Ricky Ricardo C.G.T Cawor Penyerang Tim Papua dihadang pemain belakang Tim Aceh di babak Penyisihan Group D Cabang Olah Raga sepak Bola Putra di Stadion Mandala Jayapura. Rabu (06/10/2021) Foto (PB.PON XX PAPUA/Ian Irman)

 

JAYAPURA (PB.COM)Sayonara Papua. Terima kasih, Sampai Jumpa Lagi! Barangkali inilah sederet kalimat khas yang bakal terucap dari ribuan kontingen yang bersiap pulang ke daerahnya, satu dua hari mendatang. Setelah hampir tiga pekan, mereka berada di Papua untuk berpesta olahraga. Papua yang indah, Papua yang ramah, dan Papua yang nyaman dan damai akan jadi memori tak terlupakan duta-duta olahraga dari seluruh nusantara.

Ya Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua tinggal sehari saja menuju closing ceremony di Stadion Utama Lukas Enembe. Para kontingen dari 34 provinsi di keempat klaster penyelenggara yakni Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Mimika dan Merauke ,sudah siap-siap berkemas.

Tetapi ada yang istimewah di hari terakhir Kamis (14/10/2021). Dari sekian cabor dan nomor yang dipertandingkan di ujung pesta ini untuk merebut 40-an medali emas tersis, sebuah laga istimewa, big match, bakal tersaji petang ini di Stadion Mandala Jayapura sebagai hiburan penutup yang mempesona. Ribuan pencinta sepak bola di Kota Jayapura dan sekitarnya sedang tak sabar untuk antri memenuhi markas Persipura, menonton laga final sepak bola putra mempertemukan Papua vs Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Ini adalah pertemuan kedua bagi dua kontingen yang sama-sama menyandang Otonomi Khusus (Otsus) ini pada ajang PON XX Papua. Ketika pada babak penyisihan  enam besar grup D, Papua berhasil menang tipis atas Aceh dengan skor 1-0. Aceh yang bangkit di laga kedua dan menumbangkan tetangganya, Sumatera Utara (Sumut) dengan skor 2-1, akhirnya lolos ke semifinal, ketika Papua pada laga pamungkas juga berhasil mengalahkan Sumut 2-0.

Di babak semifinal, Aceh yang bertemu juara grup E Jawa Timur, menang tipis 2-1. Sementara Papua melibas Kalimantan Timur dengan skor telak 5-1. Maka jadilah petang ini, jumpa kedua terjadi juga di Mandala. Jutaan mata pencinta sepak bola se-Indonesia ikut berdebar-debar menanti di layar kaca. Menyaksikan bentrok dua kontingen paling Timur selaku tuan rumah PON XX 2021, dan pasukan paling barat yang juga akan menjadi tuan rumah PON XXI 2024 nanti. Menarik!

De facto, sorak-sorai pentonton dan gegap gempita para fans di tribun Mandala tentu menjadi salah satu faktor yang menguntungkan Ricky Ricardo Cawor cs untuk lebih semangat berlari mengolah si kulit bundar demi meraih emas yang sudah ada di depan mata. Harga diri tuan rumah dipertaruhkan di pundak mereka.

Tetapi jangan lengah! Kekuatan anak-anak Tanah Rencong tak bisa dianggap remeh. Pertemuan di babak enam besar dengan kemenangan tipis 1-0, harus menjadi catatan penting bagi Edu Ivakdalam untuk mengatur strategi. Apalagi, menghadapi juru taktik sekelas Fakhri Husaini dengan segudang prestasi, yang mengandalkan serangan balik cepat mematikan.

Memang di atas kertas, materi pemain dan catatan laga, Papua sedikit lebih unggul. Papua menjadi satu-satunya tim sepak bola putra yang belum pernah kalah di PON XX Papua. Kemenangan besar selalu diraihnya sejak babak penyisihan, terutama saat menumbangkan Jawa Barat (5-1), NTT (4-0) dan Kalimantan Timur (5-1).

Hanya versus Aceh, anak-anak negeri cenderawasih ini cukup dibuat kerepotan dengan sistem pertahanan yang dibangun oleh Akhirul Waldan cs dan serangan balik cepat yang merepotkan. Beruntung, gol tunggal Gideon Balinsa di menit ke-54 tercipta pada jumpa pertama enam besar tercipta, melebarkan senyum ribuan penonton tuan rumah di tribun yang hampir sejam berdebar-debar cemas, sekaligus membuka peluang pertama untuk anak asuk Edu Ivakdalam melangkah ke semifinal.

Menariknya, pertemuan Papua dan Aceh di final PON XX kali ini, sekaligus mengulang catatan sejarah yang tidak terlupakan bangsa ini. Pada PON XIII tahun 1993 di Jakarta, 28 tahun silam, Papua berhasil menekuk Aceh dengan skor 6-3. Uniknya, salah satu gol ketika itu diciptakan David Saidui dengan bagian belakang tubuhnya, yang membuat kaum penggila bola Indonesia masih mengingatnya sampai hari ini.

Berbagai sumber menulis, David saat itu memperoleh peluang emas lantaran kesalahan penjaga gawang Aceh, Zulfan dengan bek Tarmizi. David tak terkawal dan tidak ada kiper yang menghalanginya. Bukannya langsung menendang, David memilih menghentikan bola di garis gawang dan kemudian menggulirkan bola dengan menggunakan bagian belakang tubuh.

Pada PON XIII 1993 itu, David dan gol uniknya itu, sekaligus juga mencatatkan namanya di tinta sejarah sebagai top skor dengan 9 gol. Hampir mirip, rupanya di PON XX ini, telah muncul sosok David lain sebagai pengganti. Dia adalah sang kapten Ricky Ricardo Cawor, yang kini mencatat namanya di klasemen sementara sebagai pencetak gol terbanyak dengan 9 gol. Melihat rivalnya dari Aceh, Akhirul Wadhan dengan koleksi 4 gol bersama-sama dengan M. Arody Uopdana, Ricky dipastikan akan mendapatkan “sepatu emas” kali ini. Tak mampu dikejar.

Tetapi bola bulat. Kejutan selalu saja terjadi di jiwa para petarung yang merumput pada 2×45 menit. Siapa yang bakal memenangkan laga panas ini? Apakah tuan rumah sanggup menjaga marwah dan sejarahnya? Ataukah anak-anak Serambi Mekah bakal membawa medali emas di cabor paling bergengsi PON untuk dijaga hingga 2024, saat ia menjadi tuan rumah PON XXI? Kita tunggu saja di Mandala, sore ini, siapa yang akan menulis sejarahnya! (Gusty Masan Raya)

Facebook Comments Box