Kepala BRIDA Pegunungan Bintang, Octoviaen Gerald Bidana S.Pd.,MPA.

 

JAYAPURA (PB.COM)—Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Kabupaten Pegunungan Bintang, Octoviaen Gerald Bidana S.Pd.,MPA mengatakan, selain karena keterlambatan pembayaran biaya studi dari Pemda karena sistem keuangan di awal tahun,  persoalan keluhan 210 mahasiswa Pegunungan Bintang yang sedang menjalani studi di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga disebabkan oleh kurangnya manajemen keuangan dari mereka serta tidak ada rasa sikap syukur terhadap bantuan pemerintah daerah selama ini.

“Salah satu masalah utama bagi mahasiswa kami adalah manjemen keuangan, pemanfaatan keuangan yang sangat buruk, tidak disiplin dalam mengatur uang karena tidak terpola sejak disini dari dalam keluarga. Belum bisa prioritaskan kebutuhan utama dan urgen bagi studinya,” ujar Gerald dalam rilis yang diterima papuabangkit.com, Minggu, 12 Februari 2023.

“Manajemen hidup lemah dan budaya suka hidup boros adalah masalah utamanya. Akibatnya, utang dimana-mana dan pada akhirnya salahkan pihak lain. Untuk membentuk habitus baru di tempat baru menjadi tantangan tersendiri dan itulah yang sedang dialami. Pembentukan mentalitas menjadi pekerjaan rumah besar dan perhatian khusus Pemda Pegubin dengan para pihak kerjasama, seperti Yayasan Binterbusih tentang training leadership,” lanjutnya.

Menurut Gerald, adalah sangat penting bagi mahasiswa untuk membangun pemahaman diri, memimpin diri sendiri, mengatur uang dengan tepat dan berusaha membangun budaya malu dan hormat pada orang lain yang bekerja karas siang dan malam membantu kesulitan mereka. Sebab bantuan yang diterimanya belum tentu diterima oleh mahasiswa lain di Papua.

“Tidak mesti dan selalu menuntut, menyalahkan pihak lain saja, termasuk Pemda. Mahasiswa berkewajiban beradaptasi dengan budaya setempat dan selalu menjaga nama baik Pemda atau menjaga citra Papua di mata masyarakat Jawa,” urai Gerald.

Harus Bersyukur dan Terima Kasih 

Ia mengatakan, terkait pemberitaan yang sangat merugikan citra Pemda Pegubin, maka pihaknya akan melakukan evaluasi program beasiswa, baik internal Pemda dan dengan pihak UKSW. Bahkan, akan ada kebijakan peringatan bahkan pemutusan beasiswa bagi mahasiswa yang terlibat dalam merongrong Pemda. Hal ini tidak saja terjadi bagi 210 mahasiswa UKSW, tapi juga bagi mahasiswa umumnya yang mendapat bantuan studi dari Pemda Pegubin di seluruh Indonesia.

“Sebab orang-orang yang bekerja di Pemda Pegubin saat ini memiliki hati tulus dan dengan komitmen tinggi untuk mengatasi ketertinggalan SDM yang menjadi momok bagi kita. Dasar peniadaan bantuan studi sudah sangat jelas bahwa negara ini tidak memberikan garansi bagi pemerintah daerah untuk menyediakan dana pendidikan bagi mahasiswa. Yang ada adalah tergantung pemimpin daerah, bupati, walikota, gubernur tertentu yang berani bijaki atas dasar realitas masyarakatnya. Jadi harusnya adik-adik beterima kasih kepada bantuan Pemda,” tegasnya.

Gerald menjelaskan alasan, mengapa calon guru dan perawat putra daerah diprioritaskan Pemda. Pegunungan Bintang yang letaknya terisolir di wilayah perbatasan negara Indonesia-PNG, sangat sulit dijangkau dengan jalan darat alias hanya bisa dengan pesawat udara. Wilayah ini masih mengalami kekurangan guru dan tenaga medis. Proses pembangunan pun baru saja mulai dari Oksibil, ibukota kabupaten menuju arah Utara, Selatan, Barat dan Selatan.

“Masalah terbesar sekaligus kebutuhan urgen daerah ini adalah kekurangan tenaga guru dan perawat. Hal ini disebabkan sebagian besar guru dan perawat ASN maupun pegawai swasta sudah pensiun, meninggal dunia, menjadi politisi, pebisnis, bahkan berpindah menjadi pejabat struktural sehingga terjadi kekosongan luar biasa,” katanya.

Fakta lain, bagi para guru dan perawat yang berasal dari luar Papua, terkadang mengalami kondisi tertentu seperti tejadi peristiwa pembakaran gedung sekolah, pembunuhan dan sebagainya sehingga mengalami trauma dan berpindah tugas ke daerah lain. Ada pula guru dan perawat yang dikontrak dari luar Papua dengan ketentuan waktu terbatas. Sementara ASN guru dan perawat yang ada seringkali tinggalkan tugas dan berlama-lama di kota besar dengan berbagai alasan.

“Keadaan inilah yang kemudian Pemda mencetuskan program afirmasi pengembangan SDM secara umum.  Oleh larena itulah, Pemda memprioritaskan putra daerah agar usai pendidikan kembali bekerja di dan dari kampungnya. Pengalaman empirik yang ada menjadi cambuk bagi Pemda lakukan terobosan ini dengan penuh tanggung jawab sesuai harapan Pemda dan rakyat Pegunungan Bintang,” tutup Gerald. (Gusty Masan Raya)

Facebook Comments Box