Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Papua, Ibu Yulce Wenda Enembe, SH ketika melantik Ketua TP PKK Biak Numfor Naomi Naap di Lapangan Cenderawasih Biak, Selasa (19/03/2019)

BIAK (PB.COM)—Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Papua, Ibu Yulce Wenda Enembe, SH meminta  TP PKK Biak Numfor untuk gencar mensosialisasikan pencegahan terhadap gejala stunting yang kerap menimpa anak di wilayah itu. Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.

“Makanya, perlu juga TP PKK Biak menghidupkan kembali posyandu. Ini merupakan salah satu upaya untuk menjawab permasalahan pelayanan kesehatan dasar yang terjadi di Biak. Sebab dari Posyandu ini bisa disosialisasikan pencegahan terhadap stunting,” terang Ketua TP PKK Papua Ny. Yulce W. Enembe, disela-sela pelantikan Ketua TP PKK Biak Naomi Naap kemarin.

Menurut Yulce, kasus stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka kematian bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh tak maksimal saat dewasa. Kemampuan kognitif para penderita juga berkurang, sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi jangka panjang bagi Indonesia.

gejala stunting saat ini wajib untuk menjadi perhatian semua pihak sebab Indonesia berada pada nomor urut lima dunia, termasuk gizi buruk dan kurang gizi. Penyebarannya pun dilaporkan merata pada sejumlah daerah di nusantara.

Untuk itu, melalui posyandu diharapkan TP PKK bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat mulai mendorong hal-hal yang diperlukan untuk mencegah stunting, gizi buruk serta kurang gizi. Dilain pihak dengan mendorong imunisasi serta memaksimalkan upaya mengontrol 1000 hari kehidupan terhadap bayi.

Yulce berharap semua pihak menyadari bahwa keberhasilan pelaksanaan program PKK sebenarnya bergantung pada keterpaduan antara gerakan lembaga program kesejahteraan keluarga itu dengan partisipasi masyarakat.

Oleh karenanya, ia berpesan kepada Ketua PKK Biak agar sungguh-sungguh melakukan usaha pemberdayaan masyarakat bersama mitra kerja pemerintah daerah setempat.

“Kalau kami di provinsi program prioritasnya adalah pengembangan model pendidikan anak usia dini sebagai pondasi agar mendapat pendidikan berkualitas. Program ini kemudian diintegrasikan dengan posyandu untuk meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan anak,” kata Yulce.

“Program ini nantinya mengerucut pada peningkatan ekonomi keluarga berbasis gereja kampung. Hanya memang program ini bisa berjalan baik jika ada data akurat. Makanya, keberadaan kelompok dasawisma tingkat kampung menjadi lebih penting dan sangat potensial. Sehingga kita harap ke depan, PKK kabupaten bisa mendorong keberadaan dasawisma tingkat kampung,” tutupnya.

Berdasarkan data WHO, Indonesia menduduki peringkat ke lima dunia untuk jumlah anak dengan kondisi stunting. Saat ini, 9 juta atau lebih dari sepertiga jumlah balita (37,2%) di Indonesia menderita stunting. Kondisi ini bisa disebut sudah gawat darurat. Dengan jumlah penderita sebesar itu, Indonesia hanya sedikit lebih baik dari Kamboja (41%),  Laos (44%) dan Timor Leste (5%) yang mengalami masalah stunting di kawasan Asia Tenggara.

Sementara berdasarkan hasil Pantauan Status Gizi (PSG) 2017 prevalensi stunting bayi berusia di bawah lima tahun (Balita) Nusa Tenggara Timur (NTT) mencapai 40,3%. Angka tersebut merupakan yang tertinggi dibanding provinsi lainnya dan juga di atas prevalensi stunting nasional sebesar 29,6%.  Prevalensi stunting di NTT tersebut terdiri dari bayi dengan kategori sangat pendek 18% dan pendek 22,3%. Menyusul Kalimantan Tengah (40%), Kalimantan Barat (36,6%), Sulawesi Tengah (36,1 %),  Sulawesi Selatan (34,8%), Kalimantan Utara (33,4 %) dan Papua (32,8 %). (Gusty Masan Raya/win)

Facebook Comments Box