Ondoafi Yustus Karay bersama sejumlah keluarga didampingi Kuasa Hukumnya Drs. Aloysius Rewarin, SH.MH usai jumpa pers di Kantor Law Firm Aloysius Renwarin and Partners, Perumnas II Waena, Kota Jayapura, Rabu (12/01/2022)

 

JAYAPURA (PB.COM)Pemilik hak ulayat pada lokasi pelabuhan khusus di Kampung Muris Kecil, Distrik Demta, Kabupaten Jayapura, Papua melalui kuasa hukumnya, memberikan somasi atau surat peringatan pertama kepada PT Sinas Mas Group. Sebab sudah 23 tahun lamanya, terhitung sejak 1999 hingga kini, lahan milik mereka seluas 10 hektar yang dipakai perusahaan perkebunan kelapa sawit raksasa itu sebagai tempat bongkar muat logistik dan bahan baku minyak kelapa sawit, tidak pernah dibayar atau diganti rugi.

Dalam keterangan persnya kepada wartawan, Rabu (12/01/2022), Drs. Aloysius Rewarin, SH.MH dari Law Firm Aloysius Renwarin and Partners mengatakan sejak menerima surat kuasa pendampingan hukum dari Ondoafi Yustus Karay sebagai pemilik hak ulayat itu per  24 November 2021,  pihaknya telah melakukan mediasi bersama PT. Agropanca Modern yang merupakan bagian dari PT Sinar Mas Group di Jayapura. Mediasi pertama dilakukan pada 27 November 2021 dan mediasi kedua pada 04 Desember 2021.

“Sudah selama 23 tahun. Terhitung sejak 1999- 2021, tak ada status yang jelas dari segi kontrak maupun pembayaran serta sertifikat tentang tanah itu. Makanya kami ingin mediasi dan meminta Sinar Mas Group sebagai Pihak Kedua, tunjukan bukti hukum atas lokasi tanah itu. Kalau dari klien kami, bukti-bukti sudah jelas,” urai Aloysius.

Sayangnya, pada mediasi ketiga, Pihak PT. Sinar Mas Grup tidak menghadiri undangan tertanggal 11 Desember 2021 tersebut. Padahal, rencananya, pada mediasi ketiga ini, kedua belah pihak saling menunjukkan bukti hukum atas tanah itu dan hak Suku Karay yang harus diberikan oleh Sinar Mas.

Ondoafi Yustus Karay dan kuasa hukumnya saat memberikan keterangan pers.

“Dengan tidak hadirnya pihak Sinar Mas di mediasi ketiga, ini menunjukkan bahwa mereka tidak punya itikad baik. Kami dari Pihak Pertama, tunggu kurang lebih tiga minggu sampai hari ini, tapi belum juga hadir. Karena itu, hari ini resmi, kami mengirim somasi ini langsung ke kantor pusat PT Sinas Mas Group di Jakarta, tembusan Sinar Mas di Jayapura. Sebab masyarakat Suku Karay sangat merasa dirugikan,” tegas Aloysius.

 Isi Somasi

Adapun lima (5) poin dalam somasi yang dilayangkan Keluarga Suku Karay melalui kuasa hukumnya kepada PT Sinar Mas itu, sebagaiman rilis yang diterima papuabangkit.com.

Pertama, bahwa Pihak Kedua Direktur PT. Sinar Mas telah mendirikan sebuah Perusahaan olahan minyak kelapa sawit pada tahun 1999 yang sedang beroperasi sampai sekarang, di tanah milik Pihak Pertama dengan luas 100.000 M2  (sepuluh hektar), maka kami sebagai Pihak Pertama dan/atau selaku kuasa hukum menegaskan bahwa pemenuhan tanggung jawab dalam pembayaran atas pemakaian tanah adat Suku Karay sampai saat ini belum terpenuhi.

Kedua, bahwa Pihak Kedua pernah memberi uang sebanyak Rp. 25.000.000.00,- (Dua Puluh Lima Juta Rupiah) kepada Pihak Pertama namun selaku Pihak Pertama merasa bahwa harga tanah adat dan pemakaian yang bertahun-tahun itu, tidak layak dihargai hanya sebesar itu.

Salinan Somasi

Ketiga, bahwa selaku Pihak Pertama sebagai anak adat yang bertanggung jawab menjaga daerah teritorial dan/atau daerah kekuasaan adat, meminta pertanggungjawaban kepada Direktur PT. Sinar Mas Group selaku Pihak Kedua yang telah bertahun-tahun mengambil keuntungan besar dari tanah adat Distrik Demta, Desa Muris Kecil. Ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 64 ayat 1 UU No 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua yang menjelaskan bahwa Pemerintah Provinsi Papua wajib melindungi sumber daya alam, baik hayati maupun non hayati, dengan tetap memperhatikan hak ulayat milik masyarakat adat Papua.

Keempat, bahwa Pihak Kedua harus memberikan bukti atas hak kepemilikan, baik itu pelepasan secara adat dan/atau sertifikat, maupun surat kontrak, atau bukti-bukti bahwa pernah telah melakukan transaksi pembayaran apa saja dan dengan siapa. Sebab berdasarkan bukti-bukti dari Pihak Pertama, Pihak Kedua tidak menjalankan pemenuhan kewajiban, hingga berujung dilayangkannya somasi ini.

Kelima, bahwa kami masih berkeyakinan kepada Direktur PT. Sinar Mas akan melaksanakan kewajiban tersebut. Dan kerenanya, bersama somasi ini, kami mengundang Direktur PT. Sinar Mas untuk dapat hadir membicarakan dan menyelesaikan kewajiban dan/atau persoalan tersebut.

Keenam, bahwa hingga surat peringatan (somasi) ini dikeluarkan, Direktur PT. Sinar Mas Grup selaku Pihak Kedua tidak juga bersedia melakukan pembicaraan guna menyelesaikan kewajiban, maka kami akan menindaklanjuti penyelesaiaan masalah ini secara hukum, baik perdata maupun pidana,” tegas pengacara kelahiran Kokonao, Mimika ini.

Tanah Itu Tak Dijual

Dalam jumpa pers di Kantor Law Firm Aloysius Renwarin and Partners di Perumnas II Waena, Ondoafi Yustus Karay bersama sejumlah keluarga hadir. Yustus adalah anak sulung dari Ondoafi Suku Karay, Nakur Karay.

“Perusahaan PT Sinar Mas melalui PT Agropanca Modern ini masuk bangun pelabuhan tapi masuknya lewat orang lain yang bukan pemilik hak ulayat yang sah.Kami tahunya dari belakang. Makanya, kami minta data-data akurat ke perusahaan, mana surat pelepasan adat. Tapi sampai hari ini tidak diberikan,” kata Yustus.

Perkebunan sawit milik PT Sinar Mas di Kabupaten Jayapura (Foto: google)

Menurut Yustus, wilayah Demta terdapat tujuh suku, salah satunya Suku Karay. Terkait status kepemilikan tanah seluas 10 hektar yang dipakai PT Sinas Mas untuk membangun pelabuhan di Kampung Muris Kecil di wilayah Pantai Reputa dan Aimsah, sejumlah keluarga yang sebelumnya mengaku sebagai pemilik, sudah menandatangani surat pernyataan tanggal 8 Juli 1999 bahwa pemilik yang sah ialah Suku Karay. Bukan mereka.

“Selanjutnya pada 5 September 2011, Dewan Adat Suku dan Kepala Distrik Demta juga menyatakan pengakuan yang dibuat Suku-Suku Muris bahwa status kepemilikan lokasi Tanah Darat Pantai Reputa dan Aismah adalah Suku Karay,” kata Yustus.

Pada 4 Juni 2012, Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura memfasilitasi pertemuan di Kantor Distrik Demta guna membahas tuntutan ganti rugi Suku Karay kepada PT Sinar Mas. Ketika itu, kata Yustus, Dewan Adat Suku Jouw-Warry Demta diberi mandat untuk membahas dan memutuskan tuntutan ganti rugi tanah tersebut.

Menurut Yustus, keeseokan harinya, tepatnya 5 Juni 2012, pihaknya melakukan pemalangan pada lokasi pelabuhan tersebut. Suku Karay pun saat itu merasa bahwa masih terjadi klaim sepihak dari keluarga tertentu atas kepemilikan lahan itu kepada PT Sinar Mas. Oleh karena itu, pada 6 Juni 2012, digelarlah Musyawarah Para-Para Adat bertempat di rumah Ondoafi Suku Murunggu, Oktovianus Yokore di Kampung Muris Besar mengklirkan kembali kepemilikan lahan itu.

Pelabuhan khusus milik PT Sinar Mas di Kampung Muris Kecil Distrik Demta. Kabupaten Jayapura. (Foto: google)

“Pada Dewan Adat Suku sebagai penanggung jawab dari suku-suku yang mendiami Kampung Muris saat musyawarah itu membenarkan, memutuskan dan menyatakan bahwa tanah darat dan Pantai Reputa adalah milik Suku Karay. Atas dasar inilah, kami palang lokasi dan perjuangkan hak kami. Minta mereka bayar Rp 12 miliar,” urainya.

Masalah ini pun akhirnya dimediasi oleh Pemda Kabupaten Jayapura. Pada tanggal 24 November 2012, Yustus mengaku menerima uang sebesar Rp 25 juta dari PT Sinar Mas sebagai uang buka palang lokasi itu. Padahal, mereka meminta ganti rugi sebesar Rp 12 miliar atas lokasi itu. Pemerintah Kabupaten Jayapura waktu itu, melalui asisten I Bapak J, Ayamiseba, yang berjanji menfasilitasi Suku Karay untuk berjuang mendapatkan haknya, pun tak mengambil langkah apapun hingga hari ini.

“Tetapi kami tegaskan sekali lagi bahwa kami Suku Karay keturunan Nakur dan Janggai, hingga hari ini tidak pernah berniat menjual lokasi tersebut. Jadilah kami butuh pendampingan hukum. Yang kami tuntut sekarang ialah ganti rugi dan bayar pemakaian lokasi sejak 1999. Setelah itu, barulah kita buat kontrak baru dengan Sinar Mas. Kami tak akan jual tanah ulayat leluhur kami,” tegas Yustus. (Gusty Masan Raya)

Facebook Comments Box