Kabag Ekonomi dan Pembangunan Sumber Daya Manusia Setda Tolikara, Yotam Wonda, SH

JAYAPURA (PB.COM)Merespon aksi demo sejumlah mahasiswa asal Kabupaten Tolikara di Jakarta yang menuntut biaya pemondokan, Kepala Bagian Ekonomi dan Pembangunan Sumber Daya Manusia (Kabag Ekbang) Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Tolikara, Yotam Wonda, SH pun angkat bicara dan memberikan klarifikasi.

Melalui keterangannya kepada media, Senin 30 Oktober 2023, Yotam mengatakan, anggaran pemondokan mahasiswa Tolikara tahun 2023 sama sekali tidak ada dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).

“Saya perlu menyampaikan, tuntutan pendemo tentang biaya pemondokan itu sangat keliru, karena bantuan pemondokan sudah dikirim ke semua kota studi, termasuk bantuan studi akhir sudah dikirim semua. Jadi kalau ada yang menuntut bantuan studinya, itu keliru. Tahun 2023 ini, bantuan studi akhir itu ada, tetapi biaya pemondokan tidak ada karena memang tidak ada dalam DPA,” ujar Yotam Wonda.

Menurut Yotam, biaya pemondokan itu ditiadakan, karena sebelumnya ada kesalahan pengganggaran dan sudah menjadi temuan saat diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK lalu memberu peringatan kepada Pemda Tolikara agar tidak lagi menganggarkan biaya pemondokan.

”Boleh anggarkan biaya pemondokan tetapi harus kontrak dengan pemilik rumah kontrakan. Upaya ini belum jalan sehingga tahun ini tidak ada alokasi anggaran untuk biaya pemondokan. Jadi yang ada hanya bantuan studi akhir dengan nilai 6 milyar 485 juta, yang sudah di realisasikan,” urai Yotam.

Yotam menjelaskan, untuk memperoleh data mahasiswa yang valid dan akurat, pihaknya menerapkan sistem penginputan data mahasiswa melalui Aplikasi SIMARA (Sistem Informasi Mahasiswa Tolikara). Selanjutnya, mahasiswa yang sudah mendaftar, dilakukan penyaringan untuk menerima bantuan studi akhir yakni semester 5-8 untuk Diploma III, semester 7-11 untuk S1, dan mahasiswa studi langka khusus jurusan penerbangan, kedokteran, coas dan keperawatan/ners.

Yotam Wonda, SH

Untuk mendapat bantuan studi akhir, kata Yotam, para mahasiswa Tolikara diminta untuk meng-upload sejumlah dokumen penting pada Aplikasi SIMARA. Di antaranya surat keterangan aktif kuliah, kartu mahasiswa, Kartu Rencana Studi (KRS), Kartu Hasil Studi (KHS), Kartu keluarga (untuk mendeteksi kebenaran asli Tolikara atau bukan), dan buku rekening BRI.

“Setelah kami melakukan verifikasi data dalam aplikasi SIMARA, jumlah mahasiswa penerima bantuan studi akhir tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Tahun sebelumnya jumlah mahasiswa yang mendapat bantuan studi sebanyak 900 sampai 1400 mahasiswa. Itu juga salah dalam pembiayaan, karena seharusnya bantuan untuk mahasiswa studi akhir saat penyusunan, tetapi dibiayai juga mahasiswa semester 3 ke atas,” bilangnya.

”Bahkan mahasiswa yang dibayar juga yang bukan berasal dari Tolikara lebih banyak, karena pendaftaran dilakukan secara manual. Mahasiswa bukan asli Tolikara seperti dari kabupaten-kabupaten tetangga juga turut mendapat bantuan,” tambah Yotam.

Patokan Data SIMARA
Yotam Wonda juga mengatakan, saat ini jumlah mahasiswa asal Kabupaten Tolikara yang terdata dalam Aplikasi SIMARA berjumlah tidak lebih dari 1600 orang. Verifikasi data tetap dilakukan karena ada mahasiswa yang belum meng-upload identitas secara lengkap.

“Kembali ke pokok persoalan, jadi biaya pemondokan tidak dianggarkan tahun ini. Setelah kami dorong pendataan melalui Aplikasi SIMARA, terjadi penghematan biaya yang cukup besar. Dari Rp 6.485.000, kami bisa lakukan penghematan Rp 4 milyar lebih karena yang terealisasi Rp 2 milyar lebih,” tuturnya.

Menurutnya, dari sisa Rp 4 milyar lebih, pihakmya lalu mengambil kebijakan untuk mengalokasikan Rp 2 milyar lebih untuk IT Del di Sumatera Utara. Sebab IT Del yang sudah ada MoU dengan Pemerintah tapi tidak dianggarkan tahun ini.

Seharusnya, lanjut Yotam, sisa anggaran seperti itu seharusnya dikembalikan ke Kas Daerah (Kasda), namun Bagian Ekbang telah mengambil langkah bijak untuk membayar biaya pemondokan mahasiswa di setiap kota studi sekalipun itu sangat berisiko, bisa menjadi temuan. Oleh karena itu, ia sangat menyayangkan aksi demo mahasiswa di Jakarta.

”Sisa anggaran seharusnya dikembalikan ke Kasda, tetapi kami sudah lakukan kebijakan untuk membayar pemondokan. Tetapi mahasiswa tetap saja ngotot. Ini di luar dari batas-batas norma, seharusnya mahasiswa bijak dalam menanggapi atau merespon apa yang sudah kami lakukan. Kami sudah ambil kebijakan untuk menyelamatkan adik-adik mahasiswa agar mereka tidak jadi korban setelah tidak ada penganggaran untuk pemondokan. Kami sudah siasati dari penghematan itu. Ini yang adik-adik mahasiswa perlu ketahui,” jelasnya.

Yotam Wonda juga menegaskan, ke depan pendataan mahasiswa melalui Aplikasi SIMARA akan lebih diperketat dan Bagian Ekbang akan melakukan survey terlebih dahulu terhadap setiap rumah kontrakan. Selain itu, sistem pembayaran pemondokan akan dilakukan melalui kontrak kerja sama antara Pemerintah Daerah dan pemilik kontrakan agar tidak terjadi kesalahpahaman (Diskominfo Tolikara/GMR)

Facebook Comments Box