Drg. Aloysius Giyai, M.Kes saat tampil sebagai pemateri dalam sosialisasi tentang pekerja migran yang digelar BPPMI di Universitan Ottow Geissler Jayapura, Rabu (13/10/2021)

JAYAPURA (PB.COM)—Sumber daya alam Papua yang sangat kaya, terutama di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kelautan dan perikanan serta niaga yang masih sangat minim digeluti oleh kaum muda Papua, membuat sosok intelektual ini peduli dan angkat bicara.

Saat tampil sebagai pemateri dalam sosialisasi yang digelar Badan Pekerja Perlindungan Migran Indonesia (BPPMI) di Universitas Ottow Geissler Jayapura, Rabu (13/10/2021). drg. Aloysius Giyai, M.Kes mengajak seluruh kaum muda Papua, terutama para mahasiswa dan sarjana untuk tidak berorientasi menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), politisi, atau pegawai lainnya.

“Tanah kita ini sangat kaya. Mari belajar untuk berwirausaha menjadi petani, peternak atau nelayan modern. Kita bisa manfaatkan potensi kita untuk kemajuan kita dan orang di sekitar kita. Saya sangat ingin gelorakan semangat dalam gerakan sederhana: sarjana masuk kebun, sarjana masuk laut, sarjana masuk hutan. Karena di sana sumber perekonomian kita berasal,” kata Aloysius Giyai dalam sosialisasi bertema Peluang Kerja Luar Negeri dan Bermigrasi Secara Aman itu.

Aloysius menjelaskan, jiwa entrepreneurship atau kewirausahaan adalah proses kegiatan kreativitas dan inovasi menciptakan perubahan dengan memanfaatkan peluang dan sumber-sumber yang ada untuk menghasilkan nilai ekonomis. Sepuluh tahun terakhir di sela-sela bekerja sebagai birokrat, kata dia, tema ini menjadi salah satu bidang yang digumuli. Dan dia pun berupaya di praktikannya secara langsung melalui usaha riil, bukan hanya berwacana.

“Saya beternak babi, ayam, ikan kolam, buka kios kecil-kecilan. Saya ingin belajar kelola uang. Saya percaya adagium ini bahwa setinggi-tingginya jabatan direktur di sebuah perusahaan milik orang lain, tak akan lebih hebat dari seorang karyawan biasa di tempat usahanya sendiri. Karena itu, saya ajak kaum muda Papua, mari belajar untuk mengatur keuangan pribadi dari sekarang, melihat peluang usaha, berani membuka usaha dari yang kecil dan dimulai dari hobi atau passion, dan belajar keluar dari zona nyaman untuk memiliki penghasilan sendiri,” ajak mantan Kepala Dinas Kesehatan Papua ini.

Menurut Aloysius, pekerja migran asal Provinsi Papua yang bekerja di luar negeri masih sangat minim dibandingkan dengan provinsi lain. Maklum, selain kaya akan sumber daya alam, jumlah penduduk Papua juga masih sedikit di tengah wilayah Papua yang luas yakni 421.981 KM2  atau sekitar 3,5 kali lebih besar dari pada Pulau Jawa. Berdasarkan data BPS Provinsi Papua per Desember 2020, jumlah penduduk Papua sebanyak 4.303,707 jiwa, dimana jumlah angkatan kerja sebanyak 1.837.805 jiwa.

“Budaya meramu, hidup bergantung pada alam masih jadi tradisi, yang membuat kita orang Papua belum dibentuk untuk menjadi pekerja profesional. Apalagi faktor pendidikan membuat SDM kita masih rendah. Tetapi bukan tidak mungkin, dengan melihat letak Papua yang sangat strategis di kawasan Pasifik, sangat terbuka kemungkinan kelak anak-anak muda kita bisa bekerja di Papua New Guinea (PNG), Vanuatu, Fiji, Kepulauan Salomon, bahkan  New Zealand dan Australia. Apalagi sejak zaman Gubenrnur Barnabas Suebu hingga Gubernur Lukas Enembe, Program 1.000 Doktor itu jalan sampai sekarang,” urainya.

Oleh karena itu, selain meminta kaum muda untuk benar-benar menyiapkan diri lewat kuliah formal, dinas dan lembaga terkait seperti Balai Latihan Kerja (BLK) juga harus proaktif mendesain kurikulum pelatihan bagi mereka sesuai dengan trend  zaman dan bersinergi dengan dunia industri. Selain itu, dalam prinsip affirmative action sebagaimana roh UU Otonomi Khusus, perlu juga dibuat regulasi berupa Perdasi atau Perdasus yang mengatur kuota penerimaan karyawan Asli Papua di setiap perusahaan, baik UMKM maupun  perusahan berskala besar.

“Stigma tentang orang muda Papua itu tidak tahu kerja, pemalas tidak disiplin, dan pemabuk, harus kita hilangkan. Yang hilangkan siapa? Ya kita sendirilah yang mengaku anak muda Papua, dengan menunjukkan kualitas bahwa kita bisa kerja dan bersaing dengan yang lain,” tegas penulis buku Memutus Mata Rantai Kematian di Tanah Papua ini. (Gusty Masan Raya)

Facebook Comments Box