentani dan laporan ke Polresta Jayapura Kota, Senin (05/07/2021)

 

JAYAPURA (PB.COM)Seorang nasabah pembelian kendaraan bermotor bernama Yohanes Don Bosco Dowo Badin alias Bosco atas nama istrinya menggugat PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Sentani, Papua selaku perusahaan pembiayaan atau leasing kendaraan bermotor dengan nilai gugatan sebesar Rp 1 miliar lebih. Sebab FIF Cabang Sentani dinilai telah bertindak melawan hukum dengan merampas, mempermalukannya di muka umum, dan menjual sepeda motor tanpa seizin istrinya sebagai nasabah.

Gugatan itu tertuang dalam isi somasi yang dilayangkan Bosco melalui kuasa hukumnya Matheus M. Sare, SH & Rekan nomor 04/Somasi-WPMH/ADV-MMS/VI/2021/JP tertanggal 28 Juni 2021 yang ditujukan kepada Pimpinan PT. Federal International Finance Pusat di Jakarta cq. Pimpinan PT. Federal International Finance Cabang Sentani. Hal yang sama tertuang dalam Laporan Dugaan Tindak Pidana Perampasan Barang dan Penggelapan Nomor 041/SP-TPP/ADV-MMS/VII/2021/JP yang ditujukan kepada Kapolresta Jayapura Kota tertanggal 1 Juli 2021.

Menurut Matheus selaku kuasa hukum, perkara ini sebenarnya bermula dari wanprestasi yang dialami kliennya yaitu keterlambatan pembayaran angsuran sepeda motor. Kronologinya, pada 12 Agustus 2019, kliennya atas nama istrinya bernama Veronika Ernawati melakukan kredit kendaraan roda dua (sepeda motor) Honda Vario 150 CC type X1H02N35M1 A/T warna merah dengan plat nomor kendaraan PA 4362 RQ melalui PT FIF Cabang Sentani dengan deposito atau uang muka sebesar Rp. 3.800.000,- (tiga juta delapan ratus ribu rupiah).

STNK Kendaraan Bermotor milik korban yang masih dipegangnya hingga hari ini.

Selama empat bulan terhitung sejak September hingga Desember 2020, lanjut Matheus, kliennya membayar angsuran tepat waktu. Tetapi pada Januari 2020, akibat pandemi Covid-19, angsuran kelima mengalami keterlambatan. Kliennya yang sehari-hari bekerja sebagai konsultan pengawas proyek pun selalu berkomunikasi baik dengan pihak petugas lapangan FIF dan meminta untuk bersabar karena pekerjaannya belum cair.

“Namun, pada 28 Januari 2020, staf lapangan atas nama Stenli Kode 53229  bertemu kliennya di jalan raya di Buper Waena dan membawa sepeda motor itu. Dan ini disaksikan banyak orang. Beberapa bulan kemudian, tepatnya Juli 2020, kliennya sempat menanyakan sepeda motor itu ke pihak FIF karena ada beberapa barangnya tertinggal di jok motor. Ia kaget karena pihak FIF mengatakan motornya sudah dilelang dan dijual dan mereka menelpon pembeli itu untuk mengembalikan barang kliennya itu. Anehnya, STNK sepeda motor itu masih ada di kliennya sampai hari ini beserta kunci serep,” kata Matheus M. Sare didampingi kliennya, Bosco  saat memberi keterangan kepada wartawan di Jayapura, Senin (05/07/2021).

Semestinya, kata Matheus, langkah pertama yang diambil FIF sebagai pihak kreditur ialah memberikan surat teguran pertama kepada debitur, bukan langsung mengambil sepeda motor secara paksa alias merampas. Jika teguran itu tidak ditanggapi nasabah, maka kreditur bisa bertemu debitur untuk menanyakan, apakah masih sanggup membayar angsuran atau tidak. Sebab sepeda motor itu adalah benda jaminan yang dilindungi oleh Pasal 12 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

“Jika tidak bisa, maka debitur harus menandatangani surat pernyataan tidak sanggup lagi membayar angsuran. Kedua, ketika mengambil barang juga tidak secara mudah. Kreditur harus meminta surat pernyataan yang ditandatangani debitur bahwa dia rela menyerahkan benda jaminan itu secara sukarela. Di situ baru pihak leasing melakukan proses pelelangan dengan meminta surat penetapan dari pengadilan terlebih dahulu. Jika surat penetapan lelang keluar dari pengadilan, maka kreditur pun masih harus bersurat kepada debitur tentang pelelangan itu,” kata Matheus.

FIF Tak Punya Sertifikat Fidusia?

Menurut Matheus, tindakan petugas FIF Cabang Sentani merampas motor dari nasabah tanpa surat peringatan terlebih dahulu, kemudian melelang dan menjualnya tanpa meminta izin kepada kliennya selaku nasabah adalah perbuatan pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 368 ayat (1) KUHP. Di sisi lain, FIF juga melakukan perbuatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum secara perdata karena melanggar UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

“Sebagai perusahaan pembiayaan kendaraan bermotor, sepeda motor sebagai benda jaminan itu dilindungi oleh Pasal 12 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia jo. Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.010/2012 Tentang pendaftaran jaminan fidusia bagi pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan Jaminan Fidusia,” terang Matheus.

Ia menjelaskan, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 18/PUU-XVII/2019 tanggal 6 Januari 2020 dalam Amar Putusan pada point 2 (dua) berbunyi “Menyatakan Pasal 15 Ayat (2) Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa ”kekuatan eksekutorial” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji dan debitur keberatan menyerahkan sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.”

“Kami sudah mengecek, diduga FIF dianggap perusahaan illegal karena beroperasi tidak mengangongi Sertifikat Fidusia. Tanggal 24 Juni sebelum ajukan somasi ini, kami tempuh mediasi bertemu Kepala Cabang FIF Sentani. Karena beliau sedang meeting daring, kami diarahkan bertemu Pak Samuel. Kami sempat tanyakan Sertifikat Fidusia, malah beliau bertanya balik dan tidak paham soal ini. Ini kan aneh,” tegas pria asal Adonara, NTT ini.

Hal ini semakin diperkuat dengan pengakuan kliennya bahwa sejak awal proses ini, tidak ada kontrak perjanjian antara FIF sebagai kreditur dan kliennya sebagai debitur yang mengatur sejumlah klausal, termasuk solusi jika terjadi macetnya angsuran. Yang ada  hanyalah formulir pengisian pembiayaan kendaraan bermotor dan itu pun hanya ditandatangani oleh pihak debitur.

“Dugaan kami, bukan hanya kepada klien kami, tapi semua nasabah yang kredit kendaraan bermotor di FIF juga diperlakukan begitu. Artinya, kami juga menduga di luar sana ada banyak masyarakat yang jadi korban karena perusahaan pembiayaan yang tak memiliki Sertifikat Fidusia ini, bertindak sewenang-wenang, sementara masyarakat sebagai nasabah tidak melek hukum dan hanya pasrah,” urainya.

Mediasi Ditolak, Gugat 1 Miliar

Menurut Matheus, sebelum memberikan somasi, pada tanggal 23 Juni 2021, ia bersama kliennya berniat menempuh jalur persuasif. Keduanya mendatangi Kantor FIF Cabang Sentani ingin bertemu pimpinan mereka. Namun saat itu, Kepala Cabang sedang meeting daring sehingga diarahkan bertemu salah seorang stafnya bernama Samuel.

Sehari sesudahnya, tanggal 24 Juni 2021, pihaknya bersama korban kembali datang ke Kantor FIF Sentani dan bertemu Sulfiadi selaku kepala cabang. Saat itu, pihaknya bermaksud memediasi kreditur dan debitur dengan menawarkan dua opsi solusi. Pertama, kreditur mengembalikan sepeda motor kepada debitur dan debitur melanjutkan angsuran sisanya sebanyak 13 kali.

“Opsi kedua, kembalikan uang deposito dan angsuran yang mencapai Rp 11 juta lebih itu kepada klien kami. Kalau tidak kami proses hukum. Tapi jawaban Kepala Cabang, dua-duanya dia tidak bisa terima. Jadi kami proses hukum saja,” kata Matheus.

Maka, tanggal 28 Juni 2021, Matheus atas nama kliennya melayangkan somasi kepada PT FIF Cabang Sentani. Ia juga melaporkan dugaan tindak pidana perampasan barang dan penggelapan sepeda motor milik kliennya kepada Kapolresta Jayapura Kota per 1 Juli 2021, karena lokasi kejadian di Buper Waena ada dalam wilayah hukum Polresta Jayapura Kota.

Di dalam somasi dan laporan itu, pihaknya menuntut FIF Cabang Sentani sebagai kreditur untuk membayar ganti rugi kepada kliennya sebesar Rp sebesar Rp. 1.011.395.780,- (satu miliar sebelas juta tiga ratus sembilan puluh lima ribu tujuh ratus delapan puluh rupiah). Dengan rincian, kerugian materil sebesar Rp11.395.780,- (sebelas juta tiga ratus sembilan puluh lima ribu tujuh ratus delapan puluh rupiah) yaitu deposito/uang muka plus bunga, serta 4 kali angsuran, dan kerugian imateril sebesar Rp 1 miliar.

Tanda Terima Laporan Dugaan Tindak Pidana Perampasan Barang dan Penggelapan ke Polresta Jayapura Kota, 1 Juli 2021.

“Kenapa kami gugat Rp 1 miliar lebih? Karena secara psikis yang dialami korban dan keluarga korban yaitu malu, stres, dan secara tidak langsung dihina di muka umum dan akhirnya konsentrasi dan fokus dari suami korban terhadap pekerjaan pembangunan rumah tersebut di Buper Waena dalam jabatan selaku konsultan pengawas proyek terganggu. Dan itu sudah kami sampaikan lewat somasi kepada pihak FIF dan kami beri waktu 14 hari. Jika tidak diindahkan, kami berikan somasi kedua 14 hari. Jika pun itu tidak diindahkan dan taka da itikad baik untuk mediasi, maka kami akan ajukan gugatan ke pengadilan. Ini jadi pelajaran supaya pihak leasing jangan lagi menzolimi hak-hak debitur yang dijamin oleh negara melalui undang-undang,” tegas Matheus.

Terkait laporan dugaan tindak pidana perampasan, ia  berharap, Kapolresta Jayapura Kota segera memerintahkan Kasat Reskrim untuk memproses hukum para pihak terkait dalam kasus ini. Tujuannya supaya memberi pelajaran dan kepastian hukum kepada masyarakat umum sebagai nasabah dan pihak leasing yang harus bekerja di bawah payung hukum dengan mengantongi Sertifikat Fidusia.

Kepala FIF Cabang Sentani, Sulfiadi dikonfirmasi papuabangkit.com via whatsapp pada Senin dan Selasa petang (05-06/07/2021) tidak merespon pesan. Ia juga tidak merespon saat dihubungi melalui telepon seluler di dua hari itu. (Gusty Masan Raya)

Facebook Comments Box