Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3KB) Milka Mabel, S.Pd dalam kegiatan edukasi stunting.

JAYAPURA (PB.COM)Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3KB) Milka Mabel, S.Pd meminta pimpinan dan seluruh perangkat pemerintahan di distrik dan kampung-kampung menjadi agen-agen pencegahan stunting dengan memberikan sosialisasi dan edukasi dengan menggunakan bahasa daerah setempat agar mudah dipahami masyarakat.

“Stunting ini merupakan bencana kemanusiaan. Strategi cara berkomunikasi itu penting. Strategi komunikasi itu harus mudah dipahami oleh masyarakat berbasis kearifan lokal. Oleh karena itu, saya minta semua Kepala Distrik dan Kepala Kampung menjadi agen-agen edukasi stunting bagi masyarakat. Mari kita perangi bersama masalah stunting ini,” kata Kadis Milka Mabel dalam sambutannya ketika membuka acara bertajuk Advokasi Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku Dalam Pencegahan Stunting di Balai Kampung Kabiding, Senin, 29 Mei 2023.

Menurut Milka, masalah stunting di Pegunungan Bintang sangat mendesak untuk diatasi karena berpotensi mengganggu perkembangan kualitas sumber daya manusia dan berhubungan dengan tingkat kesehatan, bahkan kematian anak. Hasil dari Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) menunjukkan bahwa terjadi penurunan angka stunting berada pada 27,67 persen pada tahun 2019.

“Masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak. Stunting juga menjadi salah satu penyebab tinggi badan anak terhambat, sehingga lebih rendah dibandingkan anak-anak  seusianya,” tutur Milka.

Sementara itu, Kepala Bidang Keluarga Bencana pada DP3KB Pegubin, Nelce Palyukan, SE dalam laporannya mengatakan, kegiatan bertema Pelaksanaan Advokasi, Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Pengendalian Penduduk dan KB Sesuai Kearifan Budaya Lokal “BOKB” Tahun 2023 ini digelar di beberapa distrik, di antaranya Distrik Okbibab, Aboy, Borme, Ok Aom dan pada hari ini Distrik Oksop.

“Sebelumnya di beberapa distrik, kami sudah berikan sosialisasi. Masyarakat pun menyadari bahwa stunting itu sesuatu masalah yang harus diselesaikan. Dan ini pekerjaan yang tidak mudah. Saya yakin atas kerjasama seluruh pimpinan masyarakat kabupaten pegubin, terutama pemerintahan di distrik dan kampung-kampung, kita  mampu mencegah stunting,” kata Nelce.

Untuk diketahui, sunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya. Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor keturunan (genetik) dari kedua orang tuanya, sehingga masyarakat banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya.

Kepala BKKBN Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) selaku Ketua Pelaksana Percepatan dan Penurunan Stunting di Indonesia sekaligus mengatakan berdasarkan data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, penurunan prevalensi stunting Balita di tingkat nasional hanya sebesar 6,4 persen selama periode 5 tahun, yaitu dari 37,2 persen (2013) menjadi 30,8 persen (2018). Sedangkan untuk balita normal, lanjut Hasto, terjadi peningkatan dari 48,6 persen (2013) menjadi 57,8 persen (2018) dan Indonesia tercatat sebagai salah satu dari 17 negara yang mengalami beban ganda gizi, baik kelebihan maupun kekurangan gizi.

“Di kawasan Asia Tenggara, prevalensi stunting di Indonesia merupakan tertinggi kedua, setelah Kamboja. Secara luas stunting akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan, dan memperlebar ketimpangan. Pengalaman dan bukti internasional menunjukkan stunting dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan produktivitas pasar kerja, sehingga mengakibatkan hilangnya 11 persen GDP (Gross Domestic Products) serta mengurangi pendapatan pekerja dewasa hingga 20 persen,” kata Hasto. (Ino Ningdana/Gusty Masan Raya)

 

Facebook Comments Box