Jurnalis Cenderawasih Pos, Gamel Abdel Naser saat aktivtas membersihkan sampah di Kawasan Konservasi TWA Teluk Youtefa.

SCRIBO ERGO SUM. Saya menulis maka saya ada. Di alam baka nun jauh di Perancis, filsuf ternama Rene Descartes barang kali tersenyum. Ketika pemikirannya pada abad-17 tentang eksistensi ego yang diberi nama Cogito Ergo Sum atau dalam bahasa Perancis Je pense donc je suis (saya berpikir maka saya ada), belakangan ini dipelintir jurnalis jadi slogan kerjanya. Jadi pelecut semangat untuk terus menulis.

Menulis butuh berpikir. Tak ada penulis yang tidak berpikir. Sebab itu, menulis juga adalah produk berpikir (cogito) untuk menunjukkan bahwa si penulis ada. Maka dalam kerja-kerja jurnalistik sebagai tanggung jawab profesi, aktivitas menulis para jurnalis adalah juga bagian dari merayakan eksistensi dan kebebasan diri, atau oleh filsuf Plato disebut khatarsis (pemurnian jiwa).

Di tengah kesibukan menulis isu lain pada media online kecil ini, saya hanya bisa mengikuti perkembangan isu hangat terakhir di kalangan wartawan Papua lewat media sosial: soal perusakan Kawasan Konservasi Taman Wisata Alam (TWA) Teluk Youtefa di Kota Jayapura. Selasa, 11 Juli 2023 pagi-pagi sekali, berbagai foto dan video telah beredar di WAGroup “Titik Kumpul Wartawan”.

Kondisi TWA Teluk Youtefa yang dirusak oleh aksi penimbunan karang oleh oknum investor.

Grup WA yang dibuat Beatrix Ibo pada 30 Maret 2023 ini memang beda. Karena menghimpun semua jurnalis aktif maupun para mantan jurnalis seluruh Tanah Papua yang sudah pindah profesi. Selain tak boleh kirim link berita, grup ini juga menjadi ruang untuk bersenda gurau, tawa canda, reuni, bertanya kabar, dan saling membangun rasa peduli di antara sesama jurnalis.

Dan Selasa pagi itu, isu perusakan hutan mangrove di TWA Teluk Youtefa, membangunkan para jurnalis lebih pagi. Saling berbagi informasi, data, dan calon narasumber. Semua sepakat, kompak, bersatu ramai-ramai memberitakan kasus ini. Tujuan cuma satu: menekan oknum investor yang ada di balik proyek pembangunan yang jelas-jelas melanggar AMDAL dan perizinan IMB ini, untuk berhenti sekarang juga!

Syukur! Hari itu juga, Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungkan Hidup Papua Jan Ormuseray beserta pihak Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua, dan Ditkrimsus Polda Papua cepat turun ke lokasi. Puluhan wartawan di Kota Jayapura dari berbagai media meliput. Tak ketinggalan, aktifis lingkungan Petronela Meraudje yang baru saja meraih penghargaan Kalpataru pada 5 Juni 2023 lalu.

Saat menonton siaran langsung di facebook yang ditayang wartawan Tribunpapua, Hans Palen, jelas terlihat ada keributan kecil terjadi. Para sopir truk pengangkut karang penimbun hutan bakau, marah-marah saat petugas menyita mobil mereka. Dalam relasi kuasa, mereka memang bagian dari investor, tapi sekali lagi pendekatan kemanusiaan sebagai orang kecil dan upaya mediasi persuasif, akhirnya berakhir dengan baik-baik.

Yang luput, barangkali Hans Palen tak sempat mengarahkan kamera ke arah lain atau beda waktu, ialah tindakan represif dua aparat keamanan terhadap Gamel Abdel Naser sekitar Pkl. 12.15. Aktivitasnya melakukan pemotretan di lokasi itu membuat dua oknum aparat keamanan dari Polri, yang sudah pasti membekingi si pengusaha, berang. Mereka mengancam dan meminta Gamel menghapus foto-foto di memori Canon-nya.

Gamel tak punya pilihan. Dia menghapus beberapa foto. Tapi, ancaman verbal dari seorang aparat di antaranya, tetap ia terima.

“Demi menghindari keributan dan masih melaksanakan liputan di tempat yang lain, saya terpaksa menghapus foto-foto tersebut. Saat saya meninggalkan lokasi tersebut, mereka pun kembali mengeluarkan ancaman: awas kau ya,” ujar Gamel.

Tetapi mengapa harus Gamel, dan bukan wartawan lain? Bisa saja sebuah kebetulan. Tetapi saya melihat dari sisi lain. Gamel tak hanya sekedar Jurnalis senior Cenderawasih Pos. Sepanjang sepuluh tahun terakhir, ia terlibat langsung dan concern terhadap isu penyelematan lingkungan di Teluk Youtefa, terutama hutan mangrove yang kian punah akibat dampak pembangunan.

Aktivitas Gamel bersama Komunitas Rumah Bakau Jayapura.

Bersama komunitas Rumah Bakau Jayapura yang didirikannya pada 25 Maret 2018, Gamel menjadi salah satu jurnalis paling aktif di Papua yang giat mengkampanyekan penyelamatan hutan mangrove di Kawasan Pantai Mendug hingga Kali Hanyaan, Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura. Ia juga menularkan semangat kepada ratusan kaum milenial, terutama pelajar dan mahasiswa di Port Numbay untuk peduli dan mencintai lingkungan Papua.

Selain menggelar aksi rutin dengan membersihkan hutan mangrove dari ribuan sampah plastik yang dibuang oleh tangan-tangan nakal, Gamel cs menggelar aksi menanam pohon, membersihkan pantai, memungut sampah puntung rokok, dan melakukan aksi teatrikal penuh artistik guna menggugah kesadaran warga untuk tidak membuang sampah plastik ke area hutan mangrove.

Lokasi TWA Teluk Youtefa rupanya sempat didemo sejak Juni 2023 lalu oleh aktifis lingkungan Petronela Meraudje dan kawan-kawan.

Aksi represif dua aparat Polri terhadap Gamel mendapat respon sejumlah organisasi wartawan di Papua, di antaranya Aliansi Jurnalis Independen Jayapura, Persatuan Wartawan Indonesia Papua dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia Papua. Ketiga organisasi pers ini mengecam keras tindakan aparat karena melawan kebebasan pers.

“Intimidasi yang dialami Gamel telah menghambat kebebasan pers dan melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999. Kami meminta pihak kepolisian agar menjamin kebebasan pers di Tanah Papua,” kata Ketua AJI Jayapura Lucky Ireeuw dalam siaran pers, Rabu, 12 Juli 2023.

Sementara itu, Ketua IJTI Papua Meirto Tangkepayung menyayangkan peristiwa yang menimpa Gamel ketika sedang melaksanakan tugas peliputan. Ia berharap Polri sebagai mitra para jurnalis dapat mendukung kebebasan pers di Tanah Papua.

Hal senada disampaikan Wakil Ketua PWI Papua Bidang Advokasi, Ridwan Madubun. Ia mengecam tindakan arogansi yang mengarah pada dugaan intimidasi kepada rekan-rekan pers khususnya Gamel.

“Aksi ini tidak benar, karena terjadi ketika Gamel sedang melaksanakan tugasnya di ruang public,” tegasnya.

Kepala Bidang Humas Polda Papua Kombes Pol Ignatius Beny Ady Prabowo mengaku, baru mengetahui intimidasi yang dilakukan oleh oknum di kopsnya terhadap Gamel. Padahal, kata dia, pihaknya selama ini telah berupaya memberikan edukasi dengan  materi kebebasan pers bagi calon polisi sejak mengikuti pendidikan di SPN.

“Jurnalis yang mengalami peristiwa ini bisa melaporkan ke Bidang Propam,” kata Beny.

Gamel Tak Sendiri

Kasus Gamel menambah catatatan kelam perjuangan pers melawan kejahatan hutan dan lingkungan hidup di dunia dari tangan-tangan serakah. Sejumlah jurnalis, pernah mendapat perlakuan serupa, bahkan lebih parah. Ada yang dibunuh dengan keji karena kerja jurnalistiknya dianggap mengganggu kepentingan investor, sang penjahat lingkungan.

Sebut saja Serei Oudom, yang dibantai keji dengan kapak pada 8 September 2012, seperti dilaporkan oleh AFP. Oudom, yang bekerja untuk koran lokal Vorakchun Khmer Daily, dikenal sebagai penulis isu penebangan liar yang marak terjadi di Kamboja.

Di Indonesia, pada 21 Januari 2020, editor media Mongabay berkebangsaan Amerika Serikat Philip Jacobson yang kritis terhadap isu lingkungan di Indonesia, juga ditahan dan diperlakukan secara berlebihan oleh pihak Imigrasi Palangkaraya, Kalimanten Tengah.

Jacobson tiba di Palangkaraya pada 14 Desember 2019. Kedatangannya adalah untuk membantu peliputan kontributor lokal Mongabay tentang konflik perebutan ladang tradisional antara masyarakat adat dengan pengusaha.

Peneliti Human Rights Watch Andreas Harsono ketika itu mengatakan, perlakuan terhadap Jacobson adalah “sewenang-wenang” dan merupakan sinyal mengkhawatirkan bahwa pemerintah Indonesia melakukan kriminalisasi terhadap suatu pekerjaan yang vital bagi kesehatan demokrasi.

“Wartawan dan awak media harusnya nyaman bekerja di Indonesia tanpa takut akan penahanan sewenang-wenang,” kata Andreas mengutip dari benarnews.org.

Kembali ke kasus perusakan TWA Teluk Youtefa. Dengan kasus ini, saya percaya ini menjadi mementum yang tepat bagi seluruh insan pers  di Tanah Papua untuk kompak dan bersatu melawan apapun bentuk kejahatan, termasuk tindakan menghancurkan lingkungan di wilayah yang jelas-jelas sudah ditetapkan pemerintah sebagai kawasan konservasi. Di depan hidung pula, Kota Jayapura.

Sementara soal tindakan represif kepada wartawan, sudah pasti semua jurnalis dimana pun akan saling peduli dan bergerak untuk melawannya. Satu yang saya mau bilang: organisasi pers di Papua harus bangga memiliki orang yang sangat peduli dan komitmen pada penyelamatan lingkungan di Papua seperti Abdel Gamel Naser. Energi positif yang ditularkannya kepada ratusan milenial di Kota Jayapura, layak diapresiasi. Dan, terutama diikuti para jurnalis lain.

Sejumlah jurnalis Papua saat turun meliput di lokasi TWA Teluk Youtefa yang dirusak, Selasa, 11 Juli 2023.

Gamel tak sendiri. Berbagai dukungan moril berdatangan dari seluruh insan pers, bahkan pihak luar. Semua satukan persepsi, saling berbagi data dan berita, dan terus menulis melawan kejahatan lingkungan dan kehutanan.

Ini sudah saatnya bahwa seluruh insan pers di Papua mengamini slogan Scribo Ergo Sum (Saya Menulis Maka Saya Ada). Dengan mata nurani yang tak redup oleh potensi “godaan” rupiah investor, mari terus menulis, melakukan pemberitaan masif.

Golnya cuma satu: TWA Teluk Youtefa dipulihkan, bakau-bakau kembali tumbuh menahan abrasi pantai. Sebab itulah kodratnya, bukan malah dirusak tangan-tangan serakah! (Gusty Masan Raya)

Facebook Comments Box