Demianus Kalakmabin

 

JAYAPURA (PB.COM)Umat Kristiani di seluruh dunia, termasuk Papua baru saja merayakan Hari Raya Natal, 25 Desember 2022. Perayaan Natal ini identik dengan pesta keluarga seperti 2000 tahun yang lalu, dimana Allah mengutus Sang Juru Selamat, Putra-Nya Yesus Kristus datang ke dunia lewat keluarga sederhana: Santo Yusuf dan Bunda Maria. Bahkan, dengan cara yang sangat hina: rela lahir di kandang Betlehem demi membebaskan umat manusia dari cengkraman kuasa dosa dan kejahatan.

Di mata seorang intelektual muda Pegunungan Bintang, Demianus Kalakmabin, ketika merayakan pesta suka cita Natal tahun ini, semua umat Kristen diajak, dingatkan dan dipanggil untuk “lahir kembali.” Artinya, kembali kepada diri sendiri, kembali kepada keluarga dan kembali kepada komunitas keluarga agar bisa  memperbaharui, merefleksi, dan merekonsiliasi seluruh perjalanan hidup mereka.

“Dari kaca mata iman, umat Kristen melihat hendaknya merefleksi dan memahami fakta bahwa visi dan misi Tuhan Allah untuk mewujudkan dunia yang damai dan adil, benar dan berlandaskan cinta kasih Allah lewat kelahiran Putra-Nya Yesus Kristus terasa hanya sebagai slogan yang terdengar di mimbar gereja di Papua. Mengapa? Karena fakta hari ini, umat Kristen di Tanah Papua sedang mengalami luka akibat penindasan, perang, pengungsian dan sebagainya,” tulis Demi dalam refleksinya sebagaimana diterima redaksi papuabangkit.com.

Menurut Demi, fakta Papua hari ini menunjukkan bahwa setiap  hari orang Papua masih mendengar dan melihat adanya insiden pembunuhan, penembakan, konflik aparat dan KKB, gelombang pengungsian, pembabatan hutan, kerusakan lingkungan, kesenjangan sosial dan ekonomi, keterbatasan SDM, dan jembatan komunikasi Jakarta-Papua yang kerap berseberangan dalam menjawabi tuntutan mendasar rakyat Papua.

“Mitos Bodoh, tidak mampu, belum bisa, dan terbelakang itu masih terdengar lantang dan digaungkan kepada umat Tuhan sebagai ahli waris tunggal tanah Papua ini. Ini semua terekam dalam perjalanan hidup umat Kristen Orang asli Papua (OAP) ras Melanesia di delapan wilayah adat dan 250 lebih suku dan sub suku yang mendiami Pulau New Guinea bagian Barat,” tutur Demi.

Oleh karena itu, Demi yang juga anggota Komunitas Pejalan Kaki (KPK) Pegunugan Bintang ini berharap perayaan Natal 2022 bertema Pulanglah Mereka Melalui Jalan Lain (Matius 2: 12), dapat memberikan persepktif baru bagi setiap orang asli Papua dan yang tinggal di atas Tanah Papua untuk membangun hubungan yang baru dengan sesama dan Tuhan.

“Hal-hal yang dapat memutus hubungan antara kita manusia dengan Tuhan ialah ketamakan, ketidakadilan, kebencian sesama saudara, kesombongan, tinggi hati, tidak mengakui sesama, tidak menghargai sesama, menceritakan aib atau masalah orang lain dan seterusnya. Sifat-sifat dasar ini yang memicu konflik dan membuat Papua terus terluka. Mari kita semua tinggalkan. Siapapun orang yang hidup di atas Tanah Papua dan dari agama apapun, hendaknya menjadikan perayaan Natal 2022 ini sebagai semangat baru untuk menjaga Papua lebih aman dan damai,” ujarnya.

Secara khusus, Demi mengajak umat Kristen di Tanah Papua untuk lahir kembali bersama Yesus di palungan Natal. Lahir kembali artinya memastikan kehidupan kita selanjutnya dengan membangun hubungan  erat dengan Tuhan dan sesama manusia. Kemudian, menanamkan, memupuk, memelihara dan mengembangkan benih cinta kasih, kedamaian, keadilan, kebenaran, persatuan, persaudaraan, dan kekeluargaan di tengah keluarga dan lingkungan dimana kita berada.

“Hanya dengan hal-hal tersebut, kita mampu melawan stigma dan hegemoni kuasa dosa yang merusak hubungan antara pribadi kita dengan Tuhan Yesus sang Juruselamat. Selamat merayakan Natal 25 Desember 2022 dan menyongsong Tahun Baru 1 Januari 2022,” tutupnya. (Gusty Masan Raya)

Facebook Comments Box