drg. Aloysius Giyai, M.Kes

 

JAYAPURA (PB.COM)Birokrat Papua drg. Aloysius Giyai, M.Kes mengatakan para Penjabat Gubernur di Tanah Papua meliputi Provinsi Papua Tengah, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan yang sudah dilantik, serta Penjabat Papua Barat Daya yang akan dilantik, harus memiliki langkah dan strategi yang tepat untuk meletakkan dasar pembangunan di empat Daerah Otonomi Baru (DOB) itu.

Sebab sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Pusat di provinsi baru, ada banyak persoalan dan tantangan kompleks yang wajib diselesaikan. Dan itu membutuhkan strategi tepat karena akan menjadi landasan pembangunan di provinsi itu yang bakal dilanjutkan oleh kepala daerah (gubernur dan wakil gubernur) defenitif 2025 mendatang.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian meresmikan 3 provinsi baru di Tanah Papua, yakni Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan dan melantik para penjabat gubernur pada Jumat, 11 November 2022 di Jakarta.

 

“Pertama-tama, para Penjabat Gubernur harus punya rencana 60 Hari Kerja. Di masa ini, saya menyarankan ada sembilan tugas pokok yang harus mereka selesaikan,” kata Aloysius Giyai, Rabu, 7 Desember 2022.

Adapun kesembilan tugas yang harus diselesaikan selama 60 hari kerja itu, Pertama, merancang dan mempersiapkan kebutuhan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), gaji Aparatur Sipil Negara (ASN), Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP)/Tunjangan Kinerja Daerah (TKD), operasional kantor, sewa menyewa prasarana, biaya rapat koordinasi, penataan aset, biaya tak terduga dan lain sebagainya di Daerah Otonomi Baru (DOB).

Kedua, memastikan fasilitas dan sarana prasarana penyelenggaraan pemerintahan di Daerah Otonomi Baru (DOB) (kantor gubernur sementara, Organisasi Perangkat Daerah lainnya, rumah jabatan gubernur, rumah jabatan sekretaris daerah dan lain-lainnya). Sekaligus, penyusunan regulasi sewa-menyewa prasarana awal itu.

Ketiga, menyusun dan melakukan koordinasi mutasi dan pengangkatan Aparatur Sipil Negara (ASN), baik dari provinsi induk maupun dari kabupaten/kota yang masuk dalam Daerah Otonomi Baru (DOB) itu.

Keempat, melakukan mutasi dan regulasi penyerahan aset pemerintah daerah, baik dari provinsi induk, dari kabupaten/kota yang masuk dalam DOB, maupun dari pemerintah pusat.

Penjabat Gubernur Papua Pegunungan Nikolaus Kondomo saat menandatangani berita acara pelantikan dirinya.

 

Kelima, menyiapkan tim dan regulasi (mekanisme) pembentukan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Daerah Otonomi Baru (DOB).

Keenam, menyiapkan regulasi/peraturan gubernur tata kelola keuangan daerah di Daerah Otonomi Baru (DOB), baik mengenai pembiayaan pegawai, belanja modal dan pengadaan barang dan jasa.

Ketujuh, menyiapkan regulasi dana hibah dari provinsi induk, dari kabupaten/kota yang masuk DOB, ataupun dari dari pemerintah pusat di DOB tersebut.

Kedelapan, menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) serta penegasan batas wilayah Daerah Otonomi Baru (DOB) dengan provinsi induk.

Kesembilan, mempersiapkan dan melakukan koordinasi pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP) sesuai amanat UU Otonomi Khusus Papua, Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) lewat pemilihan legislatif dan pengangkatan dari jalur adat, dan pelaksanaan Pilpres pada Februari 2024 serta Pilkada serentak pada November 2024 di Daerah Otonomi Baru (DOB).

Pelayanan Publik dan Roda Pemerintahan

Selain itu, Aloysius yang juga kandidat Doktor Ilmu Pemerintahan pada IPDN Cilandak Jakarta ini menegaskan, ada sejumlah kebijakan lain yang harus dilakukan Penjabat Gubernur dan jajarannya guna melanjutkan pelayanan publik dan penyelenggaraan pemerintahan di 4 DOB di Tanah Papua itu.

Pertama, Penjabat Gubernur di Daerah Otonomi Baru (DOB) harus mampu melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan para bupati/walikota di wilayah itu untuk menyusun dan mampu melakukan program Quick Wins 2022-2024 dalam pelaksanaan DOB tahun 2022-2024,” tutur Aloysius.

Kedua, melakukan konsolidasi dengan para bupati/walikota untuk mempersiapkan desain percepatan pembangunan lewat terobosan perubahan dan peta jalan terpadu (integrated road map), sejalan dengan Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua 2022-2041 sebagai amanat UU No. 2/2021 tentang Otonomi Khusus bagi Tanah Papua, serta diselaraskan dengan road map pembangunan oleh Bappenas RI.

Ketiga, melakukan sinkronisasi dan kolaborasi sumber pendanaan. Kelembagaan Badan Pengarah Papua (BPP) akan melakukan asistensi dan fasilitasi dengan Penjabat Gubernur dalam memperkuat sinkronisasi program dan pendanaan dengan Kementerian/Lembaga dan pihak terkait lainnya. Penjabat Gubernur harus memperkuat kolaborasi para pihak untuk meletakkan fondasi awal dalam pembangunan.

“Kemudian, tiga poin penting yang harus dilakukan adalah Tata Kelola Pemerintahan, Tata Kelola Keuangan, dan Penguatan dan Pengakuan Eksistensi Masyarakat Orang Asli Papua,” lanjut Aloysius.

Aloysius menuturkan, dalam hal tata kelola pemerintahan tantangan pertama Penjabat Gubernur di Daerah Otonomi Baru (DOB) adalah manajemen pemerintahan masa transisi/masa krusial karena terbangunnya suprastrukrur pemerintahan karena ia memimpin sampai terpilihnya gubernur dan wakil gubernur defenitif lewat Pilkada.

Selain itu, tantangan lain ialah pengisian jabatan birokrasi baik yang diambil dari provinsi induk dan kabupaten/kota maupun pengadaan CPNS baru harus dengan representasi Orang Asli Papua (OAP) 80 persen dan non OAP 20 persen, terutama dalam mengisi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pendukung seperti sekretaris daerah, dinas/badan keuangan, Bappeda, Badan Kepegawaian Daerah, dan pengampu urusan wajib pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan.

Tantangan ketiga di masa transisi yang harus dikelola secara cermat adalah keuangan dan pemindahan aset dan utang-piutang. Kebutuhan penganggaran DOB diperoleh dari Pemerintah Pusat, Provinsi Induk, dan kontribusi kabupaten/kota di dalam aset DOB tersebut. Dan jangan lupa, Penjabat Gubernur dan jajarannya juga harus memastikan rekognisi dan perlindungan bagi OAP dapat terimplementasikan meliputi pengakuan eksistensi masyarakat hukum adat, sumber penghidupan, dan cara mengelola hak ulayat,” tulisnya.

Pembangunan Berkelanjutan

Menurut Aloysius yang juga mantan Direktur RSUD Abepura, Kepala Dinas Kesehatan Papua, dan Direktur RSUD Jayapura yang juga menulis buku kepemimpinan berjudul 17 KO (Altheras, 2015) ini, hal kebijakan lain yang tak kalah penting ialah bagaimana Penjabat Gubernur dan jajarannya memikirkan pembangunan berkelanjutan dengan melakukan kebijakan strategis yang mendasar.

Pertama, harus meletakkan penyelenggaraan pelayanan publik yang bersih, transparan dan mengutamakan kemanusiaan/melayani dengan hati dalam rangka memperkuat kapasitas relasional negara sehingga terutama Orang Asli Papua (OAP) merasakan kehadiran negara lewat Daerah Otonomi Baru,” urainya.

Kedua, Mampu meningkatkan semangat nasionalisme dan persepsi masyarakat tentang keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), khususnya bagi Orang Asli Papua (OAP) sebagai bagian dari semangat bela negara dengan cara meningkatkan kinerja pemerintahan dan pelayanan publik yang baik, benar dan memuaskan.

Ketiga, Penjabat Gubernur harus mampu dan berkompeten untuk menjaga stabilitas inflasi ekonomi daerah dan masyarakat serta memperkuat komunikasi sosial, menjaga dan mengendalikan stabilitas keamanan daerah, berhubung wilayah Tanah Papua memiliki persoalan keamanan yang kompleks. Dalam hal ini, Penjabat Gubernur membangun kolaborasi dan sinergitas dengan TNI/Polri, tokoh agama, tokoh adat, pemuda serta semua elemen dan stakeholder di Daerah Otonomi Baru (DOB) itu untuk menjaga suksesnya penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik dan roda pembangunan.

Keempat, Penjabat Gubernur di Daerah Otonomi Baru (DOB) harus memberi kesempatan yang cukup bagi OAP untuk berkontribusi dalam aktivitas ekonomi ketika berhadapan dengan non OAP serta mampu menjaga keseimbangan terjadinya pergeseran sumber penghidupan OAP akibat maraknya alihfungsi lahan. Selain itu, perlunya gebrakan dari Penjabat Gubernur untuk menciptakan peluang investasi yang belum dimanfaatkan secara optimal di DOB.

“Tak ketingggalan, harus mampu menciptakan peluang OAP untuk mengakses pekerjaan formal di sektor pariwisata (hotel dan restoran), jasa keuangan dan perbankan persyarakatan administrasi dan kualifikasi pelamar yang cenderung tinggi menyebabkan OAP sulit berkompetisi dengan non OAP untuk menjadi pegawai pada sektor tersebut. Sebab tujuan dari hadirnya DOB ini adalah menjadikan OAP sebagai tuan di negeri sendiri. Kita harus belajar dari 20 tahun implementasi Otsus yang belum menjawabi kerinduan OAP ini,” tegasnya. (Gusty Masan Raya)

Facebook Comments Box