Plt. Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung Kabupaten Tolikara Noak Tabo, S,IP,M.KP.

JAYAPURA (PB.COM)—Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (DPMK) Kabupaten Tolikara Noak Tabo, S,IP,M.KP meminta 541 kepala kampung yang tersebar di 46 distrik di wilayah itu untuk memanfaatkan dana desa/kampung tahun 2024 sesuai dengan petunjuk teknis (juknis) dan rencana pembangunan kampung yang diajukan.

“Kami minta harus ada perubahan. Sudah cukup 11 tahun, dana desa dipakai sembarang. Tahun ini saya sudah ingatkan kepada para kepala kampung, harus ada Rancangan Kerja dan Anggaran (RKA) Kampung, bawa datang kami periksa dulu. Sesuai dengan RKA itu, kami cairkan anggaran tahap satu. Untuk tahap dua, kami turun lihat dulu, apa penggunaanya sudah jalan sesuai dengan RKA atau tidak. Kalau sesuai ya kami cairkan, kalau tidak, kami pending. Selama ini dana desa dikasih begitu saja dan tak ada monitoring,” kata Noak Tabo, Sabtu, 16 Maret 2024.

Plt. Kadis DPMK Tolikara Noak Tabo saat menyerahkan dana desa di Distrik Air Garam, 16 Desember 2023 lalu.

Oleh karena kerap dianggap sebagai milik pribadi, kata Noak, satu fenomena lazim di Tolikara yang sangat miris ialah transaksi pinjam meminjam dengan bunga 100 persen oleh para kepala kampung di renternir. Maka tidak heran, ketika saat pencairan dana desa, para renternir sudah menunggu di pintu bank untuk menagihnya.

“Pinjam Rp 50 juta bayar Rp 100 juta, pinjam Rp 100 juta bayar Rp 200 juta. Ya uang habis untuk bayar bunga pinjaman. Ini tradisi salah yang harus dihentikan. Sekarang ini saya dan Pak Pj Bupati sudah ingatkan, tidak boleh ada lagi namanya pinjam meminjam. Karena di Juknis tidak ada, kami tertibkan. Kalau ada kepala kampung yang salahgunakan dana desa, kami minta diproses polisi dan diberhentikan,” ujarnya.

Menurut Noak, carut marut penggunaan dana desa di Tolikara ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, sistem pengawasan selama 10 tahun di era pemerintahan sebelumnya sungguh sangat lemah. Oleh karena itu, pada masa kepemimpinan Pj Bupati Marthen Kogoya, SH,M.AP, pihaknya berkomitmen untuk meningkatkan pengawasan penggunaan dana desa dengan menggandeng Inspektorat Kabupaten Tolikara.

“Monitoring tahun ini, kami menggandeng Inspektorat turun ke 541 kampung untuk melihat, apakah dana desa yang mereka terima tahun 2023 itu digunakan sesuai perencanaan atau tidak. Kami akan bagi dalam empat kelompok sesuai dengan empat wilayah pembangunan yaitu Kanggime, Kembu, Bokondini dan Karubaga,” tutur Noak.

Ia juga meminta para kepala distrik dan para pendamping desa untuk melakukan pendampingan bagi para kepala kepala kampung dan jajaran aparat sejak dari program pembangunan kampung hingga pemanfaatan dan pelaporan dana desa.

“Supaya mereka tidak lagi jatuh di jurang, tidak jatuh di lubang yang sama. Kalau ada program pembangunan fasilitas di kampung, mulai dari belanja di Wamena, pendamping desa harus ikut dampingi,” urainya.

Harus Ada Perubahan

Noak Tabo menjelaskan, persoalan kedua adalah jabatan para kepala kampung yang diperoleh melalui penunjukan/pengangkatan langsung berdasarkan kepentingan politik bupati. Karena itu, ia mengusulkan agar Bupati Tolikara defenitif tahun 2025 harus mengubah sistem dan tata cara pemilihan kepala kampung yang baru yaitu melalui pemilihan langsung oleh masyarakat

“Yang sekarang duduk jadi kepala kampung ini kan orang-orangnya bupati sebelumnya, bukan karena kualitasnya. Makanya pemahaman tentang pengelolaan dana desa sangat minim, dia pakai uang sembarang-sembarang. Tapi kalau kita pakai sistem pemilihan langsung, misalnya syarat calon kepala kampung harus SMA atau Sarjana, pasti kita maju. Di Pegunungan Bintang sudah lakukan pemilihan langsung, kenapa Tolikara tidak bisa,” tegas Noak.

Noak Tabo mengatakan, rakyat Tolikara harusnya bersyukur bahwa di tengah keterbatasan dana APBD Kabupaten Tolikara, masih ada program dana desa. Ia melihat, dana desa ini adalah upaya Presiden Jokowi membangun kemandirian desa.

“Dengan APBD Tolikara yang terbatas, pemerintah tidak bisa bangun 541 kampung. Karena itu, sejak dipercayakan memimpin DPMK, saya dengan komitmen yang sama bersama Pj. Bupati kita dorong supaya dana desa ini harus ada perubahan yang terlihat di kampung-kampung,” kata Noak.

Menurutnya, sebenarnya ada banyak peluang ekonomi tercipta dengan membentuk kelompok usaha bahkan BUMDES di kampung-kampung memanfaatkan dana desa ini. Sebab banyak daerah di Tolikara menghasilkkan aneka komoditi unggulan dan tanaman holtikultura seperti buah merah, kopi, nenas, jeruk, dan peternakan.

“Jadi dana desa itu bisa bangun infrastruktur, tetapi bisa juga untuk bangun ekonomi masyarakat seperti kelompok usaha tani atau ternak babi, ayam atau kelinci. Jadi tiap desa bisa kreatif dan inovatif untuk bentuk kelompok usaha sesuai potensi daerahnya. Harus belajar dari desa-desa di Jawa yang punya aset puluhan miliaran hanya dengan desa ini,” kata Noak.

Noak menegaskan, dalam rangka penyerapan anggaran tahun 2024, pola pencairan dana desa di pemerintahan sebelumnya dimana tahap ketiga biasanya dilakukan di tahun berikutnya, kini dihapus. Ia memastikan, tiga tahap pencairan dana desa itu dilakukan di tahun ini juga.

“Nah setelah utamakan penyerapan, kami fokus kejar laporan administrasi dana kampung ini harus tertib. Jumlah dana desa setiap kampung berbeda-beda, tergantung luas wilayah dan jumlah penduduk. Kalau mau tambah, belajar dari Distrik Numba. Sejumlah kampungnya dapat dana tambahan masing-masing Rp 100 juta karena mereka ada program,” tutupnya. (Gusty Masan Raya)

Facebook Comments Box