Para penari Oksang di Kampung Oktem, Distrik Oklip, Kabupaten Pegunungan Bintang.

JAYAPURA (PB.COM)Bupati Pegunungan Bintang Spei Yan Bidana, ST,M,Si mengatakan pihaknya akan mendorong Oksang, tarian khas Suku Ngalum untuk masuk menjadi salah satu Warisan Budaya Dunia Tak Benda yang diakui dunia internasional melalui lembaga United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization atau UNESCO.

“Oksang ini tarian yang hanya ada di Suku Ngalum Pegunungan Bintang, mulai dari wilayah Okbab sebagian sampai Telepomin di PNG. Kita dorong agar ini menjadi Warisan Budaya Tak Benda karya kebudayaan orang Ok, Mek dan Min,” ujar Bupati Spei Yan Bidana di Distrik Oklip, Jumat, 2 Juni 2023 lalu.

Bupati Spei Bidana bersalaman dengan dua penari Oksang di Kampung Oktem, Distrik Oklip, Kabupaten Pegunungan Bintang.

Untuk itu, Spei meminta Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Pegubin berkoordinasi dengan Dinas Kebudayaan setempat segera melakukan riset dan kajian teoretis terkait sejarah dan makna filosofis seluruh proses tarian dan peralatan yang digunakan sebelum didaftarkan di UNESCO, seperti yang telah dilakukan Titus Pekey terhadap Noken pada 2012 silam.

“Jadi Oksang ini sebenarnya seni memainkan koteka yang hanya ada di Pegunungan Bintang. Orang pikir itu ada sesuatu yang ditancapkan dalam koteka sehingga bunyi, tapi itu seni menggerakan tubuh dan memainkan koteka itu. Koteka itu dibuat dari buah labu panjang yang ditata dia sehingga dibelokkan dan jadi melengkung panjang sehingga saat penari goyang dia bunyi,” kata Bupati Spei.

Tarian Oksang saat tampil di Festival Budaya beberapa tahun lalu (Foto Kompas/Melkior Sitokdana)

Menurut Spei, tidak semua orang Pegunungan Bintang bisa main tarian Oksang begitu saja. Semua penari harus sudah melalui tahapan inisiasi yang panjang melalui ritual adat masing-masing suku dengan sejumlah persyaratan yang sangat ketat. Itu sudah diatur dalam aturan atau etika orang Ngalum yang dikenal dengan alut.

“Seperti kita di Suku Ok itu ada tiga tahap yaitu Kupet, Kami dan Apeng. Itu dia bertapa 40 hari 40 malam di tengah hutan di bawah bimbingan tua-tua adat, dan dia bisa kuasai apa yang ada di bumi ini. Jadi ini bagian dari warisan pendidikan yang dianugerahkan Tuhan melalui nenek moyang kami dalam budaya Ok, Mek dan Min,” tutur Spei yang juga pernah main Oksang ini.

Uskup Jayapura Mgr Yan You menyaksikan tarian Oksang di Oksibil, 27 Mei 2023 lalu.

Polisti PDI Perjuangan ini juga menjelaskan, guna melestarikan tarian Oksang, pihaknya berencana ke depan akan menggelar Festival Oksang di Oksibil dengan menghadirkan seribu hingga dua ribu penari dari seluruh suku. Selain untuk tujuan pelestarian, Bupati Spei berharap tarian Oksang juga bisa mendatangkan ekonomi dengan mengundang peserta dari Papua New Guinea (PNG).

“Dan saya sudah pikirkan, rumah Oksang yang jadi tempat tarian bisa dibangun dengan menggunakan arsitektur modern dengan menggunaakan fer. Kita akan undang saudara-saudari kita dari PNG seperti Telepomin datang. Kita jadikan tarian ini sebagai soft diplomasi dan industri ekonomi,” pintanya.

Lambang Kesuburan

Kabag Humas Setda Pegubin Yohanis Pigai, S.IP menjelaskan, tarian Oksang sejatinya melambangkan kesuburan, baik tanah, air, alam lingkungan hingga manusia dalam masyarakat Suku Ngalum.

Kabag Humas Setda Pegubin Yohanis Pigai, S.IP

“Jika orang tua sudah lihat manusia kurus, berabu atau ubi keladi hasilnya kecil, mereka akan buat tarian Oksang. Itu kesuburan akan melimpah. Hasil tanaman berlimpah, manusia juga kawin mawin turunannya banyak dan sehat-sehat,” tegas pria berdarah Mee-Abmisibil ini.

Selain itu, tarian ini juga menjadi sarana pertemuan dan perjodohan pria dan wanita di dalam masyarakat Suku Ngalum, Pegunungan Bintang. Yohanis mengakui, keturunannya juga adalah hasil dari Oksang.

“Keunikan lain tarian ini adalah seni memainkan koteka dan tifa. Menurut sejarah, Tifa ini bersumber dari sini, di Oklip ini baru dia menyebar ke wilayah pesisir. Kalau koteka, kami seluruh wilayah Pegunungan Papua punya koteka, tapi seni memainkan koteka lewat tarian hanya ada di Pegunungan Bintang yaitu lewat tarian Oksang,” tegasnya.

Kepala BRIDA Pegubin Octoviaen Gerald Bidana, S.Pd.,MPA

Kepala BRIDA Pegubin Octoviaen Gerald Bidana, S.Pd.,MPA mengatakan pihaknya siap mendukung pemikiran brilian Bupati Spei untuk mendorong Oksang masuk UNESCO.

“Tahun depan kami akan mulai bikin kajian dan kami mulai lakukan pemetaan semua potensi yang dimiliki oleh setiap suku yang ada di wilayah Pegunungan Bintang. Hasil risetnya itu kita kerjasama dengan Universitas OKMIN, ditelaah lalu didorong ke UNESCO,” tegasnya.

Menurutnya, Oksang kini telah menjadi sebuah industri ekonomi. Melaluinya, terjadi transaksi barang atau barter antarwarga yang mendatangkan keuntungan eknomi. Selain itu, ia menjadi sarana membangun kekerabatan. Banyak orang bertemu kembali berkat momen Oksang.

“Jadi kita juga harus dorong ini masuk dalam kurikulum formal pendidikan agar anak-anak kita sudah belajar mengenal Oksang sejak kecil. Dinas Kebudayaan sedang dorong pembangunan rumah adat oleh Dewat Adat masing-masing wilayah. Kita berharap generasi kita juga makin mengenal dan mencintai budayanya melalui pendidikan tradisional,” katanya.

Wengyepmut Yuventus B. Opki dalam tulisannya berjudul Tarian Oksang: Penggerak Kekayaan Budaya Masyarakat Suku Ngalum Di KabupatenPegunungan Bintang melukiskan bahwa Oksang merupakan tarian yang sangat sakral bagi masyarakat suku Ngalum yang berunsur Ok berdasarkan pemberian nama tempat di wilayah ini, seperti Oksibil, Okbab, Okyop dan nama kampung Ok lainnya.

“Para penari diberikan aksesoris dan busana tradisional yakni tanah merah (batom mir), koteka panjang (okbul simit atau sangyum), gelang kaki (kapnong) gelang tangan, (yapet), yang berbahan dari kulit kayu, tali (nong), kampak batu (takol papi) dipegang dan disandar pada bahu, bulu burung cendrawasih, anting-anting di telinga, serta sepotong bambu di tangan,” tulis Wengyepmut.

Ketika tarian ini berlangsung dimainkan, diringi dengan lagu. Para penari dengan lembut menggerakan tubuhnya, seakan-akan seorang penari menari dan berada di dunia yang berbeda. Setiap lagu yang dinyayikan dalam tarian Oksang, mengisahkan tentang perjalanan Sang Attangki (Allah Aplim Apom) dalam menyebarkan alam semesta beserta isinya sebagai hasil kreasi-Nya. Selain itu, lagu mengisahkan tentang keagungan Attangki (Allah) yang memberikan dan mengurapi bahan makanan serta manusia Aplim-Apom sendiri.  (Gusty Masan Raya)

Facebook Comments Box